LIMA

656 24 0
                                    

Sepanjang upacara bendera berlangsung, yang Nita lakukan hanya menunduk dan sesekali menatap ke kanan dan ke depan. Gadis itu tidak berani menoleh ke  kiri. Takut jika dia harus melihat siapa yang sedang berdiri tepat di samping kirinya. Bahkan dari empat puluh menit yang lalu, saat jantungnya mulai berdetak tak karuan, hingga sekarang belum bisa berhenti entah kenapa. Dan upacara sebentar lagi akan berakhir.

Gadis itu bahkan tak menghiraukan pertanyaan dari orang disebelahnya beberapa menit yang lalu. Dia hanya menganggapnya seperti angin lalu. Sampai suara itu kembali terdengar di kedua telinga milik Nita.

"Nggak nyangka yah, kita bakal satu sekolah," ujar orang itu.

Tidak ada sahutan dari Nita. Gadis itu menutup mulutnya sangat amat rapat.

"Eh Nab, lo sekolah disini juga? Bukannya lo di sekolah sebelah?" tanya orang itu pada Nabila yang sedang berdiri tepat di belakang Nita.

"Sebenarnya gue udah masuk disana. Tapi setelah gue dengar kalau gue juga lulus disini, yah gue kabur kesini deh." kata Nabila menjelaskan.

"Kenapa gitu?"

"Disana sekolahnya kampungan, Rul. Gue nggak betah,"

Yah, orang yang sedang berdiri di samping Nita adalah Arul. Mantannya.

Setelah percakapan Arul dan Nabila berakhir, upacara pun akhirnya berakhir juga. Sekuat tenaga Nita menerobos orang-orang yang berjalan memenuhi lapangan. Tujuannya cuma satu. Tidak mau bertemu dengan Arul.

Bagaimana bisa takdir mempertemukan mereka kembali?

Setelah gadis itu sampai di kelasnya, dia buru-buru duduk di kursinya sambil mengatur degup jantungnya yang seperti sedang lari maraton.

Nabila juga menyusul. Gadis itu bahkan sudah duduk di dekat Nita.

"Lo kenapa ninggalin gue sih?" tanya Nabila kesal.

"Lo nggak liat siapa yang ada di samping gue?" tanya Nita balik.

"Arul? Lo takut sama Arul?" kata Nabila memastikan. "Atau jangan-jangan lo masih suka sama Arul? Iya?"

Nabila menatap curiga ke sahabatnya itu. Sedangkan Nita tidak menjawab. Menutup mulutnya rapat-rapat.

"Astaga Nita. Kita ini udah SMA loh. Yakali lo masih gagal move on sama Arul," Nabila tertawa mengejek.

"Dia Cinta pertama gue kalau lo lupa!"

"Trus gue? Gue juga bisa tuh lupain Cinta pertama gue."

"Semua orang beda-beda kali, Nab!"

"Iya deh terserah lo!"

Perdebatan kedua gadis itu terhenti ketika seorang guru wanita memasuki kelasnya dan memperkenalkan dirinya bahwa beliau yang akan menjadi wali kelas di kelas X. Bahasa. Beliau pun mengucapkan selamat datang kepada murid-murid baru dan menjelaskan beberapa teori yang akan di bahas di hari berikutnya. Dan karena ini adalah hari pertama, bu Marni hanya menjelaskan itu saja. Setelah itu beliau keluar dan pergi entah kemana.

Sepeninggal bu Marni, kelas kembali menjadi riuh karena semuanya sibuk memperkenalkan diri satu sama lain. Dan berhubung kelas Nita adalah bekas ruang sanggar seni, jadi yah berantakan. Bahkan ada meja persegi panjang yang bisa membuat delapan orang yang berada di tengah-tengah kelas. Dan meja itu diisi oleh Nita, Nabila, dan enam murid perempuan lainnya. Sedangkan di setiap sudut ruangan terdapat meja terpisah yang dihuni oleh beberapa laki-laki dan juga perempuan.

Nita dan Nabila sudah asyik mengobrol dengan teman barunya. Bahkan sudah berselfie ria dengan berbagai macam gaya. Macam anak jaman sekarang.

*****

Di perjalanan pulang, lebih tepatnya di atas angkot, ponsel Nita berbunyi tanda ada pesan yang masuk. Gadis itu lalu mengambil ponselnya dan menyudahi obrolannya dengan Shana dan Wahdah. Keningnya berkerut, siapa yang mengiriminya pesan?

+6285364821xxx: Hai.

Nita: Siapa?

Setelah membalas pesan yang entah dari siapa, Nita kembali menyimpan ponselnya kembali. Lalu melanjutkan pembicaraannya yang tertunda dengan kedua temannya tadi.

*****

"Aduhhh. Capek banget hari ini." Nita menghempaskan tubuhnya ke ranjang kayu miliknya.

"Aww. Nasib punya ranjang kayak batu. Bukannya bikin nyaman, ini malah bikin badan gue sakit semua." Gadis itu menggerutu sendirian meski pada akhirnya dia juga tidur di ranjang miliknya lalu memainkan ponselnya.

"Ini siapa sih yang sms gue? Perasaan gue nggak pernah deh ngasih nomor ke orang lain hari ini," tanyanya pada dirinya sendiri.

+6285364821xxx: Ini Nita kan?

Nita: Iya. Ini siapa?

+6285364821xxx: Aku Bams. Teman kelas kamu.

"Bams? Teman kelas gue?" tanyanya sambil memikirkan apakah dia punya teman kelas yang bernama Bams atau tidak.

Nita: Bams siapa yah? Gue nggak kenal.

+6285364821xxx: Masa sih? Padahal tadi aku merhatiin kamu terus. Masa kamu nggak peka?

Nita: Yah, emang gue nggak kenal lo! Dan juga, kenapa lo bisa tahu nomer gue?

+6285364821xxx: Aldi yang kasih aku nomer kamu.

Sial! Nita baru ingat kalau tadi dia memberikan nomernya pada Aldi. Dengan alasan 'Cowok itu mau menanyakan roster pelajaran padanya'.

Nita: Jadi tadi lo yang nyuruh Aldi minta nomor gue?

+6285364821xxx: Iya. Emang kenapa? Pacar kamu marah?

Nita: Nggak! Gue nggak punya pacar!

+6285364821xxx: Bagus kalau gitu. Berarti kamu mau dong jadi pacar aku.

Nita: Lo nembak gue?

+6285364821xxx: Iya. Kamu mau kan jadi pacar aku?

Nita: Lo itu baru kenal sama gue. Dan juga gue nggak kenal tuh sama lo. Emang apa yang lo suka dari gue?

+6285364821xxx: Kamu seksi.

"Bangkee!!! Dasar cowok mesum! Mati aja lo sana!" Nita berteriak sendirian di kamarnya. Bahkan gadis itu sudah melampiaskan kekesalannya pada bantal yang sudah dia lempar kemana-mana. "Apa dia bilang? Seksi? Emang gue pake bikini ke sekolah? Yakali dia pernah lihat gue naked! Dasar cowok gila emang!"

+6285364821xxx: Gimana? Kamu mau kan?

Nita: Gue nggak mau! Dan lo nggak usah hubungin gue lagi!

+6285364821xxx: Yaudah kalau nggak mau.

"Sialan! Gue bunuh juga nih orang!" andai cowok yang bernama Bams itu ada disini, mungkin dia sudah mengacak-acak wajah cowok itu. Menyebalkan!

"Kalau Shana sama Bila tahu, mereka pasti bakal ketawain gue. Nasib jadi jomblo akut."

Dengan kesal Nita membanting ponselnya ke sembarangan tempat lalu menutup matanya. Mungkin dengan tidur dia bisa melupakan kekesalannya hari ini. Dan juga semoga setelah bangun nanti, dia bisa melupakan apa yang seharusnya dia lupakan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
'Kak Faaz, sudah saatnya aku melupakan apa yang bukan menjadi milikku'

*****

Terima Kasih...

Jangan lupa vote and comment sebanyak-banyaknya yah.

CINTA SENDIRIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang