🎹31🎹

2.2K 221 23
                                    

"Kenapa sih lo pakai ngomong ke Pak Bambang segala?" cecarku pada Sena.

Tadi pak Bambang memintaku untuk menyanyikan tembang jawa. Dia bilang kalau ada yang memberitahu kalau aku bisa 'nembang' dan aku yakin pelakunya adalah Sena yang mengatakan itu. Lagipula tak ada yang tau selain sahabatku itu.

"Demi ya Yu, gue enggak bilang Pak Bambang." Sena terlihat ketakutan karenaku.

"Terus dia tau darimana sih?" tanyaku lagi.

Bukan apa-apa, tampil bersama Kuki saja sudah merasa tak percaya diri. Apalagi ini tampil sendirian. Ah, apa lagi sih ini? Kenapa mereka enggak cari aja seseorang yang lebih kompeten dalam hal ini, merasa ini belum pantas untuk aku lakukan.

"Kenapa sih? Kenapa lo enggak pede gitu?Jujur waktu lo nyanyi tadi bagus banget. Gue malah mikir kampus nerima lo karena kemampuan lo nembang tadi." Kini Kana yang bicara padaku.

"Enggak kok Na, gue enggak masuk sini karena itu."

"Yu, kalau lo terus enggak pede gitu lo enggak akan pernah maju. Kenapa? Lo malu karena lo gendut? Lo kan punya kemampuan. Lo punya kemampuan menyampaikan lagu dengan baik, itu alasan kenapa kemarin kita bisa dapat nilai A. Lo mau biarin anak-anak yang natap dengan tatapan ga suka itu,  tetap memprelakukan lo dengan sama? Jangan lah, ayo mereka jual, lo beli. Lo harus buktiin," kata Kana.

Aku tahu memang apa yang dikatakan Kana itu ada benarnya. Seharusnya aku tidak menyerah, apalagi selama ini terlihat kalau banyak mahasiswa yang memandangku remeh. Bahkan ketika aku terpilih pun Mereka terlihat tak suka. Ketika kami berkumpul tak ada yang mengajakku bicara hanya Sena atau Kana saja. Ya tapi, saja aku masih tak percaya diri, apalagi ini harus tampil sendiri.

"Tetep aja gue nggak pede."

"Kali ini gua dukung apa yang dibilang sama Sukana. Aw—" Sena terhenti karena karena memukul bahunya dengan cukup keras.

"Bisa nggak sih lo manggil nama gue yang bener?"

Mendengar teguran dari saudara kembarnya Sena nyengir dia sepertinya memang suka memanggil Kana seperti itu. "Pokoknya kali ini gue 100% setuju dengan apa yang dibilang sama Kana. Lagian Apa sih yang buat lo malu? Badan emang Gemoy, tapi lo itu cantik, lo bisa main gitar, lo bisa main keyboard, lo bisa sedikit main drum, lo bisa nyanyi, lo bisa masak, apa lagi?"

Sena mencoba membangun rasa percaya diriku. akan tetapi tetap saja Rasanya aneh sekali kalau aku harus tampil seorang diri nanti.

"Pokoknya gue percaya kalau lu pasti bisa. Suara lo emang rendah, alto. Tapi lo kan biasa nembang Jawa, Jadi lo punya suara falseto yang bagus dan kuat. Jadi gue rasa itu bukan masalah tentang nada tinggi, tapi kepercayaan diri lo aja." Kana menyemangati lagi dan aku rasa Dia memang pantas untuk jadi seorang motivator.. karena apa yang katakan benar dan aku rasa aku memang harus percaya diri.

"Kalau gitu gue coba." Akhirnya aku mengalah dan mencoba meyakinkan diri untuk bisa mengikuti semua kegiatan pertukaran mahasiswa itu dengan baik.

Setelah pembicaraan dan kedua orang itu memotivasi, aku kembali dengan aktivitas di kampus. Mengikuti kegiatan pengajaran seperti biasa sebelum nanti akan berlatih bersama  Kana. Kami akan mempelajari beberapa lagu yang tadi diberikan oleh Pak Bambang. Dia meminta kami berdua untuk berlatih lagu itu karena kemungkinan akan dinyanyikan nanti ketika kami berada di Jepang atau Amerika.

Ketika kelasku selesai, aku segera berjalan ke ruang musik. Tempat aku dan Kana saling berjanji ketemu untuk berlatih bersama. Sebelum masuk ke dalam ruangan aku makan bisa mendengar suara piano yang berdenting. Sepertinya Kana yang memainkan piano itu. Ketika ku buka pintu benar dia sedang bermain piano. Bermain dengan sangat serius sampai tak tahu kalau aku sudah ada tempat di sampingnya. Ketika matanya terbuka dia menoleh ke samping sedikit terkejut ketika melihatku.

"Kok enggak nyapa?"

"Gue lagi nikmatin." Aku kemudian duduk di sampingnya.

Kana terlihat beberapa kali Hela nafas. Aku bisa melihat kalau dia sedikit tak baik berbeda dengan tadi pagi.

"Ada sesuatu yang terjadi ya? Atau lo mau latihan kita ditunda? Lo sakit ya?" Jujur saja melihat Kana yang seperti ini aku menjadi cemas.

"Jadi orang jangan terlalu care."

"Emangnya kenapa? Lo kan temen gue. Jadi gue pastilah harus perhatian sama temen gue sendiri."

Kana menatapku, sambil perlahan wajahnya mendekat, menatap dengan semakin lekat. Sejujurnya bingung mengapa tiba-tiba dia memperhatikan seperti ini. Sepertinya ada sesuatu yang ditanyakan?

"Gue baru tahu kalau lo punya mata yang cantik, bulu mata yang lentik, kalau alis lo ditato ya?"

Aku menggeleng dengan cepat. Kemudian mengusap-ngusap alisku yang memang sudah terbentuk sejak lahir.  "Ini emang bentuknya kayak gini dari lahir, jadi gue nggak pernah pakai pensil alis terlalu tebal."

"Zodiak lo apa sih?"

"Pisces."

"Ah, kalau udah sayang sama orang bakal sayang banget ya? Lo sayang nggak sama tunangan lo?"

Jujur saja aku merasa Kana sedikit aneh karena tiba-tiba membahas pembicaraan pribadi seperti ini. "Kenapa lo tiba-tiba tanya kayak gini?"

"Nggak tahu kenapa tapi gue kayak pengen merhatiin lo aja." Kana menjawab kemudian ia mengalihkan pandangannya kembali menatap pada piano.

"Iya, pasti kan ada alasannya. Kenapa?"

"Karena kamu cantik Dan hatimu baik." Kana malah bernyanyi dan jujur saja ketika mendengar itu aku malah merasa dia meledek tidak bermaksud untuk memuji.

"Udah deh, mendingan kita fokus aja sama latihan. Supaya nanti semua bisa berjalan dengan baik waktu kita berangkat."

Kana anggukan kepala. "Yu?"

"Hmm?"

"Pernah pacaran enggak?"

"Enggak," jawabku.

Kana menatapku lagi, wajahnya mendekat. Membuat wajahnya dekat sekali hingga aku bisa merasakan embus napasnya. Aku tak bergeming dan tetap diam pada posisiku.

"Lo udah biasa ya sedekat ini sama tunangan lo?" Kana bertanya.

Jujur saja andai Kana tahu pasti dia akan terkejut. Aku bukan hanya sudah sedekat Itu bahkan lebih dekat dan dekat lagi jauh lebih intim dari apa yang dia pikirkan. Namun Tentu saja aku tak bisa memberitahu itu.

"Kana Lo kenapa sih?"

"Gue sengaja mau godain Lo. soalnya gue gemes Kalau ngelihat lo. Boleh cubit pipinya ga sih?"

"Enggak!"

"Ulu, ulu, ngambek."

"Kana nyebelin banget sih!" Aku kesal kemudian memukul-mukul bahu Kana dengan kesal.

"Hahahah, bocil gemes banget." Kana meledek lagi.

Sebel banget ternyata kembaran itu emang sama saja.

Si Gembil Kesayangan Pak Dosen // [MYG/BTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang