🍓42.🍓

1.9K 203 78
                                    

Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, aku segera melangkahkan kaki turun menuju ruang makan. Di sana ada ayah mertua, ibu mertua dan juga nenek. Tentu saja juga ada suamiku di meja makan itu.

"Maaf terlambat," kataku sedikit membungkuk, kemudian duduk di kursi, di samping Mas Lala.

"Nggak apa-apa sayang. Tadi Adi sudah bilang, kalau kamu kecapean dan lagi kurang enak badan." Nenek buka suara, lalu mengusap-ngusap bahuku. "Kalau masih kurang enak badan, gimana kalau nanti siang kamu ke dokter? "

"Nggak apa-apa kok Nek, terima kasih. Udah enakan kok, karena agak capek aja." Aku menyahuti perkataan nenek.  Kemudian mengalihkan tatapan kepada Mas Lala yang tengah menuangkan teh manis hangat ke dalam cangkir milikku

"Kamu minum ini dulu, sebelum sarapannya datang." Dia katakan dengan penuh perhatian.

"Terima kasih Mas."

Aku bisa melihat kalau sepertinya ayah mertua, tengah memantau pergerakan Mas Lala. Heran juga sebenarnya, Kenapa dia perlu memerhatikan seperti itu? Aku bahkan bisa merasakan amarah dari tatapan matanya.

Sementara itu nenek tersenyum, sepertinya dia senang karena cucunya memberikan perhatian kepadaku. Aku bisa mengambil kesimpulan di sini, kalau ada sesuatu yang terjadi di antara suamiku dan juga ayah mertua. Entah apa masalahnya, tapi mungkin adalah tentang keberangkatan kami ke Bali.

"Jangan-jangan kamu hamil?" Itu adalah suara ibu mertuaku.

"Sepertinya nggak—eh, belum." Aku canggung karena pertanyaan seperti itu tiba-tiba saja terlontar. Bagaimana bisa aku hamil sekarang? Sementara kami baru melakukannya semalam.

"Iya, siapa tahu aja kan? Lagian kalian kan suami istri." Ibu mertuaku berkata lagi, dengan jelas memperlihatkan  rasa tidak suka padaku. Terlihat dari tataoan matanya.

Aku bisa melihat nenek hela napas. Ada oerang dingin di antara keduanya. "Ayu itu masih muda, lagian dia masih kuliah. Terus juga pernikahannya baru beberapa bulan." Nenek berusaha membelaku sepertinya dia tak senang dengan apa yang ditanyakan oleh ibu mertuaku itu.

"Saya kan cuma nanya Bu. Lagian, Mungkin aja Ayu hamil apalagi mereka sudah beberapa bulan menikah." Lagi ibu mertuaku buka suara. Mungkin saja dia mengharapkan kehadiran seorang cucu.

"Lagian mau hamil atau enggak itu juga bukan urusan kamu." Mas Lala bersuara. Aku meliriknya yang kini tengah meneguk teh manis hangat. Mas Lala itu bukan tipe orang yang bisa menyembunyikan perasaan dan mengontrol kata-kata, semua akan meluncur dari bibirnya dengan licin. Apalagi saat ia benci dan kesal dengan seseorang seperti ini.

Lagi, ayah mertuaku melirik dengan tatapan tidak suka. Aku tak tahu apa yang terjadi di antara mereka di hari sebelumnya. Biasanya aku melihat keduanya begitu dekat. Aku dulu menganggap mereka berdua punya hubungan yang hangat dan sangat dekat. Namun, semakin dekat dengan kehidupan mereka berdua, aku justru merasa ada sebuah tembok tinggi yang menjadi penghalang di antara keduanya.

"Bagaimanapun saya ini ibu kamu Adi." Amarahnya membuncah, tatapannya tajam pada suamiku.

Aku memegangi tangan Mas Lala. "Mas," bisikku meminta ia tak terlalu menanggapi.

Mas Lala tertawa kecil sambil gelengkan kepala. Suasana ruang makan benar-benar tidak kondusif. Ada sekat di mana-mana, ada tembok penghalang dan juga topeng yang dikenakan mereka semua. Ini adalah hal yang paling tidak aku sukai. Membuat aku tak tau bagaimana harus menempati diri.

Si Gembil Kesayangan Pak Dosen // [MYG/BTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang