Senja pun menyapa, kehangatannya seolah memelukku. Dengan perasaan berdebar aku tatap lelaki di yang berada dihadapanku dan untuk pertama kalinya aku tidak mengelak dari tatapannya, tatapan yang teduh, dan mata yang bersinar seolah-olah memancarkan cinta yang begitu dalam. Lelaki yang tidak lama lagi akan menjadi imamku, penuntun ku untuk meraih surga-Nya, dan pendamping hidupku. Insyaallah.
Ia langkahkan kakinya mendekati ku, dan kini jantungku semakin mendebar, nafasku tidak teratur. Dititik ini aku menyerah untuk terus membalas tatapannya, dan ia semakin mendekat dapat kurasa hembusan nafasnya. Ku tutup mata ini karena tidak berani menatapnya dengan jarak yang begitu dekat."sudah siap calon istri?" bisikan halus ditelinga ku. Mataku terbuka dan senyuman tipis terpancar dari bibirku.
Setelah itu kami berfoto ditemani hangatnya senja, berbagai pose sudah kami lakukan mulai dari saling menatap sampai pose seolah-olah kami sedang bekejaran ditepi pantai. Rasanya capek juga, akupun duduk di tikar. Di ikuti oleh pak Firdaus. Sedangkan fotografer sibuk melihat hasil foto kami.
Mata ku sangat betah menatap matahari senja yang begitu indah, entah berapa lama aku sudah menatapnya. Sungguh ciptaan yang begitu indah.
"disini masih ada orang loh" ketus pak Firdaus, bermaksud untuk duduk menghadap ke arah nya.
Aku tersenyum "matahari disore hari itu indah, tapi sayang tidak banyak yang menatap keindahannya". Jawabku tanpa membalikkan tubuhku.
"tapi kamu tidak tau apa yang lebih indah dari matahari yang akan terbenam"
Aku membalikkan tubuhku ke arah nya "apa itu" tanyaku.
Senyumnya kali ini terasa berbeda dari biasanya, tatapan yang biasa selalu betah menatap ku kini beralih ke hamparan laut yang bergelombang.
"hal yang paling indah ialah saat kit,,," ucapan pak Firdaus terpotong oleh panggilan dari fotografer.
"Fiir" panggilnya dengan sedikit berteriak.
Kamipun menoleh ke arah suara dan melihat sang fotografer sedang menuju ke tempat duduk kami.
"kita foto sekali lagi ya" ucap sang fotografer.
"kenapa? Fotonya kurang bagusnya?" tanyaku.
Sang fotografer tersenyum "bagus, tapi coba liat warna langit sekarang lebih bagus, jadi kita foto sekali lagi ya" jelasnya.
Bener sih warnanya lebih indah lagi daripada tadi. Batinku berbicara.
"oke, kita foto sekali lagi ya" ucap pak Firdaus seraya menatap ku dan mengedipkan sebelah matanya.
Akupun menatap nya tajam "matanya dijaga" ketusku.
"jadi oke ya kita foto sekali lagi dengan gaya adek berputar seolah-olah sedang dansa dengan berpegangan tangan diatas" mata ku langsung membulat mendengar penjelasan dari fotografer.
Aku melihat ke arah pak Firdaus dan menggelengkan kepala, bertanda tidak mau untuk berpegangan tangan.
"sekali aja hanya untuk berfoto, setelah ini saya tidak akan nyentuh kamu lagi sampai akhirnya kita sah dan halal untuk bersentuhan" ucap pak Firdaus yang sudah tau bahwasannya aku memang tidak suka bersentuh dengan orang yang bukan mahrom ku.
Entah bisikan setan mana aku hanya terdiam menyetujui nya begitu saja. Langkah kami menuju ke arah tepi laut dengan cahaya yang begitu indah. Pak Firdaus menyodorkan tangannya bersiap menerima sambutan dari tanganku.
Tangan ku bergemetar diikuti dengan irama jantung yang tidak beraturan, apa ini yang namanya cinta. Matanya menatap dalam. Tanganku pun akhirnya menyatu dengan tangannya. Jantungku seakan mau meledak, ku tarik nafas dalam-dalam ku usahakan untuk mengontrol detak jantungku. Dan akhirnya kamipun berfoto.
Fotografernya tersenyum dan memperlihatkan fotonya. Pak Firdaus langsung melepaskan tanganku sembari tersenyum ke arahku."fotonya bagus" ucap fotografer.
"kalo begitu kita bisa pulang sekarang" jawab pak Firdaus.
Aku melihat ke arah nya dengan tatapan seolah-olah tak mau pulang, aku suka disini, udaranya begitu sejuk dan menenangkan. Tapi hari sudah gelap tidak mungkin kami berdua sampai malam disini. Beda kalo udah sah.
"gak mau pulang ya?" tanyanya seolah mampu menbaca isi hati ku.
Aku hanya tersenyum malu dan sedikit mengangguknya. Ia semakin dekat dengan ku, sudah mengenal ku lebih dekat dan selalu bisa membaca pikiran ku tanpa ku sebutkan. Tapi aku? Apa yang aku ketahui tentang nya? Malah aku tidak terlalu menghiraukan nya. Bagaimana kalo sudah nikah nanti? Apa aku bisa menjadi istri sebaik-baiknya seorang istri baginya?.
"lagi mikirin apa hayoo?" aku tersadar dari lamunan ku dengan pertanyaan nya.
Lagi-lagi aku hanya mampu tersenyum.
"yuk kita pulang" ajak ku seraya melangkahkan kaki ku dan mengalihkan pertanyaan itu.
Tidak banyak hal yang kami bicarakan selama di mobil, pembicaraan hanya seputaran pernikahan. Tentang catering, gaun pernikahan, dan gedung, ya meskipun sederhana tapi setidaknya keluarga besar dari kedua belah pihak akan hadir disana. Menyaksikan ikatan sakral kami.
Sampai di rumah, ternyata bang Rizki sudah menungguku didepan rumah. Pasti dia sangat khawatir tidak bisanya aku pulang malam-malam begini.
"Assalamualaikum bang" ucapku sambil mencium tangannya.
"Wa'alaikum salam, cepat masuk dan ganti baju" jawabnya dingin seolah menahan rasa marah.
Bang Rizki kenapa ya, mendadak marah udah kek cewek lagi PMS aja. Batinku berbicara.
"waah, parah lu Fiir bawa pergi adek gue sampek malam gini"
"maaf Ki, kan udah gue bilang tadi pagi sama lo"
"bilang sih iya tapi gak sampek malam juga kali bambaang"
"hehe, maaf-maaf tadi sekalian gue ajak makan kan jarang-jarang bisa keluar bareng"
"udah sekarang lu pulang, jangan ajak adek gue keluar lagi sebelum halal"
"ngusir juga jangan gitu amat kali ki, kan gitu-gitu juga calon istri gue"
"selagi masih ada kata calon dia tetap tanggung jawab gue, dan lo masih bukan siapa-siapanya dia"
"yaudah gue pulang nih, sakit kuping gue lama-lama dengerin ocehan emak-emak"
"enak aja lo bilang gue emak-emak, gini-gini juga gue udah jadi suami, lah elu masih bujang"
Assalamualaikum teman-teman ku sayang, maaf udah lama gak update. Di karenakan sibuk PKL di rumah sakit. Btw do'ain aku ya supaya bisa lulus dan bisa masuk ke universitas dan jurusan tujuan gue. Aamiin.
Ingat tinggalkan jejak kalian dengan
>>>vote
>>>komen (Insyaallah bakal gue respon)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Teacher Is My Husband
RomanceCinta memang tidak pernah memandang umur. Siapa pun dia pasti bisa jatuh cinta. Kehidupan Syifa yang jauh dari kata pergaulan, sering dikucilkan dikelas, dan kerap kali jadi bullyan. Ditambah dengan kehadiran sosok pak Firdaus guru matematika yang...