Mencintai seseorang tidak melulu harus selalu bersama. Kadang kala, memilih menatapnya dari jauh adalah pilihan terbaik dari segala pilihan. Sama halnya dengan Nita. Gadis itu memilih opsi yang kedua. Tidak terlalu buruk. Namun mampu membuat kesabaran Nita sedikit terkuras.
Menstalker Ranfa sudah seperti candu bagi Nita. Bahkan gadis itu tak segan-segan mengirimkan pesan pada Ranfa lewat akun facebooknya. Meskipun ujung-ujungnya Ranfa hanya membacanya tidak berniat untuk membalas pesannya. Katakanlah kalau Nita sudah tidak waras. Tapi mau gimana lagi? Itu memang kenyataannya bukan?
Sekarang Nita sedang berada di rumah Juna. Sudah satu jam gadis itu disini. Hanya untuk merengek agar Juna mau mencomblangkan dirinya dengan Ranfa. Dasar gila!
"Kak Juna, mau yah? Yah? Yah?" rengek Nita lagi.
Juna yang sedari tadi sedang fokus denga gamenya, langsung menatap Nita dengan tatapan jengah. "Lo ngomong sekali lagi, gue sumpel mulut lo pake kaos kaki!" ancam Juna. Pasalnya gadis itu sedari tadi sangat berisik. Merengek minta di comblangkan dengan temannya. Memangnya dia itu mak comblang apa?
Seketika ancaman Juna berhasil membuat Nita terdiam. Gadis itu bergidik ngeri. Membayangkan bagaimana baunya kaos kaki Juna benar-benar akan membuatnya mati di tempat saat itu juga. Saking baunya!
Nita menghela nafas kasar. Sepupunya itu memang tidak peka yah! Gadis itu menatap Juna sebal.
"Lo ngeselin banget sih! Gue aduin ke tante Lili kalau lo suka bolos. Tahu rasa lo!" ujar Nita mengancam Juna balik. Hellaw! Nita juga bisa kali!
"Aduin aja. Gue gak takut tuh!" jawab Juna cuek. Masih sibuk dengan gamenya.
"Gue juga aduin ke Tania ah. Kalau lo itu selingkuh." ujar Nita tidak kehabisan akal.
"Aduin aja. Penggal kepala gue kalau dia percaya."
Nita mendengus kesal. Entah alasan apalagi yang harus dia katakan pada Juna, agar cowok itu mau membantunya untuk lebih dekat dengan Ranfa. Yah hanya sekedar dekat saja. Tidak lebih. Mungkin.
Nita menghentakkan kakinya kesal. Dia beranjak dari duduknua dan tak segan-segan menginjak kaki Juna dengan sengaja.
"Aww!" pekik Juna sambil melempar ponselnya asal. Cowok itu menatap tajam ke arah Nita yang sudah lebih dulu ngacir menuju pintu rumahnya.
"Makanya kalau orang lagi minta bantuan itu ditolongin! Jangan malah dicuekin! Wlek!" ujar Nita pada Juna sambil memeletkan lidahnya.
Juna menunjuk Nita dari tempatnya duduk. "Awas lo yah! Gue bilangin ntar ke Arul kalau lo masih suka sama dia!"
"Bilang aja keleus! Gak bakal ngaruh buat gue!"
"Dih sok-sokan. Padahal lo itu gagal move kan sama Arul?"
"Sok tahu!"
"Aw-"
"Udah ah. Gue mau balik. Awas lo kalau besok-besok minta bantuan sama gue. Gak bakal gue tolongin!" Nita memotong ucapan cowok itu lalu berlalu meninggalkan Juna yang sudah mengeluarkan ratusan sumpah serapahnya untuk sepupunya.
Bukan. Bukannya Juna tidak mau membantu Nita. Tapi adik kecilnya itu mudah sekali terluka hatinya. Sedangkan Juna sangat tahu bagaimana sikap Ranfa. Ia takut, kejadian dulu kembali terulang lagi. Dimana Nita yang hampir setiap hari mendatanginya dan mengatakan kalau gadis itu masih mencintai Arul. Tidak masuk akal bukan?
Dan itulah yang menjadi alasan Juna tidak mau membantu Nita. Padahal akan sangat gampang baginya untuk mendekatkan Nita dengan Ranfa. Tapi Juna juga tidak mau kalau Ranfa mendekati Nita karena paksaan. Karena sesuatu yang diawali dengan paksaan, akan berakhir dengan tidak baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SENDIRIAN
Teen FictionNita Haswari. Gadis sederhana yang mempunyai mimpi dicintai oleh seorang laki-laki yang juga ia cintai. Namun apalah daya, tidak ada hati yang bisa dipaksa. Pun tidak ada perasaan yang bisa disatukan jika hanya ada satu hati yang berperang di dalamn...