Enam Belas

1.7K 123 5
                                    

"Assalamualaikum. Adek pulang!!" Teriak Raka ketika telah menginjakkan kakinya di rumah mewah itu setelah melakukan kewajibannya yaitu bersekolah.

"Halloooo kok sepi sih, Adek pulang lho..." Raka kebingungan sendiri ketika tidak ada seorang pun yang menyambut kedatangannya karena biasanya ia akan disambut oleh Bunda ketika baru pulang sekolah.

"Waalaikumsalam Den Raka." Jawab Bi Ira yang baru datang dari dapur.

"Bunda ke mana Bi?" Tanya Raka.

"Emmm tadi waktu Den Raka berangkat sekolah, Den Riko pingsan waktu mau berangkat kuliah. Terus sekarang Den Riko udah dibawa ke rumah sakit sama Nyonya sama Tuan juga." Jawab Bi Ira dengan jelas.

"Mas Riko.? Ya udah Bi, Raka mau ke rumah sakit dulu ya." Pamit Raka yang langsung mencium tangan Bi Ira dan berlari keluar rumahnya untuk mengajak Pak Seno.

"Deeennn makan dulu!" Perintah Bi Ira yang tidak didengarkan oleh majikan mudanya itu.

"Pak Seno, anterin Raka ke rumah sakit." Pinta Raka.

Pak Seno langsung mengangguk dan masuk ke dalam mobil serta disusul oleh Raka yang duduk di kursi tengah.

"Aden udah makan?" Tanya Pak Seno ditengah perjalanan.

"Belum." Jawab Raka.

"Kok bisa sih Den? Nanti kalo sakit gimana? Kita berhenti di tempat makan dulu ya?" Tawar Pak Seno.

"Gak usah Pak, Raka cuma maunya liat Mas Riko. Mas Riko sakit pasti gara-gara sering jagain Raka. Raka adek yang gak baik ya Pak?" Ucap Raka dan tak terasa air matanya sudah jatuh membasahi pipi putihnya.

"Ssstttt, Den Raka jangan ngomong gitu. Yang namanya manusia pasti bisa sakit donk, terus Den Riko pasti bisa sakit juga, tapi itu bukan karena Den Raka. Itu semua udah takdir dari Allah Den." Nasihat Pak Seno kepasa tuan mudanya dan berusaha untuk menenangkan Raka.

---

Braaakkkk

Pintu ruangan Riko itu dibuka dengan kasarnya oleh seorang remaja tampan yang tidak lain adalah adik dari pasien di kamar itu. Dapat Raka lihat, kakak satu-satunya itu sedang terbaring di atas brankar dengan nasal canulla yang bertengger di hidung mancungnya dan tak ketinggalan jarum infus terpasang rapi di tangan kirinya.

"Mas Riko, bangun. Mas Riko maafin Adek, gara-gara Adek Mas Riko jadi kayak gini Mas." Raka langsung memeluk tubuh kakaknya tersebut dan terus meracau menyalahkan dirinya sendiri.

Ayah dan Bunda yang melihat dari sofa di pojok ruangan itu hanya tersenyum melihat Raka menangis meraung-raung seperti itu. Sebenarnya Riko sudah sadar dari pingsannya namun ia hanya tertidur setelah meminum obatnya.

"Uhukk uhukkk. Dek se-sek." Riko yang merasa sulit bernafas pun langsung membuka matanya dan melihat kepala adiknya tengah berada di atas dadanya.

"Mas Riko!!!" Pekik Raka dengan cerianya karena melihat kakaknya sudah tidak memejamkan matanya.

"Dek, Mas Riko itu cuma tidur." Ucap Bunda yang langsung menghampiri mereka dan diikuti oleh suaminya.

Raka pun hanya terdiam dan masih sesenggukan karena menangis. Ia juga tetap memperhatikan wajah kakaknya yang masih kentara pucat itu.

"Sayang banget ya ama Mas?" Tanya Riko menggoda adiknya.

Raka hanya mengangguk untuk menjawab pertanyaan itu dan langsung kembali berhambur memeluk kakak kesayangannya itu.

Semua anggota keluarga kecil itupun hanya tersenyum melihat interaksi kakak beradik tersebut.

---

"Adek udah makan?" Tanya Riko setelah melepas pelukan hangat itu.

Raka langsung menggelengkan kepalanya karena memang ia belum makan dan meminum obatnya.

"Aduh Dek, kok belum makan sih? Nanti kalo ngedrop gimana? Sekarang Adek makan dulu sana ke kantin." Perintah Riko.

"Ayok Dek, Ayah temenin." Raka pun hanya menganggukkan kepalanya dan langsung berjalan keluar dengan Ayahnya. Namun sebelumnya, Raka mendekatkan bibirnya pada indra pendengaran kakaknya.

"Jangan sakit ya Mas, biar Adek aja yang sakit." Bisik Raka tepat ditelinga kanan sang kakak, dan Riko pun hanya tersenyum mendengarnya.

"Tuh liat Mas, Si Adek khawatir banget sama Mas Riko. Makanya, kalo udah waktunya makan, ya harus makan, sama jangan sampe kecapean. Kalo udah ngerasa capek dan gak kuat jagain Adek, bilang sama Bunda atau sama Ayah, nanti kan ada yang gantiin." Nasehat Bunda pada sulungnya.

"Hehe,.. Mas Riko kan sayang banget sama Adek Bun, Mas Riko juga gak tega kalo ngebiarin Bunda sama Ayah yang jagain Adek." Jawab Riko.

"Tapi kan tetep harus ngeliat kondisi Mas Riko juga. Ya sayang?" Ucap Bunda seraya mengusap lembut kepala si sulung.

"Kadang, Mas Riko itu ngerasa jadi kakak yang gagal Bun buat Adek. Ngelihat Adek harus punya penyakit kayak gitu, Mas gak tega Bun." Jawab Riko dengan tatapan sendunya bahkan hampir menangis.

"Kita berjuang bareng ya Mas. Buat Adek jadi kuat biar bisa sembuh. Ayah sama Bunda bakal berusaha semaksimal mungkin biar Adek bisa sembuh." Ucap Bunda bahkan ia sudah menitikan air matanya.

"Udah ah, sekarang Mas Riko tidur lagi. Bunda temenin." Perintah Bunda.

Riko pun memejamkan matanya berharap esok hari bisa sembuh dan keluar dari kamar berbau obat tersebut. Serta supaya bisa menjaga Adik kesayangannya itu lagi.

Tentang PERGI (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang