47

1.2K 201 204
                                    

Papa? Kenapa Dira memanggil Mas Lala dengan sebutan papa? Ini membuatku memikirkan kemungkinan terburuknya. Aku tau seharusnya aku bertanya tentang masalah ini. Dan salahnya, aku bahkan merasa terluka bahkan ketika belum mengetahui masalah yang sebenarnya.

"Ayu!" Suara teriakan yang aku kenal.

Aku terus berjalan, bersikap seolah tak mendengar. Lagipula, aku butuh waktu untuk menenangkan diri sebelum bisa menerima penjelasannya.

"Yu, Ayu," panggil Kana.

Aku menoleh menatap Kana. "Apa?"

"Itu pak Adi manggil lo." Kana memegangi tanganku, membuat langkah kami berdua terhenti.

"Masa sih?"

Kana terdiam menatap dengan heran. "kenapa sih? Bengong?" tanya Kana.

Aku menggelengkan kepala tak bisa menjawab yang sebenarnya. Nyatanya hidup dengan sebuah rahasia itu cukup mengganggu pikiranku. Bagaimana aku bisa bertahan dengan ini lebih lama lagi? Tapi ini juga demi kebaikan Mas Lala.

"Saya manggil kamu. Kenapa enggak berhenti?" Dosen yang juga suamiku kini berada di hadapanku. 

"Maaf saya enggak dengar." aku menjawab cepat memilih menatap ke arah lain.

"Ada yang harus saya bicarakan sama kamu. Ikut ke  ruangan saya," titahnya sambil menggenggam tanganku.

Aku melepaskan genggam tangannya dengan perlahan. Meski sebenarnya ingin ku lepas dengan keras, ingin aku memberitahunya aku kesal. Hanya saja, di sini ada Kana. Tidak mungkin aku melakukan hal seperti itu.

Ia menatap dengan tatapan kesal. Bisa-bisanya ia kesal, padahal seharusnya aku yang marah.

"Ke ruangan saya. Saya mau membahas masalah penting." Ia menahan emosi dan aku bisa mengetahui itu dengan jelas.

"Maaf Pak Adi, tapi saya ada urusan penting. Jadi saya--"

"Sekarang," katanya lagi menekankan.

"Maaf pak." Aku kemudian menggenggam tangan Kana dan berjalan meninggalkan Mas Lala. Seharusnya ia tau kalau aku membutuhkan waktu sendiri.

Mas Lala genggan tanganku. "Ini penting, kamu seolah enggak peduli. Ini demi kebaikan kamu."

"Maaf Pak, sepertinya Ayu kecapekan. Seharian ini kita banyak latihan." Kana berkata pada Mas Lala mencoba menyelamatkanku. Sepertinya ia tau kalau aku tengah malas bicara.

"Saya enggak bicara sama kamu Kana." Mas Lala ikut menumpahkan kekesalannya ke Kana.

"Maaf pak, tapi--"

Aku memotong ucapan Kana, lali melepaskan genggaman tangan suamiku lagi. "Maaf Pak, tolong kali ini. Saya mau pulang, kepala saya sakit. Permisi."

Aku dan Kana berjalan melalui lorong menuju ke tempat parkir. Sepertinya Mas Lala bisa memahami penolakan yang aku lakukan. Tidak ada pembicaraan di antara kami berdua. Aku juga sedikit tak mengerti Kana karena sejak tadi hanya diam saja. padahal biasanya ia selalu banyak bertanya.

Aku segera naik mobil Kana, setelah kami sampai di parkiran. Dia membantuku memakai sabuk pengamanan kemudian segera melajukan mobil.

Si Gembil Kesayangan Pak Dosen // [MYG/BTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang