SEMBILAN BELAS

540 31 0
                                    

Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada ditolak sebelum memiliki. Apalagi ditolak dengan cara yang tidak wajar. Di depan semua orang yang membuat harga dirinya hilang saat itu juga.

Berhari-hari Nita mengurung diri di kamar. Hanya keluar saat ingin makan. Itupun kalau rumahnya sedang kosong. Dan bahkan setelah kejadian itu, dia tidak lagi berangkat ke sekolah untuk mengikuti acara porseni hingga selesai. Dan kini sekolahnya pun sudah libur.

Bahkan hari ini, saat Wahdah datang ke rumahnya. Dia masih enggan untuk membuka kamarnya. Dia belum siap bertemu dengan orang lain. Ibunya pun ikut khawatir. Karena Nita tidak pernah melakukan ini sebelumnya.

"Nita udah berapa hari gak keluar kamar, tante?" tanya Wahdah pada Lala, ibu Nita.

Lala terlihat mengingat-ingat. "Sekitar lima hari kayaknya."

"Tante udah tanyain dia kenapa?"

"Udah. Tante udah berusaha ketuk-ketuk kamar dia. Tapi nggak pernah dibukain."

"Tante udah nyuruh kak Juna buat bujuk dia?"

"Udah. Juna bahkan tiap hari kesini. Tapi nggak dibukain juga. Dan lusa acara pernikahan Juna. Tapi Nita masih enggan mau keluar. Juna juga nggak bisa terus-terusan kesini. Dia lagi sibuk ngurus ini itu."

Wahdah mengangguk mengerti. Juna juga punya kehidupan sendiri. Tidak melulu harus mengurus Nita yang sedang patah hati.

"Kamu masih mau disini? Tante mau ke rumah Juna dulu. Banyak kerjaan disana."

"Iya tante. Aku mau bujuk Nita lagi. Siapa tahu kali ini berhasil."

"Yaudah. Kalau gitu tante pamit dulu yah. Kalau Nita masih kepala batu, tinggalin aja."

Setelah kepergian Lala, Wahdah kembali mendekati kamar Nita dan mengetuknya dengan keras. Gadis itu sudah mulai kesal.

"Ta, lo gak tidur kan? Lo dengerin gue kan?" teriak Wahdah di depan kamar Nita.

Tidak ada jawaban.

"Ta, lo itu kenapa sih? Lo galau karena ditolak sama cowok jelek itu? Iya?!"

Tidak ada jawaban.

Wahdah berkacak pinggang sembari memikirkan apa lagi yang harus dia lakukan untuk membujuk teman menyebalkannya itu.

Aha!

Wahdah menampilkan senyum smirknya. Lalu dia kembali mendekatkan dirinya ke pintu kamar Nita.

"Ta, lo mau keluar sendiri atau gue suruh Ranfa kesini buat bujuk lo."

Krek!

Dan benar saja, tepat di menit ke dua, pintu kamar yang sedari tadi tertutup rapat itu langsung terbuka menampilkan sosok Nita dengan wajah sembabnya. Tak lupa penampilannya yang tidak bisa dikatakan baik. Juga tatapannya yang datar, tapi seperti menyimpan luka disana.

Wahdah geleng-geleng kepala melihat penampakan itu. Heran melihat temannya yang sudah menyerupai orang gila.

"Lo Nita temen gue atau orang gila yang lagi nyasar disini?" tanya Wahdah sebal.

Nita menatap malas ke arah Wahdah sebelum dia mengizinkan temannya itu masuk ke dalam kamarnya lalu menutupnya kembali.

"Mau ngapain lo kesini?" tanya Nita. Gadis itu kembali duduk di atas kasurnya sembari membaca novel yang dia pinjam pada Shana beberapa waktu yang lalu. Sebelum dia mengalami peristiwa itu tentunya.

Wahdah melirik seluruh kamar Nita dengan gelengan kepala.

"Ini kamar atau gudang?" tanya Wahdah heran. Bahkan dia tidak menjawab pertanyaan Nita barusan.

CINTA SENDIRIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang