51. Mengulang memori

7 0 0
                                    

"Perpisahan adalah awal untuk memulai kehidupan baru."

***

"Jarang-jarang nih. Aku bisa keluar berdua sama kamu."

Mars menatap gadis disampingnya dengan gemas. Mereka berdua tengah duduk di pinggir jalan raya. Menikmati angin malam dan melihat kendaraan lalu lintas yang tak ada hentinya. Sambil disuguhi dengan makanan yang bernama cilok sebagai hidangannya.

"Belepotan tuh." 

Venus langsung memajukan bibirnya kearah Mars. "Bersihin dong."

"Ogah."

Venus langsung menekuk bibirnya. "Yaudah biar gini aja. Nggak usah dibersihin."

"Bang." Mars langsung memanggil tukang cilok yang lagi mangkal di disebelah mereka.

"Iya mas. Mau beli lagi?" tanyanya.

"Abang harus tanggung jawab!"

Tukang cilok tersebut langsung bingung. Venus jangan ditanya lagi. Cewek itu mulai mencium aroma kejahilan.

"Tanggung jawab kenapa ya? Apa ciloknya nggak enak?"

"Gara-gara makan cilok abang. Nih perempuan disamping saya jadi belepotan."

Venus langsung memutar bola matanya malas, sedangkan sang penjual cilok hanya mengerjapkan matanya dua kali.

"Maafin dia ya bang. Dia emang suka ngaco!"

Sang penjual cilok hanya mengangguk dan memaklumi ketika Venus meminta maaf atas perlakuan Mars padanya.

Venus langsung menatap Mars, angkuh. Ia mulai mengusap belepotan tersebut melalui tangannya sendiri dengan keras.

"Kamu marah karena aku nggak mau bersihin belepotan di mulut kamu?" Mars yang melihat tindakan itu lagsung beranggapan. Apakah gadis disampingnya itu mulai marah?

"Nggak," jawab Venus.

"Mau sesuatu yang romantis nggak?"

"Hmmm? Apaan?" tanya Venus mulai mengganti raut kesalnya menjadi penasaran.

Tanpa sungkan Mars langsung berteriak sekencang mungkin.

"AKU CINTA SAMA YANG NAMANYA
VENUSSSSSSSSSS ...!"

"Ih... apaan sih. Alay banget." Venus langsung memukul lengan Mars. Supaya pemuda itu segera menghentikan teriakannya.

Rasa malunya benar-benar memuncak. Disaat semua mata pengguna jalan lalu lintas pada terarah padanya dengan tatapan yang berbeda-beda pula. Ada yang menatapnya aneh. Ada yang menatapnya gila. Ada yang menganggapnya terlalu bucin. Ada yang menyorakinya. Ada juga yang menatapnya dengan kekehan geli seraya merekamnya.

Dasar orang jaman sekarang. Dikit-dikit diviralin!

Dan penjual cilok disebelahnya. Jangan ditanya lagi. Dia tak kuasa menahan tawanya disana.

"Mau yang lebih romantis lagi?"

"Nggak. Stop...!" Venus langsung membekap mulut Mars rapat-rapat. Jangan sampai pemuda itu nglakuin hal yang lebih gila lagi.

Pandangan Venus dan Mars langsung terpusat kearah mobil yang tiba-tiba berhenti didepan mereka.

"Lo berdua ngapain berduaan disini? Kayak orang nggak guna aja," tanya pemuda yang baru keluar dari mobilnya.

Tak lama kemudian seorang cewek juga keluar dari dalam mobil tersebut.

"Ven? Mars? Kalian kok ada disini?"
Kini sang cewek tak kalah penasaran.

"Mentari?" Venus tak menyangka. Bisa bertemu Mentari disana.

"Duh. Lo berdua kepo banget sih? Lo pada nggak lihat. Gue sama Venus lagi apa?" Mars mulai berdecak malas.

"Lo ngajak dia kencan? Disini?" tanya Sagam. Tak begitu yakin.

"Iya," jawab Mars jujur.

Sagam langsung tergelak. "Kelihatan banget kalo nggak bermodal. Lagian, kok lo masih betah sih ven, sama cowok kayak dia."

"Eh... jaga ucapan woy. Lo mau kasih pandangan buruk ke Venus?" Mars membantah ucapan Sagam.

Venus dan Mentari hanya menggelengkan kepala melihat dua pemuda itu saling bertukar omelan.

"Eh... kamu habis darimana?"

"Abis nonton sih. Tapi jadi nggak mood deh. Abis dia mintanya genre horror sih padahal gue kan pingin nonton yang romantis-romantis, gituh."

"Kita kan udah romantis," sahut Sagam. Meski lontaran Mentari itu ditujukan ke Venus. Pemuda itu masih memfungsikan telinganya.

"Mending lihat yang horror. Menantang adrenalin. Iya nggak Mars." Sagam mulai menyenggol lengan Mars. Meminta pendapat pada teman sesama jenisnya itu.

"Oh iya dong. Nanti kalo nonton drama romantis yang ada cewek lo jatuh cinta sama pemeran utamanya yang kebetulan laki-laki, gimana?" Mars semakin mengompori Sagam.

"Kita nggak selebay itu kok. Ya nggak tar?" Kini Venus tak mau kalah membela temannya itu.

Tari mengangguk setuju.

Sagam mulai berdecih.

"Siapa bilang. Dia pernah gue ajak nonton drama korea aja, bapernya sampe seminggu nggak ilang-ilang."

"Beneran tar?" Venus mulai menatap Mentari kembali.

Mentari langsung mengangguk. Ucapan Sagam itu sangatlah benar.

Sontak kedua pemuda itu langsung menyemburkan gelak tawanya yang sudah pecah. Tak bisa ditahan lagi.

"Ekhmm..." deheman dari seseorang. membuat keempat anak muda itu menoleh.

"Siapa tau ada yang minat beli cilok." Ujar sang penjual cilok yang masih   berada disana. Seraya tersenyum canggung.

"Kalian nggak beli? Enak loh." Imbuh Venus.

"Boleh." Mentari mengangguk.

"Kalau Sagam?" tanya Venus.

"Kalau gue terserah bebeb gue aja."

Venus langsung menatap Mentari.

"Yaudah, pesenin sekalian."

Venus mengangguk setelah mendapat jawaban dari Mentari.

"Bang, ciloknya dua bungkus ya," ujar Venus. Memesankan buat dua temannya yang baru datang itu.

Tak butuh waktu lama. Cilok pesanan mereka datang.

"Ini ciloknya."

"Makasih mas." Mentari meraih makanan tersebut. Lalu menyerahkan bungkus satunya kearah pacarnya.

Mereka berempat kembali melanjutkan obrolannya yang tampak seru. Meski tau diaman posisi yang mereka tempati sekarang. Itu tak menjadi masalah bagi mereka. Meski sesekali obrolannya harus balapan dengan suara bising kendaraan yang lalu lalang lewat tak ada habisnya. Mereka tetap tak mempermasalahkannya.

___

Venus tak bisa melupakan kencan sederhanannya itu. Itu sudah setengah tahun yang lalu. Dan Venus masih mengingatnya dengan jelas.

Pilihannya kemarin itu sudah tepat. Ia memeluk pemuda itu dari atas. Jadi kemarin pula. Ia sudah memutuskan untuk menjauhi pemuda itu. Dan itu adalah pelukan terakhir yang begitu berkesan baginya.

Kekecewaan didalam hatinya itu sudah mengusai tubuhnya. Bahkan perasaan yang sempat ia miliki sudah hampir tertutup dengan jurang kebencian.

_________________________________________

Ternyata Venus memilih pelukan bagian atas nih...

Itu artinya?

MarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang