24

2.2K 217 15
                                    

Pagi ini aku terbangun lebih dulu sementara Mas Lala masih terlelap. Semalaman ia terlihat kelelahan, mungkin karena masih kesal karena kejadian kemarin. Harin ini aku libur.Dan sepertinya kami akan ke rumah nenek hari ini. Namun, sebelum kami ke sana, aku akan memnyiapkan sarapan terlebih dahulu untuk kami berdua.

Setelah bangun, aku membersihkan diri dan berjalan menuju dapur. Menyiapkan bahan masakan untuk sarapan kami berdua. Aku akan memasak roti panggang yang kuisi dengan telur, daging asap, jagung, saos dan mayonaise. Semoga Mas Lala akan menyukai masakanku ini. Kemarin aku melihat menu ini menjadi salah satu menu yang viral.

Selesai memasak. Aku kembali ke kamar dan Mas Lala masih terlelap. Akan ku bangunkan untuk sarapan, duduk di sampingnya kemudian membelai lembut wajah suamiku. "Mas, bangun Yuk. Aku udah sarapan buat kita berdua."

Perlahan ia membuka mata dan tersenyum menatapku. "Pagi," sapanya.

"Pagi Mas, bangun yuk sarapan dulu. Nanti kalau mau tidur lagi enggak apa- apa Mas," kataku.

Mas Lala kemudian memelukku, erat. Entah apa yang terjadi kini aku bahkan bisa mendengar napasnya yang berat dan sesekali helaan terdengar di sana. Kecupan juga ia berikan di bahu dan tengkukku. Entah apa yang terjadi, tapi jujur saja aku merasa kalau Mas Lala, sedikit aneh  pagi ini.

"Mas kenapa? Ada apa?" tanyaku.

"Kemarin aku marah dan kesel sama kamu, sorry-- maaf." Ia kembali duduk dengan tegak dan menatapku. "Yu, aku enggak bisa kontrol emosi. Aku sedikit punya sedikit masalah untuk itu. Setiap aku marah aku suka--" ucapannya terhenti ia menatapku semakin dalam, aku bisa melihat kekhawatiran dan ketakutan dari tatapan yang ia berikan.

"Suka apa Mas?"

"Sebenarnya ada hubungan apa kamu sama Sena?" tanyanya dan tak menjawab pertanyaan yang aku ajukan.

"Teman Mas, sahabat, Sena itu bisa ngertiin aku. Dan selama ini aku cerita semua masalah sama Sena. Aku udah bilang ke Mas Lala kan?"

"Terus?" ia bertanya dan aku bisa melihat ia kesal.

"Jangan marah ya Mas," kataku. "Selama ini aku cuma punya Sena."

"Aku? enggak kamu anggap?" tanyanya.

"Kemarin- kemarin maksudnya, Mas."

"Kamu kasih tau dia tentang kita?"

Aku gelengkan kepala. "Belum, aku takut kabar itu malah nyebar."

"Takut kabar itu nyebar, atau takur kehilangan dia?"

"Mas, kok gitu sih?"Jujur saja aku merasa ia mencari gara-gara dengan memancing pembahasan tentang Sena. Kalau Memang cemburu kenapa tak katakan saja langsung?  Mas Lala benar-benar seperti anak kecil dan ini menyebalkan sekali.

"Kamu selalu nolak setiap aku tanya kapan kasih tau Sena? Kalau dia memang sahabat kamu, harusnya dia bisa menjaga rahasia hubungan kita berdua?"

Demi Tuhan! Apakah ini adalah ungkapan kekecewaan  akibat hasil pemeriksaan kemarin? Mungkin saja dia kecewa dan kini mulai mencari gara-gara?

"Sena mungkin nggak ngomong ke orang-orang. Tapi aku tahu dia itu orangnya cepat-ceplos dan itu yang bikin bahaya." Aku muak dengan pertikaian seperti ini dan pembahasan tentang Sena dan Sena lagi.

Segera bangkit dari tempat tidur aku memilih untuk kembali ke dapur dan menyantap sarapan pagi. Terserah Mas Lala mau makan atau tidak. Aku pusing, sementara aku harus memikirkan tentang terapi senam kegel ku pagi ini.

Aku bisa mendengar gerak langkahnya mengikuti. Aku juga bisa marah dan tak bisa terus dipermainkan seperti itu. Ya, mungkin anggap saja itu adalah ungkapan kecemburuan. Tapi masalah sudah terlalu tua untuk bersikap kekanakan seperti itu kan? Tangannya kemudian mencengkram tanganku menghentikan langkah kaki.

"Saya lagi ngomong sama kamu. Kenapa pergi gitu aja?"

"Aku capek terus berantem gara-gara masalah Sena. Aku ini istri kamu—"

"Iya karena kamu istri aku, aku jadi takut kamu selingkuh sama dia." Mas dalam menekankan dan kali ini ia terlihat berbeda lagi. Tatapannya dingin dengan suara yang rendah menekankan.

"Aku nggak akan selingkuh Mas." Aku mengatakan itu. Lagi pula tak ada yang tertarik pada gadis gemuk sepertiku. Seharusnya ia tak perlu khawatir seperti Itu.

Tubuhnya bergerak mendekat, mengikis jarak di antara kami berdua. Tatapan kami masih beradu, seolah masih saling mempertahankan argumen satu sama lain. Aku memang cenderung penurut, tetapi juga suka memberontak seperti ini jika menurutku sudah keterlaluan. Aku tak suka hidup dalam tekanan. Tapi dalam hal seperti ini harus ada yang mengalah bukan?

Kucoba tekan rasa egois dalam diri, ku Hela nafas dan embuskan perlahan. Tanganmu kemudian bergerak menyentuh dada Mas Lala, mengusapnya beberapa kali untuk membuatnya merasa lebih nyaman. "Mas, kita makan dulu yuk. Aku udah buat sarapan, hmm?"

Tatapannya kini berubah menjadi sedikit lebih lunak. Meski aku masih bisa melihat rahangnya yang masih mengeras tetapi ini jauh lebih baik.

"Aku biasanya nggak bisa nahan emosi, tapi kamu bisa buat aku berhenti marah." Ia mengusap pipiku, kemudian mengecupnya.

Kami berpelukan cukup lama sebelum akhirnya berjalan menuju meja makan. Aku melayani seperti biasanya mengambilkan Mas Lala nasi dan juga lauk yang telah kubuat. Ia hanya diam dan aku juga tak ingin mengatakan apapun, malas jika ini akan berakhir dengan pertengkaran lagi.  Sejujurnya aku ingin bertanya gangguan emosi semacam apa yang ia alami?

"Kamu nanti senam kegel sama apa lagi?" tanya Mas Lala.

"Dilatasi Mas,"jawabku.

"Mau dibantu?" tanyanya dengan senyum menggoda.

Aku meliriknya, dan bisa melihatnya yang tersenyum jahil. "Kalau sama mas yang ada aku fokus sama kamu."

"Bagus kan kalau kayak gitu? Aku juga mau coba masukin," katanya dengan nada bicara yang menyebalkan. Senang juga sih karena ia sudah jauh lebih baik.

Dilatasi adalah proses mamasukan sebuah alat berbentuk lonjong dan panjang ke dalam lubang vaginaku. Seperti sebuah metode membuat miss V terbiasa. Aku memulai dari nomor 1 alat yang paling kecil, karena lubang intimku yang kecil.  Dan proses dilatasi ini beragam. Ada yang bisa menjalani secara singkat sekitar satu atau dua minggu ada juga yang menjalani selama enam bulan.

Dokter mengatakan kalau aku beruntung karena suamiku cukup aware salam hal ini. Banyak wanita yang mengidap vaginismus bahkan takut memeriksakan diri mereka. Masih bertahan dengan stigma kalau mereka terlalu takut,  tidak relax, padahal mau sesantai apapun memang miss v akan sulit untuk ditembus oleh penis.

Sebagai perempuan hal ini pasti membuat merasa stres. Aku juga mengalami itu, karena merasa tak bisa memuaskan suami. Dan hal itu juga yang merusak hubungan. Hal yang aku ketahui adalah, Mas Lala pasti sudah pernah melakukan hubungan entah dengan siapa. Ia peka padaku karena merasakan perbedaan itu. Ada sedikit rasa cemburu. Meski mungkin ini keterlaluan dan seharusnya aku tak boleh marah kan? Karena pasti itu berlangsung sebelum kami menikah.

"Mas?"

"Ya?"

"Hmm, kamu pernah pacaran sebelumnya?"

'Nenek ngelarang aku pacaran. Karena sejak kecil dia bilang aku udah punya istri."

"Kalau tidur sama perempuan?"

Si Gembil Kesayangan Pak Dosen // [MYG/BTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang