🎹17. 🎹

2.8K 232 23
                                    

Kami makan malam setelah gagal lagi melakukan hubungan. Jadi merasa bersalah, aku juga merasa kecewa pada diri sendiri karena tak bisa melakukannya. Tak tau apa yang slaah, atau aku terlalu lemah karena tak bisa menahan rasa sakitnya? Perempuan lain bisa memberikan keperawanannya pada suami mereka, melakukan malam pertama. Mengapa itu sulit sekali untukku? Apa yang salah?

Sejak tadi Mas Lala juga hanya diam. Pasti kecewa padaku. Sementara bibir ini juga terasa kelu, tak bisa mengatakan apapun sejak tadi. Seharusnya ada pembicaraan di meja makan ibu, dan selalu terjadi setiap hari selama aku di sini. Meski hanya sekedar basa-basi, tapi aku senang. Dengar suara berat Mas Lala yang bicara atau bertanya seadanya.

Aku melirik sambil masih menunduk. Bisa terdengar suara mulutnya yang mengunyah santap malam. Aku suka lihat ia makan lahap. Lalu saat lirikan yang entah keberapa ia melirik juga, lalu tersenyum. Mas Lala mengacak rambutku.

"Kenapa diam?" Suaranya memecah keheningan seolah oksigen kini mengisi rongga di dadaku, lega.

"Mas Lala marah?" tanyaku kemudian.

"Kenapa aku harus marah?" Ia bertanya sambil menatap, heran.

Ini berarti ia tak marah. Hanya aku saja yang ketakutan hingga merasa seperti itu.

"Karena aku enggak bisa layanin Mas."

Ia tersenyum, lalu menggeser kursinya jadi bersebelahan, pergerakannya mengikis jarak diantara kami berdua. Ia menatap dengan senyum manis, susunan gigi yang seperti anak kucing, kukit putih dan mata yang seperti bulan sabit itu bisa kulihat dengan jelas, terpana.

"Yu, aku enggak marah. Dan buat apa? Kita bisa usaha lagi kan? Kamu yang belum terbiasa. Hmm, gimana kalau kita konsultasi? Hmm? Jujur aku juga heran, karena penis aku sama sekali enggak bisa masuk ke situ," kata Mas Lala lalu melirik ke area intimku. "Seperti ada penghalang yang keras. Aku juga ngerasa sedikit kesakitan."

Mendengar permintaan itu membuat rasa takut dalam pikiran tiba-tiba saja datang. Apa memang separah itu hingga harus melakukan konsultasi?  Mengapa malam pertama saja bisa sesulit ini. Kepercayaan diri runtuh, dan kecewa pada diriku sendiri. entah sisi mana lagi yang bisa buatku sedikit percaya diri. Tidak cantik dan bahkan tak bisa melayani suami, menyebalkan.

"Jangan kecewa sama diri sendiri. Dengan Konsul bukan berarti kamu yang salah. Siapa tau aku juga punya peran atas kesalahan itu. Yu, pemeriksaan itu penting bukan unruk menyalahkan kamu, kita perlu tau bagian mana yang salah. Supaya jadi jalan keluar, ngerti 'kan?"

Larut dan jadi carut marut rasanya perasaanku ini. Setelah dengar perkataan Mas Lala yang lembut. Jika terus begini dalam hitungan detik bisa semakin tenggelam dalam pesona Pak Adidinata. Bagai dua sisi mata uang, Mas Lala seolah punya bagan tersendiri untuk sikap- sikap yang ia tunjukakan. Sulit buat aku menerka, sisi mana diri seorang Gula Adidinata sebenarnya.

"Iya mas," kataku manut.

"Libur nanti ya? Aku akan buat jadwal. Bukan Ayu aja yang cek, Mas juga. Supaya tau di mana masalahnya."

Aku anggukan kepala, perkataan Mas Lala jujur saja buat aku sedikit lega. Biasanya, setiap orang cenderung menyalahkan wanita dalam beberapa permasalahan rumah tangga. Terutama dalam kegiatan seksual. Senang ternyata Mas Lala memang cukup terbuka pikirannya. Jujur saja, itu membuat aku merasa nyaman.

Si Gembil Kesayangan Pak Dosen // [MYG/BTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang