Masalah tidak perlu dihadapi dengan amarah. Ingat, api jangan dilawan dengan api.
Gerimis yang makin deras membuat Tamara mempercepat langkahnya agar dirinya tidak terlalu basah.
"Tamm!" Panggil seseorang dari belakang Tamara.
"Cepet Zeline!" Seru Tamara yang melihat Zeline kemudian mempercepat langkahnya.
Sambil berlari-lari kecil Tamara dan Zeline melindungi Kepalanya dengan tangan.
"Untung gak terlalu basah," Tamara lega saat sudah sampai di kelas.
"Tam, gue pinjem catatan yang kemarin ya?" Tanya Zeline sambil merogoh tas Tamara dan mengambil sebuah buku tulis bersampul merah.
Tamara hanya mengangguk, mempersilakan Zeline meminjam catatannya.
***
"Galuh!" Panggil Tamara sedikit teriak.
Galuh yang merasa terpanggil pun menoleh kearah sumber suara, "apa?"
"Gimana cara balikin Davin kayak dulu lagi?" Tanya Tamara.
Galuh menghela nafas, "harusnya lo itu senang Tam, karena lo sama Zeline gak digangguin lagi, kalo pun kalian digangguin palingan cuma sama Dika, Gema."
"Gue gak bisa diginiin, dia nyuekin Zeline? Oke gue tahu alasannya karena chattan. Trus masalah sama gue apa?" Tamara menghela nafas kasar.
"Mungkin dia udah ada cewek," ujar Galuh.
"Siapa? Yang fotonya suka dia pasang jadi wallpaper? Kalo pun emang tapi ceweknya bukan disini kan? Nah trus kenapa dia pake acara ngejauh segala, gue gak terima ya dicuekin tanpa alasan," Tamara langsung pergi meninggalkan Galuh begitu saja tanpa peduli berapa kali Galuh memanggilnya.
"Gue harus gimana?" batin Galuh.
Dari jauh terlihat Davin sedang duduk sendiri di depan taman kelas. Jelas sekali dari tingkahnya, Davin dan Galuh sedang tidak dekat sekarang.
"Zeline, lo liat sendiri deh. Mereka aja jaga jarak gitu," tunjuk Tamara yang melihat Davin duduk sendirian sedangkan Galuh ikut bergabung bersama Deri CS.
"Gue yakin sih mereka gak ada masalah, mungkin cuma rasa canggung aja makanya berjarak," balas Zeline.
"Gue udah klaim kalo ini semua gara-gara lo," tuding Tamara menunjuk Zeline yang seketika kaget dengan ucapan Tamara.
"Kenapa gue?" Tanya Zeline kebingungan.
"Kalo lo gak pernah chattan sama Galuh, semua masalah ini gak bakal timbul," tutur Tamara.
"Tapi gue cuma se-"
"Intinya ini masalah lo, dan lo harus selesaikan sendiri," Tamara pergi entah kemana.
Sedangkan Zeline masih kesal dengan tuduhan Tamara, salah siapa disini? Harusnya bukan Zeline yang salah, tapi yang dikatakan Tamara juga benar, kalau saja dia tidak membalas chat dari Galuh mungkin tidak akan terjadi seperti ini.
***
"Apa gue benar-benar harus ngelakuin apa yang dibilang Tamara?" Gumam Zeline yang tengah duduk di kasur kesayangannya.
•FlashbackOn•
"Hiks, bantuin gue,,," rengek Zeline dengan wajah memelas.
Tamara memutar bola mata malas, "tadi lo bilang mau cerita nyet!"
"Iya lo harus bantuin gue pokoknya!" Tegas Zeline.
"Bantuin apa?"
"Bantuin biar Galuh itu gak neror gue lagi."
Zeline mengeluarkan ponselnya dari saku seragam dan menunjukkan chattannya dengan Galuh.
Tamara diam sejenak memikirkan sesuatu, sepertinya cara untuk menghindari Galuh.
"Lo masih chatingan sama dia?" tanya Tamara.
Zeline mengangguk menandakan iya.
"Kalo gitu, gausah lo bales, biarin aja chat dia sampe dia capek dan gak ngechat lo lagi," saran Tamara.
"Udah Tam, gue udah read chatnya doang, tapi dia malah bilang 'read doang?', ya gue gak enak lah," ucap Zeline.
"Susah banget ya, tinggal read doang kalo perlu gausah lo read Zel, lagian dia gak punya hak buat maksa lo untuk balas chat dia kan?" Zeline mengangguk, "nah yaudah, santai aja," lanjutnya.
"Oke gue coba."
•FlashbackOf•
Ting!
Ting!
Ting!
Tiga pesan masuk dari whatsapp. Zeline melirik ponselnya melihat nama Galuh tertera jelas dengan 3 pesan masuk.
"Ngapain sih aish," Zeline berdecak sebal mendapat notif dari Galuh yang sebenarnya tidak dia inginkan.
"Kenapa gak Davin aja sih yang ngechat gue trus minta maaf? Gue kan gak salah, harusnya yang dia cuekin tuh Galuh bukan gue," Zeline terus merutuki semua masalahnya sampai-sampai tidak sadar ada seseorang dibelakangnya.
"Udah dong marah-marahnya," Zeline menoleh ke belakang dan mendapatkan Adin yang sedang berdiri sambil tersenyum, mamanya.
"Zeline bingung Ma," lirih Zeline.
"Coba sini cerita sama Mama, siapa tau bisa ngasih saran," tawar Adin membawa Zeline masuk ke kamar dan duduk di sofa yang ada di kamarnya.
"Mama tau Davin, Galuh, sama Tamara kan?" Adin mengangguk merespon ucapan Tamara.
"Davin itu lagi gak teguran sama kita Ma, dan dia sama Galuh juga kayak canggung gitu."
"Jadi, kalian berempat sekarang lagi jaga jarak?" Tanya Adin yang mengerti, Zeline mengangguk.
"Dan Tamara nyalahin Zeline dalam masalah ini, dia bilang kalo seandainya Zeline gak balas chat Galuh pasti gak akan terjadi kayak gini, dan sekarang Zeline bingung harus apa, Tamara bilang gak usah respon Galuh dulu sampai kita baikan, tapi Zeline juga gak tega kalo terus-terusan gini," jelas Zeline.
Adin tersenyum penuh arti sambil memegang pundah Zeline, "nak, ini masalah kamu, selesaikan dengan pikiran yang dewasa, mama tau kok kamu bisa, kamu bukan anak kecil lagi kan?"
"Tapi ma-,"
"Udah, jangan terlalu dipikirin. Mama tau kamu pasti bisa menyelesaikan sendiri. Tapi ingat, jangan balas api dengan api! Kamu tau kan maknanya?" Adin kembali tersenyum sedangkan Zeline mengangguk walaupun ada sedikit kata yang tidak dimengerti.
"Udah, papa nungguin di bawah untuk makan malam, yuk kebawah!" Ajak Adin pada Zeline.
"Duluan aja ma, nanti Zeline nyusul," ucap Zeline dan Adin pun meninggalkan Zeline di kamar sendirian.
'Jangan balas api dengan api?'
'Gue bingung sekarang harus apa?'