SATU

2.1K 60 2
                                    

BANGUN cepat adalah bukan kebiasaan oleh seorang Nita Haswari. Tapi keadaanlah yang mengharuskannya melakukan itu. Dan untung saja selama MOS berjalan ia akan tinggal di rumah sepupunya, Shana. Jadi ia tidak harus sepot-repot bangun sendiri yang nantinya akan membuatnya terlambat ke sekolah.

Jika kalian bertanya ibunya kemana? Ada kok. Tapi terkadang Nita malas jika harus dibangunkan dengan suara besar ibunya. Bahkan nyaris terdengar kasar. Gadis itu sering berfikir 'apakah ibunya tidak bisa selembut ibu Shana?'.

Oke kembali ke topik.

Ini adalah hari pertama mos di sekolah yang akan menemani hari-harinya tiga tahun ke depan. Semoga gue betah!

Jam sudah menujukkan pukul enam pagi. Dan ia sudah berada di sekolah yang suasananya masih terbilang horror. Gadis itu merasa bimbang untuk masuk kesana. Apalagi ruangannya berada di dekat kamar mandi yang kata orang-orang sedikit angker disana. Hiiiiiiii.

Mengesampingkan rasa takutnya, Nita berjalan menuju ruangannya berada. Dan yang benar saja, ternyata ruangannya sudah banyak penghuninya. Bahkan kakak pembinanya sudah duduk di dekat papan tulis. Bukan dia yang terlalu cepat, tapi dia sendiri yang terlambat. Sial!

Saat kakinya sudah mencapai pintu, suara yang berasal dari arah belakang menghentikan langkahnya seketika.

"Lo denger kan kemarin waktu pra-mos lo di suruh pakai baju warna apa?" tanyanya.

Nita menoleh kebelakang, mendapati seorang cowok yang sedang meneliti pakaiannya dari atas sampai bawah.

'Ganteng banget' pujinya dalam hati.

Nita mengangguk, mengiyakan pertanyaan dari cowok itu.

"Trus lo pakai baju warna apa?" tanyanya lagi.

"Orange," jawab Nita dengan tatapan yang masih tenggelam pada cowok itu.

"Lo gak buta warna kan?"

Nita menggeleng.

"Berarti lo bisa bedain mana warna orange mana yang bukan,"

Nita meneliti kembali penampilannya. Terutama bajunya. Maksud senior ini apa sih? Dari tadi pertanyaannya warna baju terus. Padahal Nita sudah dengan jelas memakai baju warna orange.

"Maksud kakak apa yah?" tanya Nita binggung.

Cowok itu berdecih. "Lain kali kalau lo gak bisa bedain warna, yah tanya teman lo. Jangan sampai lo salah kostum kayak gini. Udah sana lo masuk!" titahnya sambil meninggalkan Nita dengan perasaan campur aduk.

Setiap gugus memang harus memakai baju dengan warna yang sudah ditentukan oleh para anggota osis. Dan gugus empat mendapat giliran memakai baju berwarna orange. Gugus yang merupakan tempat Nita berada.

Nita melanjutkan langkahnya masuk ke ruangan. Dan duduk di sebelah temannya yang ia ketahui namanya adalah Putri. Gadis cerewet, manis, punya body bagus, fashionable, dan sepertinya berasal dari keluarga kaya.

Beda dengan dirinya. Yang hanya memakai pakaian serba sederhana.

"Ta, lo lama banget sih. Untung lo gak di hukum," ucap Putri dengan suara cemprengnya.

"Gue tadi di hadang sama senior. Makanya agak lama," jawabnya seraya mengeluarkan ponsel nokia nya.

"Serius? Tapi lo gak di apa-apain kan?"

"Nggak. Gue cuma di tanyain gue buta warna atau gak"

"Maksudnya?"

"Yah katanya gue gak pakai baju warna orange. Padahal kan gue udah pakai. Dia kali yang buta warna,"

Putri hanya berohria. "Tapi emang baju lo bukan warna orange sih. Lebih tepatnya orange muda." jujurnya. "Liat nih baju gue, warna orangenya kelewatan. Sampai-sampai mata gue sakit kalau liat nih baju."

"Yang penting kan warna orange."

"Serah lo deh," Putri kembali memainkan ponselnya.

Tak lama kemudian, seorang cowok masuk ke ruangan gugus empat dengan jaket osis yang melekat di tubuhnya.

Mata Nita sontak melebar saat mengetahui siapa cowok itu. Bahkan gadis itu sudah gemetaran.

Putri yang menyadari gerak-gerik Nita langsung mengernyit heran. "Lo kenapa?" tanyanya.

"Itu cowok yang nge hadang gue pas mau masuk kelas." cicitnya sambil menunjuk ke arah cowok yang sedang berbicara dengan seorang wanita yang merupakan kakak pembinanya juga.

"Ohh itu. Kalau itusih gue kenal. Namanya kak Faaz. Dia kakak dari sahabat gue. Plus pacarnya kak Asma," jelasnya.

Deg.

"Kak Asma yang itu?" tanyanya seraya menunjuk gadis yang sedari tadi bicara dengan Faaz. Pantesan akrab.

"Yup."

Ini sih namanya mundur sebelum berjuang!

"Perhatian semuanya!" intruksi Faaz agar semua siswa hanya fokus pada penjelasannya.

"Kami selaku pembina di gugus empat sangat berterima kasih karena kalian sudah mematuhi segala arahan yang telah kami berikan. Di hari pertama mos ini saya cukup apresiasi karena tidak ada satupun aturan yang di langgar oleh kalian. Dan untuk besok, yaitu hari kedua mos, kalian di wajibkan memakai seragam sekolah putih abu-abu dengan atribut yang telah kami suruhkan waktu pra-mos kemarin. Dan untuk tugas selanjutnya, kalian semua harus membuat surat cinta lalu berikan kepada senior kalian. Terserah kalian mau kasih ke siapa. Mau ke kelas sebelas atau kelas dua gelas, terserah kalian. Dan besok, surat itu harus kalian berikan kepada senior kalian. Mengerti?" tuturnya panjang lebar.

"MENGERTI KAK," jawab semua siswa-siswi gugus empat serempak.

"Baiklah kalau begitu. Bagi yang ingin istirahat, silahkan." ucapnya seraya meninggalkan kelas. Tak lupa cowok itu berpamitan pada PACARNYA.

Menyebalkan!

Sedangkan di arah bangku paling belakang, Nita sedari tadi bergelut dengan fikirannya. Saat Faaz mengatakan bahwa seluruh siswa di gugus ini diwajibkan membuat surat Cinta, entah kenapa fikiran Nita langsung melayang kemana-mana. Bukan karena ia bingung untuk membuat surat cinta, bukan. Tapi kepada siapa surat cinta itu ia berikan. Sedangkan senior cowok yang ia kenal baik hanyalah Faaz, itupun baru hari ini. Yakali Nita harus memberikan surat Cinta itu pada senior ceweknya. Gue masih normal kali cyinn!

Dan yang lebih tidak memungkinkan lagi adalah, masa iya Nita harus memberikan surat Cinta itu pada Faaz? Apa kata pacarnya nanti?

Ah entahlah. Sepertinya ia harus bertanya pada Shana selepas pulang sekolah nanti.


Pasti Shana juga dapat tugas ginian. Gue tanya dia aja ah. Siapa tau tuh manusia satu bisa bantu gue.










GIMANA UNTUK PART SATU?
JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT YAH.
HANYA UNTUK SEKEDAR MENGHARGAI TULISAN INI KOK.
SEBELUMNYA, TERIMA KASIH.

CINTA SENDIRIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang