Tiga Belas

2K 129 1
                                    

Hari ini adalah hari di mana hampir seluruh umat manusia berhenti dari aktivitas biasanya. Sebagian ada yang memilih berkumpul dengan keluarganya dan tak sedikit pula yang masih membungkus tubuhnya dengan selimut.

"Bangun Dek, makan dulu abis tu minum obat." Ucap Riko yang tengah memegang dahi sang adik seraya mengecek keadaannya.

"Engghhhh ngantukkk." Suara serak itu keluar dari mulut mungil Raka yang matanya masih terpejam.

"Makanya bangun, cuci muka terus makan." Jawab Riko.

"Malesss." Kata Raka seenaknya.

Riko yang melihat pun hanya tersenyum dan langsung menghujani adiknya dengan ciuman di kening serta kedua pipinya.

"Mas Rikooooooooooooooo." Jerit Raka yang langsung membuka matanya lebar-lebar ketika mendapat serangan itu.

Ayah dan Bunda yang sedang sarapan itu langsung berlari menuju kamar si bungsu ketika mendengar jeritan Raka. Sang Ayah membuka pintu kamar itu begitu brutal.

"Astaghfirullah, Adek, Mas. Bunda kira ada apa." Ucap Bunda sembari melotot pada si sulung.

"Bundaaa Mas Riko cium-cium Adek.." Adu Raka seperti anak kecil.

"Kebiasaan ya Mas ini." Celetuk Ayah.

"Heheh abisnya Adek susah dibangunin." Ucap Riko membela diri.

"Udah ah sekarang ayo kita sarapan, Adek kan harus minum obat, turun yuk Dek." Lerai Bunda.

"Ayah, Bunda." Panggil Raka.

"Kenapa Dek?" Tanya Ayah.

"Pengen ke gameworld..." Pinta Raka.

"Jangan bolehin Yah, semalam aja baru muntah-muntah, masa sekarang ngajak ke mall, mau drop lagi?" Bukan Ayah yang menjawab tapi sang sulung yang bersuara.

"Adek itu ngajaknya sama Ayah sama Bunda, kok jadi Mas sih yang jawab." Protes Raka.

Riko pun hanya melotot tajam ke arah sang adik seraya tersenyum jahil. Namun saat itu juga sang Ayah langsung menganggukkan kepala sebagai jawaban dari ajakan bungsunya itu.

"Iya, nanti kita bareng-bareng ke sana ya Dek, sekalian biar Bunda bisa belanja juga." Jawab Ayah. Raka yang mendengar pun langsung memekik senang dan berhambur memeluk Ayahnya itu. Sedangkan Riko dan Bunda hanya tersenyum melihat tingkah bocah 14 tahun itu.

---

"Kita ke market dulu ya nemenin Bunda belanja, abis tu baru main di gameworld." Ucap Ayah ketika sudah memasuki salah satu mall terbesar di Jakarta itu.

"Aaaaaa Ayah, kita main dulu aja." Tolak Raka.

"Gak jadi main lho." Jawab Riko datar.

Mereka berbelanja di market itu cukup lama karena yang dibeli memang cukup banyak bahkan sangat banyak sekali. Untungnya mereka mengajak Pak Seno supir mereka yang ditugaskan untuk membantu membawa semua belanjaan mereka.

"Ini udah semua belum Bun?" Tanya Ayah ketika sudah keluar dari market dan langsung menyuruh supirnya untuk kembali ke mobil serta membawa belanjaannya.

"Nanti Bunda gak mau ikut ke gameworld, Bunda tunggu di restoran depan gameworld aja ya." Ucap Bunda.

"Ya deh, tapi nanti pesenin Adek makan ya, yang kayak biasa." Jawab Adek.

"Iya, ya udah Bunda duduk di dalem dulu ya." Pamit Bunda seraya memasuki restoran itu.

Ketiga laki-laki tampan berbeda usia itu bermain di gameworld cukup lama. Alasan mereka main itu cuma satu, mengikuti kemauan sang adik, Raka. Siapa yang tidak tega melihat kesayangan mereka itu menampilkan wajah sedih dan bahkan hampir menangis jika kemauannya tidak dituruti. Manja. Satu kata yang mewakilkan seorang Raka. Tapi dia tidak peduli, karena prispinya adalah 'gak papa donk, gue manja, asalkan manjanya sama Ayah, Bunda sama Mas gue sendiri. Jadi kenapa kalian yang sewot.' Agak songong memang, tapi itulah Ragil Rakasa Maulana, bungsunya Dika Maulana yang sangat disayangi oleh semua orang.

---

Setelah hampir dua jam mereka bermain, akhirnya mereka memutuskan untuk ke restoran yang di dalamnya terdapat Bundanya itu. Raka yang merasa sangat lelah langsung mendudukkan dirinya sembari mengatur nafasnya yang mulai tidak beraturan.

"Adek gak papa kan?" Tanya Bunda ketika melihat bungsunya menunduk seraya memegang dadanya.

Raka hanya menggelengkan kepala tak mau membuat keluarganya khawatir. Sang Ayah pun langsung mengusap-ngusap dada si bungsu dan membisikkan kata-kata penenang supaya Raka bisa bernafas lagi dengan normal.

Sudah 10 menit berlalu dan sekarang pernafasan Raka kembali normal. Ia pun langsung memakan makanan favoritnya itu.

"Jangan lupa minum obatnya ya Dek, abis itu kita pulang." Ucap Ayah lalu melanjutkan makannya.

Ketika di mobil, Raka memilih memejamkan matanya serta menyandarkan kepalanya bada lengan kokoh sang kakak.

"Ke rumah sakit aja ya Dek." Ucap Riko yang melihat wajah pucat sang adik.

Sedangkan sang Bunda sedari tadi mengurut pelan kepala sang bungsu karena Raka mengeluh merasa pusing. Raka hanya menggelengkan kepalanya. Sedangkan Ayah masih terus memandang ke belakang jok mobilnya, melihat bagaimana wajah sang bungsu yang pucat itu.

"Adek ngantuk, tidur boleh?" Tanya Raka yang masih memejamkan matanya.

"Iya Dek, nanti kalo udah sampe Ayah bangunin." Jawab Ayah.

Raka pun langsung masuk ke alam mimpinya dan perlahan rasa sakit itu hilang entah ke mana.

Sedangkan Bunda tak terasa sudah menitikan air matanya yang langsung dihapus dengan ibu jarinya, namun sebelum itu, Riko terlanjur melihatnya dan bertanya mengapa Bundanya itu menangis. Sang Bunda hanya menggelengkan kepala ketika pertanyaan itu muncul dari mulut sang sulung.

Dan Ayah, ia tengah mati-matian menjaga air matanya agar tidak tumpah dan memilih melihat ke arah kiri jendelanya supaya tidak ada satupun keluarganya yang melihat seberapa rapuhnya sang kepala keluarga itu.

Tentang PERGI (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang