LIMA BELAS

480 24 0
                                    

Siang ini Nita dan Nabila sedang menikmati angin sepoi-sepoi di bawah pohon rindang yang ada di taman dekat sekolahnya. Sepulang sekolah tadi, mereka tidak langsung pulang ke rumah. Melainkan memilih nongkrong sebentar di taman ini sebelum kembali ke rumah masing-masing.

Sebenarnya mereka juga sedang menunggu seseorang sih. Lebih tepatnya Nabila sedang menunggu kekasihnya.

Jadi obat nyamuk deh gue, batin Nita.

"Bil, masih lama gak sih?" tanya Nita malas.

Sebenarnya Nita sangat malas menemani temannya itu. Tapi pulang cepat juga bukan pilihan yang bagus, pikirnya.

"Bentar. Dia jum'atan dulu." jawab Nabila sambil memainkan ponselnya.

Nita menghela nafasnya kasar. Lalu gadis itu memilih memainkan game yang ada di ponselnya.

"Tumben lo gak stalking Ranfa." sahut Nabila membuat Nita menoleh ke arahnya.

"Data gue abis."

"Nih, pake hp gue kalau mau." Nabila menyodorkan ponselnya pada Nita.

"Gausah."

"Kenapa?"

"Gapapa."

"Yakin?"

"Iya, billabong!" kata Nita kesal.

"Udah capek?"

"Gak!"

"Terus?"

"Gue cukup tau diri aja."

"Jadi, lo milih berhenti?"

"Maybe. Tapi kayaknya gak semudah itu deh."

"Pelan-pelan. Gue yakin lo bisa."

"Hm."

Memilih melupakan di awal bukan karena sudah tidak suka ataupun cinta lagi. Tapi lebih kememinimalisir rasa sakit yang bisa datang kapanpun saja.

***

"Aduh. Capek banget gue." keluh Nita sambil merebahkan tubuhnya di atas ranjang kayu yang ada di kamarnya.

Gadis itu memandang langit-langit kamarnya yang hanya tertutupi oleh tenda berwarna biru. Ah, jangan lupakan kenyataan kalau Nita bukanlah gadis yang berasal dari keluarga kaya.

Nita menerawang dengan hati yang begitu sesak. Jika dilihat perjuangannya selama ini untuk mendapatkan Ranfa, pasti semua orang akan menghujatnya habis-habisan.

Dimulai dari Nita yang kerap kali mentraktir teman-teman Ranfa. Mengisikan pulsa pada nomor Ranfa. Menyatakan perasaannya pada Randa setiap hari. Bahkan dia rela dimusuhi oleh Febby karena seorang Ranfa. Dan masih banyak lagi hal-hal bodoh yang dia lakukan untuk Ranfa.

"Apa gue udah terlalu jauh?" gumam Nita.

"Tapi gue cinta sama kak Ranfa."

Detik berikutnya, air mata Nita jatuh tanpa disangka-sangka. Gadis itu menangis tanpa suara. Menyakitkan sekali rasanya, pikirnya.

"Gue gak tau apa yang harus gue lakuin."

***

Nita membuka matanya perlahan-lahan karena telinganya seperti mendengar suara dari luar kamarnya. Dan benar saja, suara itu berasal dari kedua orang tuanya yang sedang bertengkar.

Gadis itu bangun dari tidurnya  dan mengecek ponselnya untuk mengetahui sekarang sudah jam berapa.

"Jam sembilan malam?" mata Nita membulat sempurna. Selama itu kah dia tidur? Ah, bahkan dia juga tidak sadar kalau dia tertidur.

CINTA SENDIRIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang