50

1.7K 194 114
                                    

"Sayang, bangun. Mas udah masak buat kamu."

Aku membuka mata, ku tarik omonganku kemarin tentang patriarki. Ia masih mau memasak dan membersihkan rumah. Mas Lala kemudian memeluk dan kecupi pipiku.

Kupeluk dirinya dengan erat, Meski semalam ia bertingkah menyebalkan. Namun, aku selalu bisa memaafkannya. Aku sayang sekali sama Mas Lala. Hingga maafku bisa datang hanya dengan sikap manisnya seperti ini.

"Mata kamu bengkak, mau masuk kuliah enggak?"'

Aku menatapnya dengan tatapan berbinar. "Boleh enggak kuliah?"

Suamiku gelengkan kepala. "Enggak, boleh. sebentar lagi kamu berangkat."

"Iya," kataku kemudian berniat bangun dan segera mandi.

Mas lala menahan tanganku, "Semalam enggak jadi kan?"

"Memang Mas lala masih mau?" tanyaku sambil menaikkan bibir bawah.

"Aku nahan semalaman, tangan Mas juga sakit nih karena kamu bobo di tangan Mas sampai pagi tadi," katanya sambil membecik.

Aku paling tidak bisa melihatnya seperti ini. Katakan aku kini menjadi bodoh karena begitu mudah menjadi seorang pemaaf.

"Aku cuci muka dan sikat gigi dulu ya Mas. Aku enggak mau bau mulut waktu cium kamu."

Mas Lala mendekat, sementara aku memundurkan tubuh. Mas lala terkekeh melihat tingkahku. aku segera bangkit dan berjalan menuju kamar mandi. Segera mencuci muka dan menyikat gigi.

Belum selesai aku menyikat gigi, Mas Lala masuk ke dalam kamar mandi. Ia memelukku dari belakang, mengecupi leherku, aku menatapnya dari cermi.

"Aku sikat gigi dulu Mas," kataku sambil menuangkan pasta gigi pada sikat.

"Sengaja mau mainin kamu di sini," katanya sambil memeluku, tubuhnya bergoyang ke kanan dan kiri. Mas Lala juga bersenandung. Kami tertawa, ia mungkin merasa bersalah karena kejadian semalam.

"Kam cantik tau engga?" katanya sambil melepas ikat rambutku, dan genggam rambutku dengan tangannnya, lalu ia lepaskan lagi.

Aku menggeleng karena tak bisa mengatakan apapun, mulutku tersumpal sikat gigi. Tangan Mas Lala menggerayangi tubuhku. Aku berusaha menahan, dan ia melepaskan tanganku ingin lebih leluasa. Aku menyudahi kegiatanku, kemudian membalik tubuhku, ia menatap dengan senyum.

Kedua tangan Mas lala meremas dengan penuh rasa gemas. "Sesekali kamu bisa ambil kendali," katanya berbisik.

Apakah aku harus memberanikan diri? Apakah itu bisa membuatnya bahagia dan bertahan denganku saja? Apa itu bisa membuatnya lebih menyayangiku lagi.

"Sayang," sapa Mas Lala.

Aku mencium bibirnya, keberanian dari mana ini aku bahkan menjelajahi rongga mulutnya. Memainkan lamat-lamat. Lalu bahkan tanganku dengan sengaja menelusup, buat ia mendesa hebat. Aku bisa mengatur napas dengan baik meski lidah kami saling membelit dan bertautan. Tangannya juga tak tinggal diam, buat kepalaku rasanya ingin pecah karena ingin di segerakan.

"yu, Mas enggak bisa gini," katanya sambil menanggalkan pakaianku. "Balik," titahnya sambil meminta aku memutar tubuh.

Aku bisa melihatnya dari cermin besar, membuatku membungkuk dan mengaitkan rambutku pada tangannya, menjadikan tangannya sebagai ikat rambutku. Suasana semakin tak bisa aku kendalikan saat ia buat aku bergerak akibat apa yang ia lakukan. Napas kami berderu, ruangan itu mendadak saja menjadi begitu hangat hingga buat kami berkeringat. Wajahku terlihat merona, beberapa bagian tubuhku merah.

Mas Lala terus bergerak, sesekali hentikan untuk sekedar berikan kecupan. Aku yang tadinya ingin mengusai berganti menjadi pasrah pada keadaan yang terus mendesak-desak buat terengah. Sapuan tangan pada bagian belakang tubuh saja buat aku semakin menggelinjang. Mas Lala menaburkan kecupan di sana. Ia menatap dari cermin seolah apa yang kami lakukan begitu menggodanya.

"Oh Yu," desahnya.

"Ma-s," pekikku saat hasratku perlahan kemudian turun.

Mas lala tak berhenti, meraba, meremas semua bagian yang bisa ia jamah dan raba. Coba buat aku mkembali naikan hasrat saat kemudian juga ia menyesap. Buat kepalaku mendongak kebelakang. Ia melakukan semua yang ia inginkan. Membuat repon alamiah, buat aku bergairah lagi.

"Mas belum Yu," katanya terengah.

Letupan gelora semakin hebat, saat aku kembali naik hasrat. Terutama ketika stimulus terus saja diberikan. Aku membawa tangan suamiku, menuntunnya untuk membawa gairahku melaju lebih lagi.

"Argh, Yu," erangnya saat telah tuntas. "Sayang kamu Yu," katanya kemudian kecupi bibirku.

Setelah kegiatan pagi, kami mandi dan segera sarapan. Mas Lala sudah membuat sarapan nasi goreng. Ia terlihat senang sekali dengan rambutnya yang basah.

"Makan yang banyak ya?"

"Nanti kalau aku makin gendut gimana?" tanyaku.

"Enggak masalah, yang penting kamu sehat." katanya sambil kemudian menatapku lagi. "Jangan mikir gendut atau gimana. Kamu tuh udah punya mas. Mas enggak peduli gimana kamu."

Aku senang mendengr apa yang ia ucapkan. Katakan saja aku murahan karena begitu cepat melupakan apa yang ia lakukan padaku semalam. Namun,aku berharap ini akan selamanya. Jangan lagi ada amarah yang ia lakukan padaku.

"Kok kamu enggak pakai baju rapi Mas?" tanyaku karena melihat ia yang mengenakan pakaian rumah.

"Aku libur hari ini karena besok aku ke Korea. Buat urus semua di sana. Aku juga rencana mau pilih tempat yang bagus buat kalian tinggal sementara selama di sana."

"Wah enak ya,berarti aku beruntung bisa ikut ini. Kemarin juga tempat tinggal sementaranya bagus Mas?" tanyaku.

Ia gelengkan kepala. "kemarin di asrama sekolah di sana."

Aku menatap dengan heran. "Kenapa sekarang Mas mau cari yang bagis? Memang enggak boleh di asrama sana?"

Ia mencubit pipiku, kemudian hidungku. "kamu ini enggak peka banget. Ini karena ada kamu. Mas engak mau kamu susah di sana. Mau memastikan kamu nyaman."

"Uuuwwwuu baik banget suami aku," kataku sambil bertingkah manja. "Makasih ayank."

mas lala terkekeh, ia mendekat lalu mengigit pipiku.

"Sakit Mas!"

"Sukurin, kamu nakal sih."

Dan mendadak saja aku ingat kalau Mas Lala tak pernah menggunakan kondom ketika kami berhubungan.

"Mas," sapaku.

Ia menoleh menatap padaku. "Mas kamu udah beberapa kali enggak pernah pakai kondom."

"Iya kenapa?"

"Kamu bilang kan harus jaga aku supaya enggak hamil dulu selama kuliah." Aku coba mengingatkan. Kalau ia ingin aku fokus pada kuliah.

Ia menatap dengan senyum, lalu menggenggam tanganku. "Kamu siap hamil anak aku enggak?" tanyanya.

Jujur aku siap-siap saja. Namun,m jika aku mendadak hamil bagaimana dengan kuliahku? Dan itu juga pasti harus membatku berhenti kuliah. Yang lebih parahnya, rahasia yang kami tutupi harus tebongkar.

"Aku siap Mas, tapi kalau begitu rahasia hubungan kita harus dibongkar?"

Ia angukan kepala. "Iya, enggak apa-apa kamu kan memang istri aku. Anak kita juga sah, karena kita sudah nikah. Apa yang salah?"

Aku gelengkan kepala. Ya memang tak ada yang salah hanya saja aku takut dengan bagaimana tanggapan orang padanya nanti.

"Kamu enggak perlu mikir aneh aneh. Kamu berhasil bikin Mas nahan diri semalaman tetap bertahan meski marah. Kamu itu pemenangnya, mas akan coba berubah ya. Tapi semua butuh waktu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Si Gembil Kesayangan Pak Dosen // [MYG/BTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang