Tap tap tap...
Keempat remaja SMA itu tengah bermain basket di tengah lapangan dan seperti biasa selalu mendapat sorakan heboh dari seantero sekolah terlebih para hawa. Apalagi mereka tidak memakai seragam dan hanya menyisakan kaos putih tipis yang sudah basah karena keringat mereka serta menampilkan lekukan-lekukan otot mereka.
Blammm
Bruuukkkk
Ketika Raka selesai memasukkan bola orange itu ke dalam ring tiba-tiba tubuhnya ambruk dan menghantam kerasnya lapangan basket. Para siswa yang tengah menonton dari lapangan itu langsung ikut bergerumun di sekitar ketiga remaja itu yang tengah berusaha membangunkan Raka.
"Ka, hei lu denger gue?" Tanya Faris yang memposisikan kepala Raka di atas pahanya dan menepuk pelan pipi Raka.
"Woy lu semua bubar, ni yang ada Raka malah gak bisa napas gara-gara kalian." Usir Dafa kepada semua siswa yang masih ada di sekitar mereka.
"Bawa langsung ke UKS aja Ris." Ucap Reno.
Mereka membawa Raka ke UKS dalam gendongan ala bridal stylenya Faris. Reno berjalan di depan untuk memastikan tidak ada orang yang menghalangi jalan mereka. Dan Dafa berjaga-jaga di belakang Faris. Pintu UKS itu dibuka dengan brutal oleh Reno dan langsung dibaringkannya tubuh lemas itu di atas brankar. Bu Dwi yang melihat pun langsung memeriksa Raka, dan langsung menyuruh Dafa mengambil obat Raka. Karena memang Bu Dwi serta seluruh guru di SMA itu sudah mengetahui penyakit yang diderita oleh anak pemilik sekolah itu.
"Eeenghhhh.." Racau Raka.
"Ka, lu denger gue, tunggu dulu ya obatnya lagi diambilin sama Dafa." Ucap Faris yang masih menggenggam erat tangan sahabatnya itu. Dan tak disangka genggaman itu terasa semakin kuat karena Raka mengalami rasa sakit yang sangat pada hampir semua tubuhnya.
"Gak papa Ka, bagi semua rasa sakit lu sama gue, biar gue juga bisa ngerasain apa yang lu rasain." Tenang Reno.
Dafa datang dengan nafas yang terengah-engah seraya membawa botol bening kaca yang berisi obat serta air mineral.
Mereka pun membantu Raka untuk meminum obatnya karena tangan Raka masih menggenggam erat tangan Reno.
"Udah ya, lu istirahat dulu di sini, gue temenin." Ucap Reno.
"Kita juga ikut nemenin kok." Sambung Dafa.
Akhirnya mereka memustuskan untuk tetap di UKS menjaga salah satu sahabat sekaligus adik mereka itu, karena bagaimanapun Raka itu berumur satu tahun lebih muda dari mereka. Dan mereka memilih membolos pelajaran, toh siapa yang akan memarahi mereka jika alasan mereka membolos adalah untuk menjaga sang pangeran sekolah yang tidak lain tidak bukan adalah anak pemilik sekolah ini.
---
Sesampainya di rumah, Raka langsung disambut oleh Bunda yang langsung menanyakan kabarnya karena mereka mendapat info dari sekolah bahwa Raka sempat pingsan karena bermain basket, namun mereka memilih tidak langsung menjemputnya karena yakin Raka tidak akan mau meninggalkan sekolah sebelum jam pelajaran selesai, kecuali jika terpaksa.
"Adek tadi kok bisa pingsan di sekolah? Obatnya gak lupa kan?" Tanya Bunda mengawali.
"Hehe, Adek main basket." Jawan Raka enteng.
"Ya udah istirahat di kamar yuk, Bunda temenin." Ajak Bunda.
"Bun," Panggil Raka ketika sudah merebahkan diri di kasur king sizenya.
"Iya Dek, kenapa?" Tanya Bunda yang masih setia mengelus kepala si bungsu.
"Kalo Adek pergi, Bunda bakal kangen gak ya?" Tanya Raka seraya memperhatikan iris pekat Bundanya.
"Adek badannya panas, Bunda kompres dulu ya." Jawab Bunda yang berusaha mencari topik yang lain.
"Bunda.... jawab pertanyaan Adek dulu." Rengek Raka.
"Adek itu ngomong apa sih, udah ah Bunda mau ambil air hangat dulu buat ngompres Adek." Jawab Bunda dan langsung meninggalkan Raka.
Setelah menutup pintu itu, Bunda langsung menitikan air matanya. Ia menangis sejadi-jadinya ketika telah sampai di dapur. Bi Ira dan Mbak Sri yang melihat pun langsung bertanya mengapa nyonya mereka itu menangis. Dan Bunda hanya diam tetap menangis.
Saat dirasa sudah sedikit tenang, Bunda masuk ke dalam kamar Raka dan membawa alat kompresnya. Ternyata Raka sudah memejamkan matanya dan ketika Bunda menyentuk keningnya, hawa panas langsung menjalar ke seluruh tangannya. Ia pun langsung mengompres bungsunya itu.
"Bunda gak akan biarkan Adek pergi. Bunda sayang banget sama Adek." Kata Bunda dan langsung mencium kening serta kedua pipi bungsunya itu.
Ceklek
Pintu kamar itu terbuka menampilkan wajah lelah sang Ayah serta Riko. Mereka baru pulang dari aktivitas mereka dan langsung mendapat kabar dari pembantu mereka bahwa Raka sempat pingsan di sekolah dan sekarang malah demam. Serta ia juga diberitahu jika tadi sang Bunda sempat menangis cukup lama ketika di dapur yang tidak sengaja terlihat oleh Bi Ira serta Mbak Sri.
"Adek kenapa Bunda?" Tanya Ayah mengawali.
"Badannya panas banget Yah." Jawab Bunda dan langsung memeluk erat suaminya itu. Sang Ayah yang bingung pun tetap diam dan ikut merengkuh istrinya.
"Kenapa? Kenapa Bunda nangis kayak gini?" Tanya Ayah.
Sedangkan Riko memilih duduk di tepian kasur sang adik dan mengelus pelas pucuk kepala adiknya.
"Kita ke kamar dulu ya Bun, biar Bunda tenang dulu. Nanti kasian kalo Adek kebangun gara-gara kita." Nasehat Ayah.
Kedua orang tua itu langsung meninggalkan Raka dan Riko. Dan tak lupa mereka mencium kening si bungsu yang masih terasa panas itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang PERGI (End)
Short StoryTidak ada kata "sempurna" dalam kehidupan, Ragil Rakasa Maulana. Hidupnya mungkin terlihat sempurna. Tapi semua itu runtuh seketika ketika kenyataan itu datang merobohkan segalanya.