18. di Pemakaman

6 0 0
                                    

"Orang yang baik bukan mereka yang tidak pernah berlaku buruk, tetapi adalah mereka yang tetap sabar meski dunia selalu mencacinya."

***

"Tadi itu Pacarnya Langit?" tanya Mars yang berusaha mensejajarkan tubuhnya dengan Venus.

"Kenapa nanya ke aku?"

"Kan kamu sahabatnya."

"Kalau emang pacaran beneran terus kenapa?"

"Ya nggak pa-pa sih."

"Nanti pulang sekolah sibuk nggak?" tanya Mars antusias.

"Sibuk lah. Kan kamu tau sendiri."

"Sibuk Kerja?"

Venus mengangguk santai.

"Setelah kerja?" tanya Mars sekali lagi. Berharap gadis didepannya punya waktu luang hari ini.

"Aku jenguk ibuku dirumah sakit."
Raut wajah Venus langsung beraura muram.

"Ibu kamu sakit apa?" Jarang-jarang Mars mempunyai rasa simpati pada seseorang.

"Dia koma, gara-gara kecelakaan tabrak lari tahun lalu."

Mata Venus mulai berkaca-kaca.

Melihat Venus seperti itu. Mars langsung menarik tangan cewek itu untuk duduk di kursi yang berada ditepi koridor tidak jauh dari tempat mereka berpijak.

"Kamu nggak ada niatan untuk cari orang itu?"

"Entahlah, yang paling penting sekarang, Ibuku harus cepet sadar dari komanya."

Air mata Venus langsung tumpah diiringi dengan isakan yang tidak bisa ditahan lagi.

Mars tahu. Bagaimana rasanya ada diposisi Venus. Karena Mars pernah mengalami itu. Mengalami rasa ketidakberdayaan seorang anak yang tidak terima dipisah oleh sosok yang mereka sayang yaitu ibu.

***

Sepulang dari sekolah. Venus mampir ke makam Ayahnya yang kebetulan satu arah dengan jalur pulangnya.

Didepan batu nisan yang telah usang itu. Ia menaburkan bunga disana.

Venus merasa tidak berdaya. Disaat ia merasa rindu dengan sosok sang Ayah. Venus selalu mengunjungi makam tersebut.

Setelah mengirimkan do'a. Ia mulai mencurahkan isi hatinya didepan makam tersebut, seolah sang ayah berada didepannya seraya mendengarkan semua keluh kesahnya .

"Ayah. Venus kangen. Venus nggak tau harus ngapain sekarang jika nggak ada Ayah sama Ibu disamping Venus."

Sesekali Venus mengusap air mata yang tak henti keluar dari pelupuk matanya.

"Venus sendirian yah, Ibu juga belum sadar sampai sekarang."

Venus menjeda ucapannya sejenak.

Raut sedihnya ia paksa sebisa mungkin untuk tersenyum

"Ayah tau? Sekarang Venus bisa menjadi anak mandiri, Venus nggak manja seperti dulu lagi. Ayah seneng kan?"

"Dulu Ayah pernah minta sesuatu sama Venus, Venus janji akan penuhi permintaan Ayah, untuk...-"

"Venus?"

Sebuah suara dari arah belakang membuat ucapan Venus terpenggal.

Venus langsung menoleh dimana suara itu berada.

Ternyata orang yang memanggilnya adalah...

"Kamu?"

"Eh ternyata beneran kamu?" Seperti biasa jika bertemu Venus, pemuda itu langsung tersenyum kecil. Dan itu mampu membuat gula darah siapapun yang melihatnya akan naik.

"Kamu kok ada disini?" tanya Venus dengan heran. Apakah cowok yang kini berada didepannya itu sengaja mengikutinya?

"Kamu sendiri kenapa ada disini?" tanyanya malah balik bertanya.

"Aku sedang mengunjungi makam Ayahku."

"Ayahmu sudah meninggal?"

Venus menganggukkan kepalanya pelan. "Gara-gara kecelakaan tabrak lari itu, membuat Ayahku jadi meninggal dan Ibuku koma."

Mars merenung. Ternyata ada orang lain yang mempunyai masalah jauh lebih berat daripada masalahnya.

"Mars kamu ngapain disitu!" Suara dari arah kejauhan membuat Mars dan Venus menoleh.

"Itu siapa?" Venus melihat seorang laki-laki yang tampak samar di kejauhan sana.

"Itu Ayahku."

"Kamu disini sama Ayahmu?"

Mars mengangguk sembari menatap sang Ayah malas.

Sepulang sekolah entah mendapat hidayah darimana tiba-tiba Ayahnya mengajak Mars untuk Ziarah ke makam Ibunya.

Tapi sungguh tak disangka ternyata ia bertemu Venus di tempat pemakaman itu.

"Kamu sama Ayah kamu Ziarah ke makam siapa?"

Mars hendak ingin menjawab, namun lagi-lagi ucapannya terhenti akibat ulah satu orang yang sama.

"Ayah panggil daritadi nggak dijawab, telinga kamu masih berfungsi kan?" Ujar Danu yang kini posisinya stuck disitu.

Danu bisa melihat, ternyata Mars tidak sendiri disitu. Ia memandang Venus yang begitu asing di indra penglihatannya.

"Kamu siapa?" tanya Danu pada Venus.

"Nama saya Venus," ucap Venus dengan lemah lembut seraya menundukkan kepalanya agar terkesan lebih sopan.

"Kamu kenal sama gadis ini?" Kini pertanyaan Danu dilontarkan kepada Mars.

"Kalau nggak kenal, nggak mungkin aku samperin."

"Kalian berdua punya ikatan apa?"

"Temen sekolah aja," jawab Venus spontan.

Sedangkan Mars mengernyitkan matanya tidak sependapat.

"Sekarang masih temen, tapi nanti calon istri," sahut Mars dengan cengiran lebarnya.

Mendengar itu mata Venus sontak melotot. Sedangkan Danu menggeleng tidak habis pikir.

"Maafin sikap Mars yang kurang sopan ya?"

Venus mengangguk canggung.

"Kalau kamu mau pulang bisa bareng kita. Nanti saya akan antarin kamu sampai rumah." Mendengar Ayahnya Mars yang menawarkan tumpangan pada Venus, membuat gadis itu tidak enak hati.

"Makasih pak, tapi saya masih mau disini, saya belum mau pulang."

"Yasudah kalau begitu." Danu tidak memaksa.

"Mars, Ayo pulang!"

"Aku juga masih mau disini. Nemenin Venus," ujar Mars pada Ayahnya.

Danu mengerti. Karena tidak mau dicap sebagai Ayah yang nggak peka. Danu hanya menganggukkan kepalanya dan berlalu pergi begitu saja.

Ini nih yang Mars suka dari Ayahnya. Tidak terlalu kepo dengan urusan asmaranya. Dan tidak perlu repot-repot menjelaskan secara detail tentang maksudnya.

"Kamu kok nggak ikut Ayahmu balik?"

"Karena aku pingin nemenin kamu disini."

"Aku nggak pa-pa kok disini sendirian, jadi kamu nggak perlu temenin aku."

Mars menghiraukan ucapan Venus. Ia melewati cewek itu begitu saja. Kini pandangannya beralih pada batu nisan yang tertera nama Surya Al-Hikam disana.

"Ayah kamu pasti orang baik," ucap Mars tiba-tiba.

"Alasannya?" tanya Venus penasaran.

"Ya Firasat aja."

Venus menghembuskan nafasnya.

"Ayahmu tadi juga baik."

Mendengar ucapan itu Mars hanya tersenyum hambar.

________________________________________

Kira-kira janji apa yang akan Venus tepati dari Ayahnya?

Mau nebak lagi?

MarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang