SEPULUH

530 18 0
                                    

Hari terakhir kegiatan porseni akhirnya tiba. Dan libur panjang kenaikan kelas sudah ada di depan mata. Kebanyakan murid tidak menyukai moment ini. Karena mereka tidak akan bisa lagi menghabiskan waktu dengan kekasihnya di sekolah. Termasuk Nita, gadis itu sedari tadi hanya terduduk lesu tanpa berniat melakukan apa-apa. Di kepalanya sudah terfikirkan bagaimana dia bisa melewati harinya tanpa menatap Ranfa walau hanya dari kejauhan. Bahkan peristiwa saat dia mendapat penolakan halus dari Ranfa, tidak membuatnya gentar dan terus saja mengejar Ranfa setiap saat.

"Lo kenapa sih, Ta?" tanya Nabila heran. Pasalnya, tidak biasanya Nita akan bersikap begini walaupun gadis itu punya masalah.

"Lagi galau nih gue." keluh Nita.

"Galau kenapa elah. Lo kan kagak punya pacar." lemes amat mba tuh mulut.

Nita berdecak kesal. "Gue punya pacar yah. Cuman lagi LDR-an aja."

"Ck, gak sekalian lo bilang kalau pacar lo itu suami lo nanti? Udah kebal gue sama alesan lo."

"Bisa diem gak sih? Gue beneran lagi galau nih."

"Ranfa lagi?" tanya Nabila tepat sasaran. "Kenapa sama dia?"

"Gue gak bakalan lihat dia dua minggu, gimana dong."

"Elah anjir. Gue kira apaan. Suek lo ah." ujar Nabila kesa lalu meninggalkan Nita yang menatapnya geli. Nabila memang selalu sensi jika bertentangan dengan Ranfa Batari.

"Woy, Nab! Tungguin gue dong." teriak Nita dan mengejar Nabila yang sudah hampir menghilang di balik tembok pembatas.

Tapi saat Nita hendak berbelok menuju kelasnya, dia menabrak sesuatu yang membuatnya mundur ke belakang.

"Maaf-maaf." ujar Nita sambil menunduk.

"Gak apa-apa. Santai aja."

Nita bergeming di tempatnya. Tubuhnya seketika membeku. Dia mengenali suara itu. Kenapa harus dia sih yang gue tabrak?, pikirnya.

Saat Nita hendak meninggalkan orang itu tanpa mau menatapnya, orang itu malah mencekal tangannya.

"Gue pengen ngomong sesuatu sama lo."

Nita menghela nafasnya. Perlahan dia mendongakkan kepalanya dan menatap orang itu datar. Meski jantungnya saat ini sudah tidak bisa dia kondisikan lagi. Dugun-dugun euy.

"Mau ngomong apa lagi?"

"Gak disini. Lo ikut gue sekarang."

Tanpa menunggu jawaban Nita, orang itu menarik Nita dan berjalan menuju lantai dua di area kelas sepuluh jurusan MIPA. Disana terlihat cukup sepi. Hanya beberapa orang saja yang saat itu sedang menikmati perlombaan di lapangan bawah sana.

Keduanya masih terdiam saat sudah sampai di depan kelas sepuluh MIPA satu. Nita menatap ke arah lapangan, diikuti oleh orang yang berada di sampingnya sekarang.

"Lo mau ngomong apa? Buruan. Gue mau pulang." ujar Nita tanpa berniat menatap orang itu.

Orang itu menghela nafasnya dan menatap Nita dari samping yang saat ini sedang menampilkan wajah datarnya.

"Sampai kapan sih lo mau begini terus?"

Nita menolah ke samping. Menatap orang itu bingung.

"Maksud lo?"

"Dengan ngediamin gue tiap kali kita ketemu. Pergi saat gue ikutan gabung sama temen-temen lo. Menghindar kalau gue pengen ajak bicara. Lo masih suka yah sama gue?"

Nita berdecih lalu kembali menatap ke arah lapangan. "Lo gak usah kegeeran deh, Rul. Gue lakuin itu karena gak mau aja terlihat canggung di depan temen-temen gue ataupun orang lain. Dan lo gak usah sok tahu tentang perasaan gue ke lo. Karena bagi gue, lo itu gak lebih dari kenangan Cinta monyet gue."

CINTA SENDIRIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang