Sepuluh

2.2K 141 1
                                    

Keempat remaja itu sudah duduk di salah satu bangku kantin sekolah seraya memakan makanan mereka masing-masing.

"Ka, tadi katanya mau nceritain hasil pemeriksaan kemarin?" Tanya Reno memulai perbincangan.

"Iya tuh, sebenarnya lu itu sakit apa sih Ka? Tipes? Anemia? Atau..." Tambah Dafa yang belum selesai dan langsung dipotong cepat oleh Raka.

"Kanker" Jawab Raka cepat.

"Iya, gue ada kanker darah." Tambah Raka karena ketiga sahabatnya masih diam mematung.

"Ka, sumpah ini gak lucu. Lu kalo ngomong jangan bercanda napa?" Jawab Dafa yang sedikit menaikkan nadanya.

"Lu pikir gue bakal bercanda kalo tentang kesehatan gue sendiri?" Tanya Raka yang masih terlihat tenang.

Sedangkan ketiga cowok yang lain itu hanya memandang Raka dengan pandangan sedih dan khawatir.

"Ka, maaf ya, kita gak bisa ngelakuin apa-apa. Tapi kita cuma berharap lu mau berjuang buat sembuh. Kita janji bakal selalu ngasih semangat buat lu." Faris yang sedari tadi diam akhirnya ikut bersuara.

"Iya Ka, jangan pernah nyerah ya, gue yakin lu harus dan pasti sembuh." Kata Reno menambahi. Sedangkan Dafa langsung memeluk erat tubuh Raka dan tak terasa sudah menitikan air matanya.

"Makasih ya semua, dengan kalian tetep berada di dekat gue, gue pasti akan terus berjuang buat sembuh. Setidaknya gue punya banyak alasan kenapa gue harus bertahan." Jawab Raka yang sudah tidak dipeluk Dafa lagi.

---

"Kondisi kamu masih cukup baik, tapi kamu juga harus tetep jaga ya tubuh kamu ini, jangan sampai kedinginan apalagi sampai kecapean. Ini resep obatnya, kamu harus minum tiap hari ya Raka." Terang Avin setelah memeriksa kondisi Raka.

"Iya Om." Jawab Raka.

"Ya sudah, kita permisi dulu ya Vin." Pamit Sang Ayah.

"Bun," Panggil Raka dari jok tengah mobil.

"Iya Dek, kenapa? Pusing?" Tanya Bunda bertubi-tubi seraya membalikkan tubuhnya menghadap belakang.

"Pengen brownis coklat." Jawab Raka seraya memamerkan gigi putihnya.

"Iya nanti kita beli, tapi makannya di mobil aja ya atau di rumah, Adek jangan keluar udah gerimis tuh." Ayah yang sedang menyetir pun ikut bersuara.

"Iya Ayah, makasih ya. Emmm Adek boleh tidur gak Yah?" Tanya Raka karena ia merasa sangat mengantuk.

"Tidur aja Dek, nanti kalo udah sampe rumah, Bunda bangunin."

"Yah, Adek kenapa?" Tanya Riko yang baru turun dari kamarnya berniat ingin ke dapur, namun langkahnya terhenti ketika melihat adiknya terpejam dalam gendongan Ayahnya.

"Gak papa Mas, cuma ketiduran tadi di mobil, kasian kalo mau dibangunin." Balas Ayah dan langsung mendapat anggukan dari Riko.

Setelah itu Ayah melanjutkan langkahnya menaiki anak tangga hingga ke kamar si bungsu dan membaringkannya serta tak lupa menyelimutinya hingga sebatas dada.
Tak ketinggalan ia juga mencium kening sang putra cukup lama.

---

"Pagiii." Sapa Raka ketika sudah melangkahkan kakinya menuju ruang makan.

"Pagi Dek." Jawab mereka kompak.

"Mau makan roti apa nasi goreng?" Tawar Bunda.

"Emmm roti aja deh Bun." Jawab si bungsu.

"Yah, hari ini Mas mau naik motor ya?" Pinta Riko kepada Ayahnya.

"Kan biasanya naik mobil Mas, kenapa mobilnya?" Tanya Ayah.

"Pengen aja Yah." Jawab Riko.

Akhirnya sang Ayah hanya menganggukkan kepala.

"Ayah berangkat dulu ya." Pamit Ayah ketika telah selesai dengan sarapannya.

Ia pun mencium kening ketiga orang yang sangat dicintainya itu.

"Adek jangan lupa minum obatnya ya, Mas Riko kuliah yang bener. Bun, jagain jagoan-jagoan Ayah ya." Pamit Ayah dan beranjak meninggalkan ruang makan.

"Hari ini Bunda mau ke butik ya, tapi nanti kalo Adek pulang, Bunda udah di rumah kok." Kata Bunda. Karena memang ia memiliki sebuah butik yang harga jual per potong pakaiannya itu mencapai jutaan rupiah.

"Iya Bunda, ya udah Adek berangkat dulu ya Bun, Mas." Pamit Raka.

"Hati-hati Dek, jangan ngebut-ngebut bawa mobilnya." Nasehat Bunda.

Tak lupa Raka juga mencium pipi wanita yang paling dicintainya itu serta mencium tangannya dan tangan sang kakak.

Tentang PERGI (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang