21. Chattingan

8 0 0
                                    

"Tidak perlu nonton drama romantis, mendengar ucapanmu saja sudah mampu membuatku baper."

***

Di sepanjang jalannya Mars tak pernah memudarkan senyumnya. Hingga membuat Venus yang ada di sebelahnya merasa risih.

Mereka berdua selesai dari kantin dan kini berjalan beriringan menyusuri setiap koridor menuju kelasnya masing-masing.

Jika alat penghenti rasa senyum tersedia didunia. Venus ingin membelinya sekarang juga.

Venus penasaran. Sebenarnya berapa banyak stok senyuman yang terdapat pada diri Mars? Apa pemuda itu tidak pernah merasa menderita? Sedih? Atau marah? Apakah kebahagiaan yang ada didalam dirinya itu jumlahnya tak terbatas?

"Kamu kenapa sih daritadi senyum terus?"

"Bahagia di wajah aku nggak hilang-hilang nus jika selalu berada didekat kamu."

"Bisa nggak panggilnya Venus aja atau nggak Ven gitu. Intinya jangan panggil nama itu."

Senyuman yang tak henti tercetak diwajah Mars kini tergantikan oleh raut mengernyit.

"Kenapa? Padahal kata nus itu bagus. Kamu tau apa kepanjangan dari kata nus?"

Telinga Venus semakin tak minat mendengarkan deretan untaian kata yang keluar dari mulut pemuda itu.

"Apa?" tanya Venus dengan malas.

"NUS. Nilai Ujian Sekolah."

Kontan Mars langsung menyemburkan gelak tawanya. Sedangkan Venus. Gadis itu tidak menemukan sisi kelucuan disana.

"Krispiii ... "

"Biarin. Daripada melempem," ujar Mars disela sisa tawanya.

Tawaan yang tak pernah pudar dari wajah Mars, kini langsung habis tak tersisa ketika ada seorang pemuda tak di undang kehadirannya secara tiba-tiba menghalangi jalannya. Lebih tepatnya jalan diantara dirinya dengan Venus.

"Langit? Ada apa?"

Venus melontarkan kalimat pada sahabatnya yang tiba-tiba muncul dengan unsur pertanyaan.

Mata Venus yang mulanya menatap ke arah Langit kini beralih menatap Mars.

Kedua pemuda itu saling bertatap datar sesaat sebelum pada akhirnya Langit memutus kontak matanya lebih dulu.

"Gue mau pinjam buku fisika lo."

"Buku tulis?"

Langit mengangguk.

"Buat?"

"Gue ketinggalan materi waktu nggak masuk sekolah."

Selang detik lalu mata Mars hanya menatap dua orang disamping dan depannya secara bergantian. Bagai makhluk tak kasat mata yang tak pernah dianggap keberadaannya.

Setelah meraih buku dari dalam tasnya. Venus mengulurkan buku tulis tersebut kepada Langit.

"Kalau nanti digunain, nggak jadi."

"Bawa aja. Lagian pelajarannya udah di ulang tadi jam pertama sama ke dua."

"Oke. Besok gue balikin."

Langit mengangguk seraya tersenyum kecil sebelum pergi menjauh darisana.

"Dia sekelas sama kamu?"

Kepala Venus langsung menoleh ke samping. Ia baru menyadari jika disana masih ada satu orang lagi yang keberadaannya sempat tak dianggap sesaat.

"Nggak. Langit anak ipa satu."

MarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang