Sembilan

2.4K 149 0
                                    

"Nanti abis makan jangan langsung ke kamar ya, kita kumpul dulu di ruang tengah, ada yang mau Ayah sama Bunda omongin" Ucap Ayah disela-sela makan malamnya.

"Ngomong apa Yah? Kok gak di sini aja?" Tanya Raka.

"Lebih enak di sana aja Mas." Jawab Ayah yang sudah hampir selesai dengan makanannya.

Saat ini mereka telah berkumpul di ruang keluarga mereka. Ayah yang duduk di single sofa dan Raka yang memilih duduk di sofa panjang diapit oleh Bunda dan Riko.

"Itu stopmap apa Yah?" Tanya Riko ketika melihat benda tipis bewarna coklat itu berada di atas meja.

"Ini hasil pemeriksaan Raka Mas." Jawab Ayah.

"Punya Adek? Kok cepet banget sih, kata Om Avin tiga hari lagi? Gimana Yah hasilnya?" Tanya Raka tidak sabarnya.

Ayah menghela nafas sebentar sebelum menjelaskan kepada bungsunya. Terlalu takut melihat bagaimana reaksi anak itu ketika mendengarnya.

"Adek... sakit." Jawab Ayah seraya menggigit bibir bawahnya.

Semua hanya diam tak ingin membalas ucapan Ayahnya.

"Leukimia." Tambah Ayah ketika tidak mendengar suara dari ketiga orang lawan bicaranya itu.

Raka dan Riko yang mendengar pun langsung terkejut tidak percaya dengan omongan Ayah mereka. Lalu Raka langsung meraih stopmap itu dan segera membukanya. Di sana tertera namanya dan keterangan pasal penyakitnya. Ia yang sudah tak kuat melihatnya pun tak sengaja menjatuhkan kertas itu dan masih memandang ke depan dengan tatapan kosong. Perlahan air mata yang sudah menumpuk di pelupuk mata indah itu jatuh dengan bebas mengenai pipi putih sang pemilik.

"Adek kuat ya sayang, Bunda sama Ayah bakal berusaha agar Adek bisa sembuh, kita berjuang bareng ya Dek." Ucap Bunda yang langsung memeluk bungsunya.

Riko yang sedari tadi terdiam pun samar-samar ikut meneteskan air matanya namun langsung dihapus kasar oleh tangannya. Ia juga ikut memeluk Raka yang masih dipeluk Bundanya.

"Adek, maafin Ayah ya, Ayah gak bisa jadi Ayah yang baik buat Adek." Kata Ayah yang sudah berjongkok di depan Raka dan menggenggam tangan yang lebih kecil darinya itu, erat, sangat erat seakan memberi semangat agar bungsunya mau berjuang melawan penyakitnya.

Lalu Raka langsung memeluk Ayah dan menangis sekerasnya.

"Adek takut Yah, hisk..Adek gak mau, Adek takuttt." Racau Raka yang masih dalam pelukan Ayahnya.

"Ya udah sekarang Adek tidur ya, udah malem, besok kan mau sekolah. Pengen tidur bareng Ayah?" Tawar Ayah.

Raka hanya mengangguk mendapat tawaran dari Ayahnya itu.

"Ayok Ayah gendong." Ayah langsung berbalik agar Raka bisa naik ke punggungnya.

"Siap?" Tanya Ayah ketika bungsunya sudah naik ke punggung kokohnya.

"Wuusss roket meluncurrr..." Teriak Ayah ketika sudah mendapat anggukan dari Raka.

Bunda dan Riko yang melihatnya pun hanya tersenyum tipis dan sesekali masih sesegukan karena menangis.

---

Sarapan pagi ini terlihat biasa seperti hari-hari sebelumnya.

"Adek berangkat dulu ya." Pamit Raka.

"Oh ya lupa, Dek nanti pulang sekolah kita ketemu Om Avin ya, kalo Adek udah mau pulang telpon Ayah, biar ke sananya gak sama Bunda aja, Ayah juga ikut." Pesan Ayah.

"Mas gak diajak nih Yah?" Tanya Riko.

"Mas kan pulangnya sore, gak usah lah nanti malah kesorean, biar sama Bunda sama Ayah aja." Larang Bunda.

Sedangkan Raka hanya menganggukkan kepala tanda setuju dan langsung mencium tangan kedua orang tuanya serta tak lupa mendapat ciuman hangat di keningnya dari mereka kecuali Riko.

---

Saat ini Raka sedang berjalan di koridor sekolah menuju kelasnya. Dan sesekali tersenyum ramah kepada murid-murid yang memperhatikannya.

"Raka." Panggil Faris yang berjalan tergesa bersama Dafa dan Reno untuk menyamakan langkahnya dengan Raka.

Raka yang namanya merasa dipanggil pun langsung menoleh dan mendapati ketiga sahabatnya sedang berlari ke arahnya.

"Aduh beb, lama banget sih gak sekolahnya, gue kan jadi kangennn." Ucap Dafa yang masih memeluk Raka.

"Daf, lu gak malu dilihatin satu sekolah tuh." Tanya Reno yang berada di belakang Dafa.

Sedangkan Raka hanya berdiam diri dan masih mencoba melepaskan pelukan erat itu.

"Daf, se-sek.." Kata Raka.

"Aduh maaf ya Ka, soalnya gue kanget banget sumpah." Jawab Dafa yang sudah melepaskan pelukannya.

Sebenarnya Faris sudah tau tentang kondisi Raka karena sudah diceritakan oleh Papanya yang merupakan dokter spesialis dalam yang juga menangani Raka. Tapi ia lebih memilih diam dan menunggu anak itu menjelaskan dengan sendirinya. Faris hanya takut jika Raka malah menyimpannya sendiri dan tidak mau berbagi rasa sakitnya kepada teman-temannya.

"Oh ya, katanya lu kan ada pemeriksaan lagi tuh, nah gimana hasilnya? Udah keluar?" Tanya Reno.

"Udah kemarin, tapi hasilnya gitu." Jawab Raka santai.

"Elahhh gitu apaan sih Ka?" Geram Dafa.

Kriiingggg

Bel masuk sudah berbunyi dan Raka langsung mengajak ketiga sahabatnya untuk masuk ke kelas serta berjanji pada mereka akan menjelaskannya nanti saat istirahat.

Tentang PERGI (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang