🎹22🎹

2.6K 262 40
                                    

Aku dan Mas Lala duduk menunggu setelah pemeriksaan. Jujur saja jadi takut sekali, takut kalau ada penyakit serius. Dan entah apa itu. Kali ini aku melakukan sei konseling sebelum melakukan pemeriksaan. Banyak hal yang ditanyakan termasuk apakah aku pernah mengalami kekerasa seksual. Aku rasa tak pernah mengalami itu, hanya memang sewaktu SMA aku pernah terjatuh dan menyebabkan bagian pinggang hingga kakiku merasakan kesemutan selama beberapa hari.

Setelahnya pengecekan dilakukan temasuk apakah ada infeksi juga dokter memeriksa tulang panggul. Jujur saja ini terasa sangat tak nyaman. Hanya saja aku ingin tau apa yang terjadi.

Mas Lala menggengam tanganku, membuat aku sedikit terkejut karena sejak tadi sibuk memikirkan hasil peneriksaan. Menatap ke arah Mas Lala kemudian tersenyum, aku tak ingin ia terlalu cemas.  Saat itu dokter datang membawa sebuah map dan sepertinya itu adalah hasil pemeriksaan.

Dokter Dila berjalan kemudian duduk di kursinya. "Hasil pemeriksaan tidak ada infeksi. Dari hasil pemeriksaan sepertinya ini adalah Vaginismus."

"Vaginismus? Apa berbahaya Dok?" tanya Mas Lala.

"Ini adalah kondisi  dimana otot disekitar vagina mengencang sendiri saat penetrasi. Ini masalah disfungsi seksual. Otot vagina akan mengejang saat dapat sentuhan. Itu yang membuat tidak bisa menalkukan penetrasi karena lubang miss V tertutup. "

Oke jadi aku tau masalahnya, tapi kenapa ini terjadi padaku? Dokter bilang tak ada peneybab pasti mengapa hal ini terjadi.Karena sampai sekrang belum juga diketahui faktor yang pasti. ada karena psikoogis, tapi ia menduga kalau apa yang aku alami adalah karena trauma pada panggulku saat dulu terjatuh.

"Untuk pengobatan cukup melakukan senam kagel secara rutin dan bisa juga rutin melakukan konsultasi. Kondisinya masih bisa ditangani tanpa operasa.Bapak harus lebih lama melakukan foreplay karena itu juga bisa membantu penetrasi supaya enggak terlalu sakit."

Jujur saja penjelasan dokter cukup membuatku kecewa pada diri sendiri. Entah karena apa, seharusnya memang tak terlalu kecewa. Karena Mas Lala juga trelihat bisa menerima dengan baik.

"Jangan terlalu merasa kecewa dan sedih dan jangan memaksakan diri.  Prosesnya penyembuhn berbeda, ada yang tiga bulan, delapan bulan atau juga satu tahun."

Semakin dijelaskan aku semakin gusar dan takut. Bagaimana kalau pemulihanku berlangsung lama? Bagaimana kalau selama itu tak bisa melayani Mas Lala dengan baik? Banyak hal yang aku pikirkan dan semakin dipikirkan, makin berat rasanya.

Setelah pemeriksaan aku dan Mas Lala memutuskan untuk pulang. Aku duduk di kursi kemudi sambil menatap pada jalan. jadi malas berbicara, sejak tadi bbibirku terkunci setelah tau kenyataan yang aku alami.

"Mau makan dulu di luar?" tanya Mas Lala dan itu buat aku mneoleh.

"DI rumah aja Mas,' jawabku berusaha antusias.

Tangannya membelai rambutku. "Aku enggak kecewa sama kamu. Hmm? Jangan kecewa sama diri kamu sendiri ya?"

Ku anggukan kepala karena tak ingin membuatnya cemas juga.  Beruntung aku memiliki suami yang pengertian sepertinya. Biasanya bapak yang selalu membuatku merasa lebih baik dan kini aku memiliki Mas Lala. Aku bersyukur sekali, sering kali berpikir. Jika saja yang dijodohkan denganku bukan pria di sampingku ini, apakan orang itu bisa menerimaku sebaik dirinya?

"Makan dan nonton mau?" tawarnya lagi.

Aku mengangguk, berharap dengan kegiatan kami hari ini bisa membuat perasaanku lebih baik. "Mau mas."

Mas Lala segera melajukan mobilnya menuju sebuah mall. Perjalan yang kami lalui sekitar lima belas menit sampai akhirnya tiba di sana. Kami berdua turun kemudian melangkahkan kaki ke sebuah restoran masakan jepang.

"Suka sushi?" tanyanya.

"Suka Mas," jawabku. Aku pernah mencicipi sushi saat ke kota bersama salah satu pegawai toko kala itu. Meski rasanya aneh dan amis menurut temanku itu, tapi aku bisa menerima dan menyukainya.

Mas Lala memesan ia bertanya beberapa kali, hanya saja aku membiarkannya yang memesankan untukku. Kecuali ocha panas,  aku yang memesan sendiri karena aku tak bisa minum minuman dingin.

"Gimana kalau liburan nanti kita bulan madu? Kamu mau ke mana?" tanya Mas Lala disela waktu kami menunggu makan siang.

"Boleh, aku ikut Mas aja," jawabku.

Ia genggam tangan seraya menatap. Tatapannya lebih terasa seperti ia iba padaku dibandingkan merasakan kecewa. Jujur saja aku merasa lebih baik meski masih tersisa rasa kecewa pada diri sendiri.

"Nanti aku cari yang bisa ajarin kamu senam kegel, kita usahakan semua yang terbaik. Dan bula madu itu juga usaha. DOkter Dila bilang kalau kamu butuh spot yang nyaman kan? Siapa tau di sana akan lebih nyaman dna ya ... kita  bisa ngelakuin itu. Hmm?"

Mas Lala membujuk aku tau ia ingin aku tak terllau memikirkan masalah penyakitku tadi. Meski bisa diobati dan tak terlalu parah. Tetap saja itu mengganggu.

Aku menggenggam tangannya. "Jangan cemas ya Mas. Aku cuma butuh waktu buat menerima ini kok. Jangan cemas."

Ia kecup punggung tanganku yang kini genggam tangannya. "Iya, sayangnya Mas."

Apa?! Uhuk?! Sayangnya Mas? ya Tuhan, Ayu mimpi apa sih? Si dingin yang dulu irit ngomong mendadak manis gini. Ya ampun jantung dan pikiran rasanya sekarang enggak ada yang bisa tenang dan bergerak dengan normal, berdebar tak keruan. Pasti mukaku merah semua.

Aku yakin wajahku menjadi merah karena Mas Lala yang kemudian tersenyum. "Makan dulu ya, habis itu nonton." Aku berkata, canggung.

Kami makan seraya mengobrol ringan. Dan apa yang mas Lala lakukan membuat aku merasa jauh lebih baik. Lagipula ini masih bisa ditangani dan aku masih bisa merasakan kenikmatan dalam berhubungan. Dokter Dila mengatakan ada juga pasien yang sama sekali tak bisa merasa kenikmatan dan itu mengganggu kehidupan rumah tangga. Ada juga yang bisa melakukan penetrasi lalu merasakan sakit yang kuat biasa setelah dan sebelum berhubungan intim. Aku bersyukur karena mas Lala mau menghentikan kegiatannya setelah aku mengatakan sakit.

Kami berjalan menuju bioskop setelah selesai makan. Hari ini mall cukup ramai karena hari libur. Ini adalah pertama kalinya kami keluar bersama. Sepanjang jalan ia terus menggenggam tanganku, mirip bapak.

"Aku beli tiket, kamu duduk dan nunggu di sana," katanya sambil menunjuk salah satu kursi.

"Aku ikut Mas aja," kataku yang tak enak jika Mas Lala harus membeli tiket sendiri.

"Jangan, kamu duduk aja ya," katanya kemudian berjalan meninggalkan aku untuk membeli tiket.

Aku berjalan sesuai perintahnya, aku duduk di kursi dan menunggu. hari ini banyak anak-anak remaja yang menonton sebagian sepertinya masih sekolah menengah pertama. Sewaktu SMP sepertinya aku tak pernah jalan-jalan seperti ini karena sibuk membantu Mbah berjualan setiap pulang sekolah.

"Ayu?" sebuah sapaan terdengar, dan itu membuat aku menoleh.

Heh?! Ngapain dia ke sini juga sih?!

****

Untuk baca lebih cepat bisa ke karyakarsa ya kak terima kasih

Si Gembil Kesayangan Pak Dosen // [MYG/BTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang