Raka terbangun dari tidurnya ketika adzan shubuh baru berkumandang, matanya ia edarkan ke seluruh penjuru ruangan dan pandangannya sampai pada sesosok lelaki yang tidur di sebelah kirinya dengan memunggungi dirinya.
"Mas, Adek minta maaf ya, Adek gak punya maksud buat Mas jadi kecewa kaya gitu. Adek cuma gak mau Mas Riko kenapa-napa. Adek sayang banget sama Mas Riko. Tapi kalo emang Mas maunya kayak gitu, Adek bisa apa? Adek cuma berusaha buat Mas Riko gak kecewa. Adek gak mau buat Mas Riko sedih, apalagi sampe bikin Bunda nangis terus ngelihat Ayah sedih." Monolog Raka di belakang punggung sang kakak.
Yang ia tidak tahu, bahwa sejak dirinya memulai pembicaraan, Riko sudah terbangun dari tidurnya, namun ia memilih tetap dalam posisinya, berharap agar sang adik bisa mengeluarkan semua ucapannya. Dan sekarang, Riko hanya bisa terdiam lalu tak lama bulir bening dari mata indahnya jatuh dengan bebasnya mengenai bantal yang dipakai untuk tidurnya.
Raka ingin beranjak untuk bangun dan berniat ke kamar mandi, namun urung ketika dirinya mendapat pelukan erat Riko dari balik badannya. Mulut sang kakak membisikkan kata-kata maaf tepat di telinga Raka dan bahkan kakaknya itu sudah menangis. Raka pun lalu memutar badannya dan menangis tersedu di dada bidang Riko.
---
"Pagi Bunda, pagi Ayah." Sapa Raka dan Riko dengan kompaknya yang baru saja mendudukkan dirinya pada kursi meja makan.
"Pagi sayangnya Bunda." Jawab Bunda yang sedang mengolesi roti tawar gandum dengan selai coklat kesukaan si bungsu.
"Mau sekolah? Emang udah enakan?" Tanya Bunda yang melihat bungsunya telah memakai seragam sekolah.
"Iya Bunda, Adek udah sehat kok." Jawab Raka meyakinkan.
"Nanti kalo udah gak enakan, langsung pulang aja Dek." Suara Ayah menginterupsi.
"Siap Yah." Jawab Raka semangat.
Tak lama, Riko turun dari atas dan ikut bergabung dengan keluarganya menikmati sarapan di pagi hari yang cerah itu.
---
"Inget, kalo udah gak kuat langsung pulang!" Peringat Riko yang baru saja menghentikan mobilnya di depan gerbang sekolah elit tersebut.
"Iya Mas bawel." Jawab Raka seraya mencium tangan sang kakak.
Riko hanya tersenyum dan mengacak rambut adiknya gemas namun langsung mendapat tatapan horor dari pemilik rambut. Raka pun turun dari mobil menuju gerbang memasuki sekolahnya.
Setelah kepergian sang adik, Riko memandang telapak tangannya yang penuh dengan rambut sang adik karena ulahnya tadi yang mengacak-ngacak surai hitamnya Raka. Ia bahkan telah meneteskan air matanya sebelum memutuskan untuk bergegas menjalankan mobilnya menuju kampus tempat ia mencari ilmu.
"Pagiii." Sapa Raka dengan suara teriakannya memenuhi kelas yang masih lumayan sepi itu.
"Oiii pangeran kita. Gimana? Udah sehat?" Tanya Faris yang duduk di sebelah Raka.
"Udah donk. Nanti main basket yok!" Ajak Raka yang langsung mengundang perhatian ketiga cowok tersebut.
"Lo gila? Baru juga sembuh udah mau basketan aja. Gak. Pokoknya gak ada main basket." Jawab Reno yang diangguki Dafa dan Faris.
"Ren, gue udah sembuh, ayolah gue pengen main basket, bentar aja deh, sampe gue bisa sekali masukin bola ke ring, abis tu udahan deh. Ya ya, please.." Pinta Raka seraya mengatupkan kedua tangannya di depan para sahabatnya.
"Please Kak Faris." Ulang Raka ketika tak mendapat jawaban apapun dari para sahabatnya.
"Hhehh." Faris menghela napasnya, kalau sudah dipanggil dengan sebutan 'kak', ia akan langsung luluh dengan permintaan apapun dari sang pangeran. Raka.
Akhirnya mereka pun menganggukkan kepalanya, namun tetap ada perjanjian mereka akan bermain hanya sebentar. Dan itu cukup membuat Raka senang.
---
"Oper sini Ris." Teriak Raka dengan semangatnya.
Blam
"Yes! Masuk pak eko!" Teriak Raka kegirangan karena telah memasukkan bola orange itu ke dalam ring.
"Udahan Ka, udah lama nih kita main." Teriak Faris yang tak didengar oleh Raka karena masih asyik mendribel bola tersebut.
Karena tak mendapat respon, Faris pun memilih langsung merebut bola tersebut dan mendapat tatapan tajam dari Raka.
"Ris, kok lo ambil aja sih bolanya?" Tanya Raka tak terima.
"Lo udah main basket lama banget Ka, udahan yok ntar lo sakit kalo lama-lama." Bujuk Faris.
"Ayolah Ris, bentar lagi, lima menit deh." Jawab Raka.
"Gak Ka. Udah yok balik ke kelas, udah mau bel kayaknya." Bujur Reno dengan merangkul bahu Raka.
Akhirnya Raka mengangguk dan mengikuti para sahabatnya untuk kembali ke kelas.
---
"Jadi ada yang belum paham?" Suara penjelasan dari Bu Ila masih didengar oleh Raka sebelum sesuatu menghantam kuat pada kepalanya dan ia langsung tidak merasakan apapun kecuali kegelapan yang merenggutnya.
Brukk
"Raka!" Teriak Faris terkejut sambil menahan tubuh Raka agar tak terjatuh ke lantai.
"Raka kenapa Ris?" Tanya Bu Ila ketika melihat anak tersebut tiba-tiba pingsan.
"Bawa ke UKS aja." Suara Reno menginterupsi dan langsung diangguki oleh Faris.
Raka pun di gendong oleh Reno ala bridal stylenya dan diikuti oleh Faris serta Dafa yang membawa obat penunjang hidupnya Raka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang PERGI (End)
ContoTidak ada kata "sempurna" dalam kehidupan, Ragil Rakasa Maulana. Hidupnya mungkin terlihat sempurna. Tapi semua itu runtuh seketika ketika kenyataan itu datang merobohkan segalanya.