Tiga Puluh Empat

1.3K 116 3
                                    

Entah mengapa pagi hari ini terasa begitu segar. Matahari yang menampakkan sinarnya dari arah timur terlihat sangat menawan. Bintik embun yang menempel pada dedaunan juga seperti akan meleleh.

Begitupun dengan seorang pemuda empat belas tahun yang tengah bersiap untuk kembali masuk ke bangku sekolah setelah berminggu-minggu tak pernah menyentuhnya lagi. Remaja tersebut nampak sangat antusias karena masih dapat merasakan indahnya masa putih abu-abu. Meskipun selang oksigen harus bertengger manis di bawah hidung mancungnya, namun hal tersebut tak sedikitpun mematahkan semangatnya.

"Ganteng banget anak Bunda." Seorang wanita cantik yang baru menyisir dan menata anaknya tersebut tersenyum melihat pemandangan bungsunya dari pantulan cermin.

"Iya donk, Adek gitu loh." Raka menjawab dengan sangat percaya dirinya.

Pasangan ibu dan anak tersebut lantas berjalan keluar kamar menuju tempat di mana mereka biasa melakukan rutinitasnya yakni ruang makan. Kedua laki-laki yang sudah duduk menghadap meja makan tersebut menyambut kedatangan mereka dengan senyuman yang terpatri apik di wajah tampannya.

"Adek, nanti kalo di sekolah pake kursi roda aja ya." Perkataan seorang kepala keluarga memecah keheningan di antara mereka.

"Kenapa Yah, kan Adek bisa jalan sendiri." Jawab si bungsu.

"Adek kan gak boleh kecapean, inget kan kata Om Avin, Adek gak boleh drop sampai kemo kedua nanti." Ucap sang Ayah mengingatkan.

Tak ada jawaban lain selain anggukan dari si bungsu. Lalu mereka memulai memakan makanan yang sudah tersaji rapi di atas meja makan tersebut.

---

Mobil alphard hitam baru saja memasuki area parkir sekolah elit yang dimiliki oleh pemilik mobil tersebut. Sang Ayah turun dari kendaraan beroda empat itu dan ikut membantu bungsunya duduk di atas kursi roda yang sudah disiapkan oleh asistennya.

"Biar saya saja tuan yang mendorong kursi roda tuan muda." Ucap salah satu asistennya.

"Tidak usah, kalian tunggu saja di sini." Tolak Ayah kepada asisten tersebut.

"Yah, Adek malu." Ucapan yang keluar dari Raka tersebut langsung menghentikan Ayah dari kegiatannya berjalan dan mendorong kursi roda Raka di sepanjang koridor sekolah.

Para siswa telah diperintahkan oleh kepala sekolah agar berkumpul di aula sehingga keadaan sekolah tampak sepi dan tak ada yang berlalu lalang.

"Kok malu, katanya adek pengen ke sekolah lagi mau pamitan sama temen-temen." Pria tersebut berjongkok di depan putranya dan menangkup kedua pipi putih si bungsu.

Akhirnya Raka hanya menganggukkan kepala kemudian tersenyum tampan.

"Ayok, temen-temen semua udah nunggu di aula." Jawab Ayah lalu mulai melanjutkan langkahnya dan tak lupa mendorong kursi roda tersebut.

---

"Ini sebenarnya ada apa sih, pake disuruh kumpul di aula. Gak ada acara juga." Sudah hampir tiga puluh menit semua murid berkumpul di tempat ini, dan pemilik suara tersebut adalah Dafa yang sedari tadi mendumel sendiri.

"Yaelah Daf, diem napa, mending lah dari pada pelajaran ketemunya ama Pak Agus." Ucap Reno yang masih fokus dengan ponselnya.

"Tapi kan-"

"Selamat pagi anak-anak." Ucapan Dafa langsung terpotong oleh intrupsi dari sang kepala sekolah.

"Hari ini, kita akan kedatangan seseorang yang pasti sangat kita rindukan. Untuk sementara waktu dia akan meninggalkan sekolah ini dan hari ini, ia berusaha datang supaya bisa berpamitan dengan kita semua. Kami persilahkan Pak Dika." Perkataan terakhir kepala sekolah itu langsung membuat ketiga sahabat Raka mengalihkan atensinya pada pintu aula.

Dan betapa terkejutnya mereka ketika melihat Raka yang tengah duduk di atas kursi roda dengan nasal canulla melintang di bawah hidungnya sedang di dorong oleh Ayahnya memasuki tempat aula tersebut. Mereka bertiga memang dilarang Raka sendiri untuk tidak bermain ke rumahnya setelah pulang dari rumah sakit dan mengatakan akan memberi kejutan pada ketiga sahabatnya.

"Raka." Panggil mereka kompak dan langsung berlari menghampiri Raka lalu memeluknya.

Para warga sekolah yang menyaksikan pemandangan tersebut merasa sangat terharu dengan eratnya persahabatan mereka, bahkan ada beberapa siswi yang menitihkan air matanya.

---

Acara perpisahan kecil-kecilan tersebut telah usai, dan sekarang Raka tengah berada di dalam kelas karena ia ingin merasakan belajar bersama teman-temannya untuk yang terakhir kali sebelum ia kembali berkutat dengan segala prosedur pengobatannya.

"Gue gak nyangka masih bisa sekolah lagi." Ucap Raka entah kepada siapa ketika guru yang mengajar mereka sudah keluar karena memang sekarang sudah waktunya istirahat.

"Kalo gue udah gak sekolah lagi, kalian bakal kangen gak sama gue?" Tanya Raka memandangi satu-persatu para sahabatnya.

"Kalo kangen kan tinggal main ke rumah lo Raka." Jawab Dafa dengan santainya.

"Ke kantin yok, lo mau ikut gak Ka?" Ajak Faris karena ia tidak mau mendengar perkataan aneh lagi dari mulut Raka.

Mereka pun berjalan keluar menuju kantin dengan Faris yang mendorong kursi roda milik Raka. Hampir semua siswa yang berlalu lalang dengannya memberi semangat melalui ucapan mereka yang bisa membangkitkan upaya Raka agar bisa sembuh. Dan Raka hanya bisa membalasnya dengan kata terima kasih dan tak lupa senyuman manis yang dapat menghangatkan hati siapapun juga.

Tentang PERGI (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang