12. Hilang kesempatan

9 0 0
                                    

"Ketika cintamu tidak pernah dianggap, jangan menyerah! Teruslah berjuang, karena perjuangan tidak pernah menghianati hasil. Wk..wk..wk"

***

"Hai Yura." Sapa Mars dengan senyuman yang dilebar-lebarkan seperti... ah sudahlah.

Sedangkan orang yang dipanggil merasa bodo amat. Yura tau maksud dari sapaan Mars. Cowok itu tidak akan menghampirinya apalagi sok manis seperti sekarang, jika tidak ada maunya.

"Lagi apa?" Tanya Mars basa-basi.

"Kerjain tugas." Jawab Yura sekenanya.

Mars melirik kearah tugas di meja Yura sekilas.

"Tugas Biologi ya? Kebetulan banget gue juga ada tugas."

Alis Yura saling bertaut. "Bukan. Ini tugas fisika."

Mars merasa mukanya seperti tertimbun lumpur tujuh lapis.

"Oh fisika. Kalau Biologi ada?"

"Emang ada apa sih? Lo mau nyuruh gue ngerjain tugas Biologi lo?"

"Wihh keren... lo tau banget." Mars langsung mengacungkan jempolnya kearah Yura.

"Hadeh..."

"Kelas lo ada pelajaran biologi nggak sekarang?"

"Ada."

"Pinjem modulnya dong?"

Yura mulai merogoh tasnya. Mengambil modul yang Mars inginkan.

Mars langsung menyahut modul tersebut saat Yura menyerahkan padanya. Tangannya mulai memuka lembar per lembar modul tersebut.

Seketika mata Mars langsung terbuka lebar, melihat tugas yang berada dihalaman tersebut sudah terisi.

"Wah... ternyata udah lo isi semua. Gue nyontek dong."

Mata Yura menyiratkan tatapan tak bersahabat setelah melihat Mars yang dengan seenak jidat mau menyontek tugasnya.

Yura langsung menyahut modulnya ketika Mars hendak merogoh sakunya, mengambil ponsel untuk memotret tugas yang telah diisi di modul tersebut.

"Nggak semudah itu." Yura tersenyum miring.

"Emangnya lo mau apa dari gue yang serba kekurangan ini ha?"

Bukannya merendahkan dirinya. Cuma itu emang faktanya.

Nggak ada kata istimewa yang terpancar ditubuh Mars selain numpang hidup dan dibekali wajah tampan dari Allah subhannahu wa taala.

"Bilang ke cewek kesukaan lo itu kalo gue ini adalah pacar sahnya lo!"

Apa-apaan Yura ini? Ia pikir Mars mau lakuin itu? Ya nggak lah.

"Nggak mau dan nggak akan pernah!" Tolak Mars secara mentah campur setengah matang.

"Yaudah jangan harap lo nyontek tugas gue." Ujar Yura tak mau kalah.

"Yaudah."

"Yaudah sana pergi dari kelas gue!" Usir Yura.

"Iya. Emang gue mau pergi."

Sesekali Mars melirik kearah modul yang kini terdiam di tangan Yura. Berharap modul tersebut lari kearahnya.

"Eh awas itu ada kecoa terbang!"
Telunjuk Mars langsung menuju kearah atas belakang Yura.

Sontak sebagian murid yang berada di dalam kelas tersebut langsung menjerit lari-lari ketakutan.

Yura jangan ditanya lagi. Cewek itu merunduk seraya menutup kepalanya takut.

Tanpa membuang kesempatan. Mars langsung menyahut modul tersebut dan pergi dari kelas itu dengan tawa yang tak bisa dipaksa berhenti.

Emang enak dikerjain?

Disela jalannya menuju kelas. Mars kembali membuka modul tersebut. Sesekali ia mengucap rasa syukur. Ia yakin kemungkinan besar tahun depan tidak akan ada kata tidak lulus untuknya.

"Mars?" Padahal suara itu terkesan sangat samar, namun karena pendengaran Mars yang terlalu tajam. Membuat cowok itu langsung berpaling dari modul tersebut.

Kini ia menatap kearah orang yang memanggil nama kebanggaannya beberapa detik lalu.

"Eh ketemu lagi."
Lagi-lagi Mars menunjukkan senyum khas andalanya jika bertemu dengan wanita yang mampu membuatnya  jatuh cinta pada pandangan pertama.

Senyuman Mars memudar ketika Venus tidak sendirian disana.

Untuk yang kedua kalinya Mars melihat Venus bersama sahabatnya yang katanya namanya adalah Langit.

"Eh juga ketemu lo lagi. Sahabat ipar." Kini mata Mars beralih menatap Langit. Kali ini senyuman yang Mars tujukan berbeda ke arah cowok itu.

Sahabat ipar?

Langit rasa percuma meladeni setiap ucapan yang Mars lontarkan.

Langit langsung menarik pergelangan Venus untuk pergi darisana namun Mars mencegahnya.

"Eh tunggu! Gue boleh pinjem Venus nggak?"

"Kalo nggak. Lo mau apa?"

Mars tersenyum miring. "Ya berarti gue harus maksa. gue tetep mau minjem Venus. Gimana dong?"

Venus bisa melihat dari ekspresi Langit, cowok itu berusaha menahan amarahnya.

"Udah. Kalian jangan kayak gini dong." Venus mulai angkat bicara. Jika di diamin nanti malah parah jadinya.

"Kamu mau bicara apa sama aku? Kalau nggak penting mending nggak usah." Ujar Venus pada Mars.

"Penting kok, penting banget malahan." Balas Mars.

Mata Venus mulai melirik ke arah Langit. Tanpa cewek itu angkat bicara, Langit mengerti maksud dari tatapan itu.

Hampir saja Venus ingin mengatakan sesuatu, namun Langit lebih dulu pergi meninggalkannya.

Alhasil Venus hanya bisa menghembuskan nafas sejenak ditempat dan menunggu kata yang ingin Mars bicarakan padanya.

Merasa aneh dengan sikap Mars yang seperti itu, membuat  Venus angkat bicara lebih dulu.

"Katanya mau ngomong penting, tapi daritadi kok malah senyum-senyum sendiri."

Mars langsung menghilangkan senyumnya ketika ekspresinya diketahui oleh Venus.

"Eh. Sorry." Mars salting seraya menggaruk tengkunya. Apa yang harus ia lakukan sekarang?

Sebenarnya tidak ada hal penting yang ingin Mars bicarakan pada Venus. Ia hanya mencari alasan agar bisa berduaan dengan cewek itu. Seperti sekarang ini.

"Mars! Kembaliin modul gue!" Suara lantang dari arah pintu luar kelas XII IPA 1 berhasil membuat Mars menoleh kearahnya.

Mars membelalak kaget ketika Yura menatapnya seperti ingin memburu.

Aduh ngapain tuh bakteri harus muncul sih? Batin Mars.

"Ngomong pentingnya kapan-kapan aja. Oke? Aku mau cari zona aman dulu. Bye Bintang kejora."

Setelah berujar. Mars langsung lari sekencang-kencangnya bagai pelari marathon tingkat desa.

Otak Venus masih loading. Kenapa Mars seperti ketakutan ketika melihat Yura? Apa cowok itu telah berbuat ulah yang sangat menjengkelkan?

Venus pikir. Hanya dirinya yang dibuat kesal setengah hidup oleh Mars, ternyata ada orang lain juga yang terkena dampaknya. mungkin lebih parah malahan.

___________________________________

Duh kenapa sih tu bakteri merusak suasana😆

MarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang