tiga belas

2.3K 84 8
                                    

Assalamualaikum guys, sebelumnya aku boleh minta vote dan komennya gak. Aku rindu dengan kalian para pembaca ku. Aku ingin berteman dan berinteraksi dengan kalian semua. Kalo kalian mau sih 🤭.

Yaudah, selamat membaca semuanya. Maaf kalo ceritanya gak bagus dan masih berantakan.

*****





Meski cinta ini belum ada untuknya tapi kan ku usahakan untuk menjadi istri sebaik-baiknya seorang istri baginya.

Pagi ini, pertama kalinya aku bangun dan langsung menuju ke dapur. Biasanya selalu ada kak Nisa yang selalu setia di dapur. Sampai di dapur aku bingung mau buat apa, jujur aku tidak bisa masak ya kalo sekedar omelet sih bisa. Tapi masa iya sarapannya hanya omelet. Ku buka kulkas dan ternyata, hanya ada tiga butir telur dan beberapa serai, cabe merah dan bawang.

Ya ALLAH ini kulkas dua pintu, isinya cuma telor doang baik gak usah punya kulkas. Batinku berbicara.

Meskipun begitu ku teruskan kegiatan ku memasak omelet sampai selesai, kulirik ke arah jam dan ternyata sudah jam 07:30 WIB. Melihat pak Firdaus belum keluar dari kamar. Kuputuskan untuk masuk ke kamar.

Flashback

"ini rumah orang tua pak Firdaus?" tanyaku seraya melangkahkan kaki menelusuri tiap sudut rumah ini.

Pak Firdaus tersenyum dan melangkah ke arah ku "bukan, ini rumah kita, rumah anak-anak kita nanti, dan akan selalu menjadi rumah kita" mendengar penjelasananya membuat hatiku sedikit ragu.

Apa benar ini akan selalu menjadi rumah kita. Batinku berbicara.

"yaudah yuk ke atas, liat kamar kita" aku termenung aku akan tidur bersamanya?. Ucap ku dalam hati.

"ayo, kok malah bengong disitu" dengan berat ku langkahkan kakiku ke tangga.

Ada empat kamar di rumah ini, dua kamar di bawah dan dua kamar di atas. Kamar pertama di atas adalah kamar kami, tidak-tidak bukan kamar kami tapi kamar pak Firdaus. Aku belum siap tidur bersamanya.

Pak Firdaus membukakan pintu kamar, dan terlihat ranjang dengan ukurang king size, lemari lima pintu, meja rias dan juga pintu menuju ke balkon. Kamarnya bernuansa biru dongker.

"bagaimana? Apa kamu suka dengan kamar kita?" tanya Pak Firdaus dan lagi-lagi dia mengatakan bahwa ini kamar kami.

Aku hanya mengangguk tanda mengiyakan sambil melihat setiap sudut di kamar ini.

"sekarang kamu mandi, ganti baju dulu dan langsung tidur ya" kemudian dia keluar, entah kemana.

Aku langsung mandi dan ganti baju, mau keluar tapi gak berani akhirnya aku putuskan untuk tidur sejenak mengistirahatkan tubuhku yang seharian lelah. Tadinya aku berencana untuk tidur sejenak setelah dia masuk aku mau minta untuk pindah ke kamar sebelah. Tapi di karenakan terlalu lelah hingga membuat ku tidur ke blas-blassan tanpa menyadari dia masuk ke kamar.


*****

Sampai di kamar ternyata pak Firdaus sedang memakai baju, refleks aku langsung terkejut menutup pintu kembali.

"huh, besok-besok kalo lagi pakai baju pintunya di kunci" ucapku di depan pintu.

Tak lama kemudian diapun keluar.

"sama istri sendiri kan gak pa-pa, gak dosa juga kan" jawabnya dengan tatapan begitu dekat dengan wajahku. Seketika aku langsung menunduk. Sungguh aku tidak pernah berani menatap matanya.

"cepat turun aku sudah buatin sarapan"

"waah, sarapan pertama dari istri tercinta nih" seraya mengembangkan senyumnya.

Aku tidak menjawab lagi, ku putuskan untuk langsung turun tanpa memperdulikannya lagi. Biarin aja dia di sana, dengan senyuman anehnya yang terus mengembang.

Sampai di meja makan aku langsung melahapnya dengan cepat. Wah, omelet ku ternyata tidak terlalu buruk juga. Batinku berbicara mengomentari masakan ku sendiri.

"kok cuma omelet?" mendengar pertanyaan itu, ku putuskan untuk melihat ke arah suara tersebut yang tak lain adalah pak suami. Aku menatap dengan tajam. Dasar banyak komentar, kok cuma omelet? Ya jelas-jelas di kulkas cuma ada itu. Yaudah aku masak itu aja. Lagipula gue kan gak pinter-pinter amat dalam hal masak memasak. Ngeluhku dalam hati dengan menatap tajam ke arah nya. 

"gak baik natap aku seperti itu, nanti bisa jatuh cinta loh" bicaranya lagi.

Jatuh cinta apaan, geli gue dengar. Dan lagi-lagi aku hanya bisa mengupatnya dalam hati ku.

"makan aja apa yang ada, lagipula kulkasnya doang yang dua pintu isinya mah cuma telor" ketusku tanpa melihat ke arahnya lagi. Dan kembali melanjutkan kegiatan makan ku kembali.

"ya ampun aku lupa belanja" sambil menepuk jidatnya.

"gimana kalo hari ini kita belanja?" sambungnya lagi.

Mataku langsung membulat mendengar kata belanja. Gimana gue belanja, sayuran aja kagak bisa gue bedain apa lagi ikan. Batinku berbicara lagi.

"gimana? Mau gak?" tanyanya lagi.

Tinggalkan vote dan komen kalian sebagai penyemangat ku. Btw menurut kalian gimana syifa belanja nanti ya, bisa belanja gak ya. Atau jangan-jangan nanti pak Firdaus sendiri yang harus belanja.

Sabar ya pak Firdaus, nikah sama anak kecil emang gitu harus banyak sabar.

My Teacher Is My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang