22. Curhat

10 0 0
                                    

"Jangan membenci seseorang hanya karena orang itu tidak sependapat denganmu, karena dunia tidak berevolusi padamu saja."

***

Di tengah perjalanan menuju pulang. Venus menatap pemuda didepannya dengan tatapan yang sulit dideskripsikan.

Dari arah pantulan kaca spion sebelah kiri, Venus bisa melihat Langit tidak pernah memudarkan senyumnya.

"Kayaknya hari ini ada yang lagi bahagia nih?"

Venus mulai membuka suara. Berharap laki-laki didepannya merasa jika ucapan itu ditujukan padanya.

"Iya, saking senengnya senyuman di wajah gue sulit dihilangin."

"Emang gara-gara apa?"

Langit terkekeh kecil. "Pake nanya lagi."

Otak Venus semakin dipaksa untuk berevolusi mencari penyebab timbulnya rasa kebahagiaan yang muncul di benak sahabatnya itu. Namun ia masih belum menemukan titik temunya.

Setelah berpikir dengan keras, akhirnya Venus menemukan alasannya. Apa jangan-jangan pemuda didepannya ini telah naksir sama Bulan? Atau jangan-jangan resmi berpacaran dengan Bulan?

Entahlah. Venus tidak tahu. Yang jelas ia ikut bahagia jika sahabatnya itu bahagia.

Tidak lama kemudian Langit kembali bersuara.

"Venus. Lo tau? Perasaan gue dari dulu sampai sekarang nggak pernah berubah kok."

Dahi Venus mulai berkerut. Sederet kalimat yang di katakan Langit barusan membuat otaknya kembali berpikir keras.

"Kamu ngomong apa sih?"

Namun Langit hanya membalasnya dengan senyum simpulnya.

"Ingat, anterin aku ke rumah sakit, jangan langsung pulang. Nggak sabar aku pingin lihat ibu udah sadar."

"Iya, kembaran bumi. Emang kata dokter beneran udah mulai ada pergerakan?"

"Kata dokter tadi ditelepon sih gitu."

"Syukurlah," ujar Langit dengan penuh lega.

Venus hanya tersenyum kecil. Ia juga mengucap rasa syukur dalam hatinya.

***

Di teras kolam renang rumahnya, Mars tak henti mengulum senyum memandang sosok gadis yang sengaja ia foto diam-diam dari atas balkon dua hari lalu menggunakan kamera milik sahabatnya.

"Sejak kapan kamu suka sama gadis itu?"

Mendengar suara yang tiba-tiba muncul dari arah belakang, sesegera mungkin Mars mematikan ponselnya.

Kepalanya langsung mengarah pada suara itu. Orang yang dilihatnya hanya tersenyum seraya menggelengkan kepala tidak habis pikir.

Mars langsung memaparkan senyum kecilnya ketika Danu mulai mensejajarkan tubuhnya di sampingnya.

"Bukannya kamu suka sama Yura?"

"Siapa bilang aku suka sama Yura?"

Dahi Danu mulai mengernyit, "lalu yang Ayah lihat setiap hari apa? Kamu kelihatan dekat banget sama Yura. Apa kamu cuma mau maini perasaannya?"

"Aku nggak ada niatan sedikitpun maini perasaannya, cuma ada sesuatu yang  maksa yah."

Danu tersenyum kecil seraya membuang nafasnya pelan. Anak semata wayangnya itu memang sangat sulit ditebak.

"Sesuatu apa?"

"Ayah sendiri bakal jawab apa kalau ditanya sayang sama ibu tapi nggak setia sama ibu?"

MarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang