27

2.4K 233 28
                                    

Sepulang dari kampus aku masih berada di taman belakang untuk mengobrol bersama Kana. Dia terlihat biasa saja setelah terpilih tadi, semenara aku terbebani setengah mati. Sama sekali tak menyangka kalau akan masuk dalam tim yang akan mengikuti pertukaran pelajar.

Selama aku duduk bersama Kana di sini, banyak sekali mahasiswi yang menatap dengan tatapan tak suka padaku. Sepertinya Kana memang salah satu idola di kampus. Sejak tadi aku masih belum terlalu fokus, masih memikirkan tentang perempuan tadi. Hmm, aku cemburu .... Dan kini harus mendapatkan sikap menyebalkan dari warga kampus.

"Na, bisa enggak kita cari tempat lain?"

Kana menatap dengan bingung. "Kenapa emang?" tanyanya.

"Gue enggak betah diliatin. Ya mungkin gue memang enggak pantas,  duduk sama lo dan ngobrol gini?"

Kana melihat sekitar dan ya .., memang hampir semua mahasiswi menatap dengan sinis padaku. Ia kemudian berdiri dan menggenggam tanganku. Kamu berjalan menuju tempat parkiran. Berjalan menuju mobil miliknya.

"Mau ke mana?" tanyaku.

"Ya kita cari tempat buat ngomong. Lo bilang nggak nyaman." Kana menganggukkan kepala memintaku untuk masuk ke dalam mobil.

Aku mengikuti keinginannya kemudian masuk ke dalam mobil. Kana juga berjalan masuk ke dalam mobil dan segera melaju. Sepertinya ia sedikit kesal karena protesku barusan. Namun mau bagaimana lagi, aku benar-benar merasa tak nyaman dengan tatapan para mahasiswi itu.

"Sorry Kana," ucapku tak enak.

Kana menatap dengan heran. "Buat apa?"

"Karena banyak permintaan.  Tapi gue benar-benar merasa nggak nyaman diliatin kayak gitu."

"It's oke." Kana menyahut. "Gue juga nggak bisa egois dengan memikirkan kenyamanan gue sendiri. Karena kita tim dan ini akan berlangsung cukup lama."

Mobil itu kemudian melaju ke luar kampus. Siang ini jalanan tak terlalu padat dan cukup lengang sehingga perjalanan menjadi lebih singkat. Kana menghentikan mobilnya di sebuah kafe, letaknya tak terlalu jauh dari kampus. Belum lama mobil Kana terparkir, kemudian aku melihat mobil lain yang memarkirkan tepat di sebelah mobil kami, Sena.

"Ck, lihat tuh sahabat Lo, nggak percaya banget kalau gue pergi sama lo berdua aja." Kana mengatakan itu sambil melepas sabuk pengaman miliknya.

Aku kemudian berjalan turun setelah berhasil melepas sabuk pengaman. Melihat Sena yang kini sudah berdiri di depan mobil miliknya. Sena menatap saudara kembarnya itu dengan tatapan curiga, seolahmengintrogasi Apa yang sedang terjadi.

"Kok lo ada di sini juga sih?" tanyaku setelah kini berdiri di depan Sena.

"Kalian ngapain berdua?" Sena bertanya terdengar sedikit posesif dan itu menyebalkan.

Kana berjalan mendekatiku, menggandeng tanganku, lalu kami berjalan ke dalam. Namun, belum jauh melangkah Sena mengejar dan memukul tangan Kana yang menggenggam tanganku. Dan itu membuat genggaman tangannya terlepas.

"Kita mau bicarain tugas. Lo ngapain sih?" Kana bertanya kesal.

"Ya udah kalian bicarain tugas. Gue ikut numpang makan dan minum."

Kana hela napas, aku tahu kalau saat ini dia tengah kesal atas kelakuan Sena. Tapi akhirnya ia menerima saja dan kami berjalan masuk ke dalam cafe bertiga. Mencari tempat di sudut yang bisa melihat ke arah taman belakang. kami juga memilih tempat duduk lesehan supaya lebih nyaman.

"Lo mau pesan apa?" Kana bertanya.

"Jus alpukat dan air mineral." Sena menjawab.

Kana melirik karasena dengan tatapan kesal. "Gue nggak tanya lo ya."

"Iya, itu pesanannya Ayu Coba aja tanya."

"Iya, kalau ada mau jus alpukat sama air mineral aja." Aku hampir selalu memesan jus alpukat dan juga air mineral jika berada di kafe seperti ini. Kemudian memesan kopi biasanya setelah mendekati pulang. Atau jika aku sudah menjeda waktu yang cukup lama setelah makan.

"Lo ini siapa sih? Pacarnya apa gimana?"

"Calon pacarnya Ayu." Sena menjawab.

Apa yang dikatakannya buat aku kembali teringat tentang permintaan suamiku untuk memberitahu Sena. Dan sepertinya ini adalah waktu yang tepat untuk memberitahu itu. Meski mengatakan hal yang berbeda, tapi setidaknya aku sudah memberi jarak diantara kami berdua.  "Gue itu nggak bisa pacaran sama siapapun ya. Soalnya gue udah jodohin."

Sena jelas terkejut sekali mendengar apa yang aku katakan. Dia menatap, terlihat sedih dan kecewa. Aku sengaja mengatakan itu, bukan ingin bersikap terlalu percaya diri kalau Sena menyukaiku. Tapi aku juga ingin mengikuti apa yang dikatakan Mas Lala. Setidaknya dengan ini aku sudah memberitahunya.

"Kenapa lo nggak bilang?" Sena bertanya kesal.

"Maaf Sena," ucapku.

Sena hela napas, kemudian segera bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan aku dan Kana. Aku segera ingin bangkit dari duduk sebelum tangan Kana menahanku untuk tak mengejar Sena.

"Biarin aja dia sendiri dulu. Butuh menata hati."

"Menata hati untuk apa? "

Kana menatapku dengan tatapan heran kemudian menggelengkan kepalanya. "Sena itu suka sama lo, emangnya lo nggak tahu?"

" Suka sama gue? Dia itu begitu, karena dia kecewa. Gue nggak ngasih tahu dia. Bukan karena perasaan dia ke gue." Aku mencoba mengelak karena tak mungkin Sena jatuh hati padaku.

Kana mencondongkan tubuhnya ke arahku, ia menatap dengan senyum jahil yang menyebalkan.  "Gue itu cowok. Dan gue juga ngerti lah, kalau dia suka sama lo. Coba lo pikir, mana ada cowok ngelakuin hal-hal yang nggak banget cuman karena lo sahabatnya dia. Misalnya bawain lo sarapan, nemenin lo ke kantin. Dan hal-hal kecil juga perhatian-perhatiannya dia kasih itu. Menurut lo itu semua karena dia anggap lo sahabat aja?"

Aku terdiam sejujurnya aku benar-benar tak tahu bagaimana perasaan Sena kepadaku. Tapi aku benar-benar menganggap apa yang ia lakukan itu hanya karena aku sahabatnya dan kami baru bertemu.  Dan menurutku hal itu wajah dilakukan sebagai seorang sahabat melihat perhatian Sena selama ini kepadaku.

"Udahlah kita bahas tentang masalah tim kita aja." Aku mencoba mengalihkan pikiran ini dan lebih baik membicarakan masalah pertukaran pelajar.

"Kalau gue lihat, karena kita dibentuk tim seperti ini jadi saat nanti kita pertukaran pelajar, udah pasti kita tetap akan menjadi tim satu sama lain.  Jadi, lo harus ambil kelas tambahan musik, vokal juga. Karena jangkauan ada lo rendah banget. Untuk nada dasar kayak gitu aja, lo hampir full pakai suara falset. Dan satu lagi.  jangan makan gorengan!"

Sejujurnya bagian terakhir itu cukup sulit. Mana bisa aku tak makan gorengan? Hampir setiap hari di rumah aku makan gorengan nugget, dan aneka frozen food yang memang disediakan oleh suamiku.

"Gue bisa main gitar."

"Good," sahutnya

"Kalau gue Mundur aja bisa nggak sih?" Sejujurnya aku merasa benar-benar tak siap dengan ini semua. Aku mahasiswa baru dan belum berpengalaman dengan apapun. Aku bahkan tak bersekolah di sekolah musik, benar-benar buta.

Kana menatapku dengan tatapan marah tatapannya seketika saja berubah ketika aku katakan dengan berhenti. "Ini kesempatan jarang loh. Kesempatan langka kapan lagi? lo yang anak baru tiba-tiba aja bisa masuk dalam tim yang ikut pertukaran pelajar. Orang tua lo pasti bangga. Lihat apa yang bakal mereka kasih nanti."

"Kana ...."

"Hmm?"

"Gue yatim piatu."

Uhuukkkk uhuukk Kana terbatuk sepertinya ia cukup terkejut dengan apa yang aku katakan tadi. "Sorry."

***

Yang mau baca duluan bisa ke karyakarsa ya kaka.
Terima kasih

Si Gembil Kesayangan Pak Dosen // [MYG/BTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang