"Pagi Bunda, pagi Ayah, pagi Mas.." Sapa Raka yang baru turun dari kamarnya serta sudah berpakaian seragam.
"Lho dek, kok pake seragam? Kan kemarin baru pulang, istirahat dulu di rumah." Bujuk Bunda yang baru datang dari dapur membawa nasi goreng buatannya.
"Gak mau Bunda, kan sekarang udah sehat." Jawab Raka seraya merentangkan kedua tangannya.
"Adek, jangan berangkat dulu ya." Pinta Ayah.
"Iya Dek, nanti kalo di sekolah kenapa-napa gimana?" Riko yang semula menyimakpun ikut bersuara.
"Tapi pengen sekolah." Rengek Raka.
"Ragil Rakasa Maulana!" Bentak Riko karena sudah tidak tahan mendengar rengekan manja dari sang adik. Akhirnya Raka hanya menganggukkan kepalanya seraya menunduk takut kepada kakaknya.
"Udah-udah, Adek gak usah sekolah dulu ya, nanti di rumah sama Bunda." Lerai Bunda.
Sang Ayah yang melihat pun hanya menatap tajam kepada sulungnya. Sedangkan Riko ikut menunduk karena menyesal sudah membentak adik kesayangannya itu.
---
"Adek, hei kok ngelamun sih?" Tanya Bunda ketika memasuki kamar si bungsu dan melihat anaknya sedang memandang ke depan dengan tatapan kosong.
"Hei, kok Bunda dicuekin sih? Adek kenapa sih?" Tanya Bunda lagi.
Raka langsung berhambur memeluk Bunda dan menangis didekapan Bundanya.
"Adek kok nangis?" Tanya Bunda semakin bingung.
"Takut Mas Riko." Jawab Raka yang masih sesegukan.
Sang Bunda hanya menghela nafas pelan.
"Mas Riko itu khawatir sama Adek, Adek kan baru pulang dari rumah sakit." Jawab Bunda menenangkan.
"Udah ah gak usah nangis nanti Bunda kasih tau Mas Riko biar gak marahin Adek lagi, sekarang istirahat aja ya." Tawar Bunda.
"Tapi Bunda yang nemenin, Adek gak mau sama Mas Riko." Jawab Raka.
Karena ini sudah menunjukkan pukul 14.00 yang menandakan sebentar lagi Riko akan pulang.
"Iya Dek, udah yok, besok udah boleh sekolah kok."
Sang Bunda hanya diam memandangi wajah polos bungsunya ketika terlelap.
Tiba-tiba ada suara notifikasi chat dari sang Ayah yang mengatakan akan ke rumah sakit menemui Avin karena ternyata hasil pemeriksaan bungsunya itu sudah lebih cepat keluar dari perkiraan sang dokter.
---
Di ruangan dokter spesialis penyakit dalam itu, perasaan Dika sedang bercampur aduk, takut akan terjadi sesuatu yang tidak pernah ia inginkan kepada putra bungsunya.
"Langsung saja ya Dik, ini hasilnya." Kata Avin seraya memberikan stopmap coklat kepada Dika.
Dika langsung membukanya dan membaca isinya. Setelah menemukan bahwa anaknya dinyatakan menderita penyakit leukimia, Dika seolah lupa bagaimana caranya bernafas. Ia langsung menitikan air mata yang langsung mengenai kertas itu.
"Vin, ini gak mungkin kan? Vin bilang kalo ini pasti ketuker atau salah." Bentak Dika tidak terima dengan hasil itu.
"Gue udah menyuruh suster buat mengeceknya Dik, tapi itu memang benar hasilnya." Jawab Avin.
"Beri Raka dukungan Dik, dia hanya butuh semangat dari dirinya sendiri dan orang-orang disekitarnya supaya bisa bertahan." Tambah Avin.
---
Adzan ashar baru berkumandang, dan Riko sudah menginjakkan kakinya di anak tangga teratas rumahnya. Ia berniat masuk ke kamar sang adik untuk meminta maaf karena telah membentaknya.
"Udah pulang Mas, mau ketemu Adek ya, Adek baru bangun tidur, terus katanya sekarang mau sholat tu?" Tanya Bunda yang baru keluar dari kamar si bungsu.
"Iya Bunda. Mas mau minta maaf sama Adek." Jawab Riko.
"Lain kali jangan gitu ya Mas, kasian Adek kalau dibentak-bentak kaya gitu." Tutur Bunda.
"Maaf Bunda." Riko sangat menyesali semua yang sudah dilakukannya pada sang adik.
Tok tok tok
"Dek, Mas boleh masuk?" Tanya Riko yang masih berdiri di depan pintu kamar Raka.Raka yang masih berbaring ingin beranjak ke kamar mandi itu langsung mengurungkan niatnya dan malah berpura-pura menutup matanya.
Ceklek
"Adek, katanya udah bangun? Kok tidur lagi sih?" Tanya Riko seraya menggenggam tangan Raka yang langsung mencoba melepaskannya namun kalah dengan kekuatan sang kakak.Raka lalu memalingkan wajahnya membelakangi sang kakak.
"Jangan gitu donk, Mas kan mau minta maaf, janji gak bakal kayak tadi lagi." Monolog Riko karena sejak tadi adiknya hanya diam saja.
"Dek, maafin Mas ya, Mas cuma takut Adek kenapa-napa." Riko masih berusaha membujuk Raka agar mau memaafkannya.
Riko langsung memeluk tubuh adiknya, dan Raka hanya pasrah saja karena berulang kali mencoba melepaskan namun tetap saja tidak bisa.
Hisk.. hisk...
Terdengar suara tangis yang begitu menyayat hati di indra pendengaran Riko dan ia hanya bisa mengelus pelan punggung ringkih itu seraya membisikkan kata-kata penenang untuk sang adik."Udah ya gak usah nangis, Adek mau kan maafin Mas?" Tanya Riko memastikan.
Raka hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan kakaknya.
"Kita sholat ashar bareng yuk." Ajak Riko.
Mereka pun melaksanakan sholat berjamaah dengan Riko sebagai imam dan juga Raka mengikutinya yang berarti menjadi makmum.
Sedangkan di kamar orang tua mereka, Bunda sedang menangis tersedu-sedu dalam pelukan suaminya karena baru mendengarkan penjelasan Dika mengenai hasil pemeriksaan bungsunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang PERGI (End)
Short StoryTidak ada kata "sempurna" dalam kehidupan, Ragil Rakasa Maulana. Hidupnya mungkin terlihat sempurna. Tapi semua itu runtuh seketika ketika kenyataan itu datang merobohkan segalanya.