🎹23🎹

2.4K 246 27
                                    

"Sena?"

"Sama Kana juga." Sena menjawab sambil nyengir. Jujur saja saat ini Sena terlihat senang sekali, tapi justru saat ini aku telah ketakutan setengah mati.

Saat itu terlihat seorang wanita paruh baya berjalan bersama Kana. Aku tahu wanita itu adalah tante melati, kami beberapa kali mengobrol melalui sambungan telepon ketika aku tengah melakukan panggilan bersama dengan Sena.

Keduanya berjalan mendekat kemudian mereka berdiri tepat di depanku kini. Dengan cepat aku segera mencium tangan Tante Melati. Ia masih menatapku dengan tatapan bingung. mungkin berpikir Siapa gadis gemuk yang kini berada di hadapannya?

" Ini Ayu Mam," kata Sena memperkenalkan diriku dan terlihat Tante Melati baru menyadari.

"Ya ampun! Ini Ayu? Tante baru dengar kalau kamu tuh kuliah sama kayak Sena dan juga Kana. Aslinya cantik ya? Kamu cantik banget." Tante Melati memuji dan aku tak tahu ini apakah sebuah basa-basi atau ia sengaja mencoba membuat aku merasa senang. Jujur sepertinya baru kali ini ada orang yang memujiku di pertemuan kami pertama kali.

"Percuma cantik kalau gendut." Kana mengatakan itu tanpa melirik ke arahku.

Tangan tante Mel memukul pundak putranya. "Sekarang itu yang penting cari perempuan yang pengertian dan baik. Cantik, kurus, gemuk itu nomor kesekian. Yang penting gimana sikap diake kita. Kamu nggak boleh ngeledekin orang kayak gitu Kana." Tante Mel menasihati putranya. Senang sekali mendengarnya setidaknya ada orang yang berani menegur Kana.

"Terima kasih tante."

"Pak Adi?" Tante Melati menyapa, mas Lala yang kini berdiri di belakangku.

"Ibu Melati ke sini sama anak-anak?" Suamiku mencoba bersikap tenang sementara aku semakin was-was. Situasi seperti ini sama sekali tidak aku bayangkan.

"Iya, kebetulan tadi anak-anaknya mau ngajak nonton Pak."

"Pak Adi di sini nonton juga?" Kana bertanya.

"Ah, enggak. Hari ini saya ada bimbingan sama Ayu. Catatan kemarin masih ada beberapa yang salah, jadi saya minta dia untuk ketemu sekalian beli beberapa buku yang dibutuhkan."

Perasaanku menjadi lega, batu yang tadi menimpa dadaku seolah terlepas begitu saja setelah mendengar jawaban yang diberikan oleh Mas Lala. Aku menatapnya sesekali terlihat biasa saja. Pandai sekali bermain peran.

"Ini Ayu temennya sena Pak. Udah lama sahabatan, tapi enggak pernah ketemu. Tau-tau satu kampus."Tante Mel kemudian menatap padaku. "Kamu sengaja kejar Sena sampai sini ya?"

Dengan segera aku mengayunkan tangaku menolak apa yang dikatakan oleh Tante Mel. "Enggak kok Tant," elakku.

Mas Lala tersenyum pada tante Mel, "Kamu ngikutin Sena, Yu?" tanyanya padaku.

Aku gelengkan kepala sebagai jawaban.

"Mau nonton bareng Yu?" tanya Sena.

"Kan gue ada bimbingan Sena?" Aku mencoba mengingatkan.

"Ah, iya. Kapan-kapan ya? Nonton sama Sena sama mama juga. Enggak usah sama Kana, resek dia." Sena meminta dan aku bisa melihat Kana yang tertawa meremehkan.

"Iya oke," jawabku.

"Kalau gitu kita bisa ke toko buku sekarang kan?" tanya Mas Lala padaku.

"Iya, bisa Pak. Permisi ya Tante, Sena gue bimbingan dulu." pamitku kemudian mencium tangan Tante Mel. Ia juga mengecup kedua pipiku.

"Gue enggak lo pamitin?" tanya Kana judes.

Aku melirik dan menunjukkan senyumanku yang penuh keterpaksaan. "Babay, Kana!"

"Permisi ya Bu Melati," pamit Mas Lala kemudian melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu.

Aku segera berjalan mengikuti. Senang bisa melepaskan diri dari Kana. Bukan aku tak mau bertemu Kana dan Tante Mel. Hanya saja, situasinya yang tidak tepat. Aku tak bisa melakukan apapun karena tengah bersama dengan Mas Lala.

KIni ia berjalan di depan tanpa menoleh sama sekali. Mungkin kesal karenba kami batal menonton. Aku juga tak bisa bertanya, takut karena gestur tubuhnya yang berbeda dan terlihat tak nyaman.

Kami terus berjalan ke luar, kemudian menuju mobil dan kini aku bisa melihat wajahnya yang sama sekali tak tersenyum. Jadi merasa bersalah. Haruskah aku minta maaf?

"Mas?"

"Pakai sabuk pengamannya," katanya tegas.

Aku menggunakan sabuk pengaman, Dan kini aku putuskan tak bertanya. Takut kalau ia sudah bersikap dingin seperti ini. Setelah aku memakai sabuk pengaman, mobil itu segera melaju. Dan ya, masih tak ada pembicaraan apapun diantara kami berdua. Jujur saja ini membuatku benar-benar merasa takut.

"Mas," panggilku lagi.

"Kamu nanti turun ya. Aku turunin kamu di depan apartemen, Aku mau ke suatu tempat dulu ada kerjaan yang harus diurus." Mas Lala berkata bahkan tanpa menatap kepadaku.

"Iya mas," sahutku.

Nah setelahnya mobil kami benar-benar melaju dengan keadaan hening. Tak ada pembicaraan, tak ada juga musik yang diputar hanya suara-suara mobil lain dari luar yang menemani. Mobil Mas Lala terhenti tepat di depan gedung apartemen. Dan seperti apa yang ia katakan aku segera berjalan turun. Setelah aku turun mobil itu segera melaju meninggalkan.

Aku tak bisa melakukan apapun, ataupun bertanya, sementara aku juga tak tahu entah salahku di mana? Karena jelas kehadiran Sena dan juga Kana bukan karena kesengajaan.

Aku segera melangkahkan kaki untuk masuk ke apartemen. Rasanya sepi sekali tak ada orang di sini. Yang aku lakukan kemudian adalah segenap bergegas mandi, memasak untuk makan malam dan setelahnya mengerjakan tugas di ruang tengah.

Malam ini jadi benar-benar sepi biasanya ada orang yang aku ajak berbicara, Mas Lala. Kini hanya sendiri. Aku bahkan tak bisa membalas pesan dari Sena. Aku tahu tak seharusnya marah pada Sena, tapi tetap saja aku merasa kesal pada sahabatku itu.

Rasakan untuk menjalani sudah pukul 11.00 malam tapi Mas Lala juga belum pulang. Aku tak tahu dia berada di mana saat ini. Padahal malam ini hujan dan aku takut petir. Aku menyalakan musik keras, menggunakan earphone agar suara petir itu tak mengganggu pendengaran. Sampai akhirnya aku terlelap di ruang tengah.

Aku terbangun saat merasakan embusan napas di depan wajah. Kini bisa melihat suamiku tetap di depan wajahku. Tangannya kemudian membelai rambutku.

"Kamu udah pulang mas?"

"Kenapa bangun sih? Aku baru mau cium kamu."  Ia mengatakan itu sambil tersenyum dan menatapku.

Kali ini berbeda lagi, sikapnya berubah lagi. Kini jadi sangat manis dan hangat. Aku membelai wajah Mas Lala, kemudian mengecup bibirnya singkat. Saat ku lepaskan kecupan, aku bisa melihatnya yang memejamkan mata. Kemudian terbuka masih menatapku. 

"Mas jangan marah ya?"

"Tidur di kamar aja yuk. Hari ini aku capek."

Kami berjalan ke kamar setelah aku menganggukkan kepala. Dan segera terlelap setelah merebahkan tubuh di tempat tidur. Jujur penasaran sekali dengan sikap suamiku yang berubah-ubah. Hanya saja aku terlalu mengantuk untuk sekedar bertanya.

Si Gembil Kesayangan Pak Dosen // [MYG/BTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang