🎹15. 🎹

3K 278 11
                                    

Setelah Mas Lala berangkat bekerja, yang aku lakukan hanyalah merebahkan tubuh. Tubuhku lelah sekali dan sakit rasanya. Jujur aku sering kali penasaran seperti apa rasanya melakukan hubungan intim. Dan ternyata menyakitkan, dan prosesnya sama sekali tidak instan.

Lucu jika aku ingat sering kali cerita bertutur tentang sekali masuk, sakit sedikit, ngilu sebentar dan setelahnya nikmat. Nyatanya tak semua berjalan lancar, seperti aku yang bahkan harus mengalami demam dan sakit luar biasa pada area intimku. Beruntung, Mas Lala tak memaksa untuk melakukannya. Rasanya ia bisa mengerti itu. 

Hari ini rasanya harus melakukan sesuatu tak mungkin berdiam diri saja. Mungkin aku harus menyiapkannya makan siang dan makan malam untuk kami berdua.

"Masak apa ya?" Bertanya pada diri sendiri mengusir sepi atas ketiadaan siapapun di sini.

Yang aku lakukan kemudian adalah melangkahkan kaki ke dapur. Melihat apakah ada yang bisa jadikan menu untuk makan siang nanti. Saat ke luar kamar aku  melihat Mbak Ani, dia yang membersihkan rumah.

"Kata Pak Adi ibu sakit?" Mbak Ani bertanya.

"Iya Mbak, sedikit. Mbak Ani udah sarapan?" tanyaku yang berniat membuat roti bakar sebelum mulai memasak.

Ia anggukan kepala. "Sudah, tadi Pak Adi minta di siapkan sayur sop untuk Ibu Ayu, saya udah belanja bahannya. Mau dimasakin sekarang?"

"Enggak Mbak, terima kasih. Nanti biar aku aja yang masak sendiri. Mbak Ani lanjutin aja ya," kataku.

"Jangan banyak kerja Bu. Nanti Pak Adi marah lho. istirahat aja dulu." Mbak Ani melarang mungkin Mas Lala berpesan tadi.

"Kalau enggak gerak malah enggak enak Mbak. Aku ke dapur dulu ya," kataku yang kemudian melangkahkan kaki menuju dapur.

Oke,aku akanmemulai menjadi seorang istri yang harus bisa melayani suami untuk berbagai hal. Ingin mengusai banyak hal untuk membuat membuat Mas Lala menjadi betah di rumah.

Sering kali aku berpikir seperti apa Mas Lala sebenarnya. Banyak hal yang tak aku ketahui, ia seperti sebuah puzzle yang tak bisa aku pecahkan. Bahkan ketika bersama, aku banyak bertanya pada pikiranku sendiri. Aku tau menjalani peran seperti ini tak mudah. Menjadi seroang istri dalam waktu singkat dan tanpa persiapan. Sementara aku telah lama terbiasa menjadi anak bapak yang manja, takut mengecewakan.

Beranjak ke dapur kulihat sayuranyang sudah di siapkan Mbak Ani. Berada di wastafel dan sudah dibersihkan. Segera mulai memasak, sesuai dengan belanjaan yang dibeli, akan kubuat sup ayam dan juga membuat ayam goreng kremes. Semoga suamiku menyukainya.

Sangat tengah sibuk memotong sayuran, ponselku berderng. Sejak tadi aku letakan di dalam kantong celana. Sebelum menerima melihat dulu siapa nama yang tertera dan aku melihat nama Sena di sana.

"Halo?" sapaku.

"Hmm, Ndut, hari ini gue bikin nasi goreng. Mau enggak? Kalau mau gue bawa ke kampus nanti." Sena menawarkan. Dari dulu ia memang menobatkan diri sebagai pembuat nasi goreng yang handal.

"Sorry Sena, gue enggak masuk." Aku jelas merasa kecewa juga. Karena jujur saja, penasaran dengan masakan buatannya.

"Heh? Lo baru masuk sehari lho, ini mau enggak masuk?" tanyanya padaku.

"Hmm, gue sakit Sena. Kalau sehat pas--"

"Sakit apa? Di mana? Di jenguk mau? Nanti Gue bawain makanan deh, Ayu mau apa? Kemarin memang ada apa di kampus? Dikerjain ya sama Kana? Hmm, Yu?' Sena bertanya seperti kembang api yang meletup-letup dan tak bisa dihentikan.

Aku terkekeh geli dengar semua pertanyaan itu. "Sakit biasa aja, demam. Hmm, enggak mau apa- apa kok. Jangan khawatir, kayaknya ini kecapekan aja," jawabku. Tak mungkin aku mengatakan semua ini karena kegagalan malam pertamaku.

"Jangan ketawa, Sena khawatir tau!" Sena kesal dan bicara dengan nada yang menggemaskan, seperti anak kecil.

"Iya, maaf ya. Jangan khawatir. Ini cuma demam biasa kok, serius." Aku katakan lagi, karena tak ingin membuatnya khawatir.

Sena memang perhatian sekali. Dulu sewaktu masih berada di kampung ia pernah mengirimkan banyak cemilan dan vitamin yang dikirim melalui paket. Sejak dulu Sena baik padaku.  Berikan perhatian meski kami berjauhan. Sena juga suka diperhatikan. Ia sering minta ditemani saat main game sendiri, tangannya sibuk dengan komputer sementara aku menemaninya melalui video call. Sering kali berteriak dan tertawa bersama padahal aku tak mengerti sama sekali. Hanya larut dalam tawa Sena saja.

"Bener?' ia bertanya lagi memastikan.

Kepalaku mengangguk dengan spontan. "Iya Sena, besok udah masuk deh." Aku coba berikan keyakinan. Karena memang sakit ini bukan seperti yang ia pikirkan.

"Oke deh, jadi enggak mau dikirin nasi goreng juga?" tanya Sena.

Sebenarnya ingin, penasaran dengan rasa massakan yang selama inin dibanggakan oleh Sena. Hanya saa tak mungkin aku memberikan alamt rumah ini. Bahaya jika tiba-tiba Sena datang kemari. Lagi pula aku tak tau alamat lengkap apartemen ini.

"Nanti kalau lo masak lagi, dan gue kuliah mau dibawain ya?" kataku kemudian.

"Hmm, oke deh. Takut ya ketauan diangkat anak sama sultan?"

Sayangnya aku bukan diangkat menjadi anak, tapi menjadi istri dari seorang pria yang juga menjadi dosenku. Entah rekasi apa yang akan diberikan oleh Sena jika mengetahui jika aku adalah istri dari salah satu dosen di kampus.

"Enggak gitu Sena," ucapku.

"Ya udah, istirahat sana. Nanti kalau bangun tidur chat ya. Mau tau Ayu udah sehat atau belum."

"Iya," sahutku karena tak ingin membuat sahabatku itu lebih cemas lagi.

"Oke, babay. Cepet sembuh ya Mbil."

"Makasih ya Sena."

Panggilan dimatikan dan aku segera kembali dengan niatku untuk memasak. memotong sayuran yang sudah dicuci, menyiapkan bumbu untuk memarinasi ayam untuk digoreng. Semoga Mas Lala menyukai ini.

****
Assalamualaikum unruk baca lebih cepat bisa ke karyakarsa ya kak. Di sana udha up sampai bab 21.

Gimana puasanya Kaka? Lancar kah???

Si Gembil Kesayangan Pak Dosen // [MYG/BTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang