26. Alasan memilih

17 0 0
                                    

"Jika hatimu tersakiti, bukan cintamu yang patut disalahkan! Melainkan dirimu yang kurang tepat memilih."

***

"ULAT BULU!"

"Hah?!" pekik Venus disaat Mars dengan lancang menyebut nama salah satu hewan mungil nan berbulu itu dengan keras.

"Itu ada ulat bulu dirambut kamu." Telunjuk pemuda itu mengarah pada bagian rambut panjang Venus yang terurai.

Venus langsung mengganti posisi yang mulanya jongkok kini lompat-lompat ketakutan seraya mengkibaskan tangannya beberapa kali kearah belakang kepalanya.

Pasalnya mereka berdua tengah bersembunyi dibalik semak rerimbun halaman depan koridor yang sepi.

Mulanya mereka berdua tengah dikejar oleh guru kesiswaan. Karena disangka ingin bolos sekolah.

Melihat tingkah laku Venus saat ini, Mars tak lagi bisa menahan tawanya.

"Kamu kok malah ketawa? Bukannya bantu ambilin."

"Ambilin apa?"

"Ambilin ulat di rambut aku."

Mars menghentikan tawanya sejenak. Ia mulai mendekatkan tubuhnya kearah Venus. Kedua tangannya mulai terulur kearah rambut panjang gadis itu.

Venus terkejut bukan main.

Bukannya menuruti apa yang gadis itu suruh. Pemuda didepannya malah menguyel-uyel rambutnya hingga kusut tak beraturan.

Setelahnya Mars kembali mengeluarkan gelak tawanya yang menggelegar.

"Kamu apa-apaan sih!"

Venus berusaha menata kembali rambutnya namun hasilnya tak lagi sama seperti semula.

"Kamu lebih cantik kalau kayak gini tau gak."

"Ngomong aja kalau mau ngejek."

"Serius deh. Malahan nggak kalah cantiknya sama mbak kunti."

Mars berhasil menghindar ketika Venus hendak melayangkan pukulan maut kearahnya.

"Kayaknya kamu masih butuh diajarin bagaimana cara memukul target yang tepat." Pemuda itu memandang Venus remeh.

Mata Venus langsung melebar disaat Mars melontarkan ucapan absurd itu padanya.

Tak mau terlarut pada obrolan unfaeadah yang Mars ciptakan. Venus lebih memilih diam. Dengan raut wajah yang merengut.

"Kamu kenapa, mukanya kurang asupan gitu? Masih kepikiran soal tadi?"

"Ya iyalah. Gara-gara kamu kita jadi dituduh bolos sama pak Guru."

Mars menarik sebelah sudut bibirnya.
"Bukan kita tapi kamu yang dituduh, kalau aku emang niatnya mau bolos beneran."

Memang benar. Ketika pemuda itu hendak ingin pergi keluar sekolah dengan cara diam-diam memanjat pagar, bukannya berhasil keluar, tubuhnya malah tertarik kembali kedalam.

Ada sesuatu yang menarik kakinya dengan kuat. Hampir saja pemuda itu ingin melontarkan ucapan kasar pada seseorang yang telah menggagalkan aksinya tersebut.

Namun lontaran itu hanya mampu sampai diujung lidah. setelah melihat sosok dibalik badannya itu entah nyali pemuda itu langsung menghilang.

Setelahnya kesalahpahamanpun dimulai. Sang Guru Kesiswaan yang tengah berjalan dikoridor tak sengaja melihat dua muridnya itu saling berbincang didepan pagar, dan tak lama kemudian salah satu murid tersebut mulai memajat pagar.

MarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang