Hidupnya tak seindah senyumannya, dan kisahnya tak sebahagia tawanya. Kalian salah menilai.
[]
Lelah, harusnya Tamara pulang bersama Zeline hari ini. Namun, mengingat hal tadi Tamara tidak yakin Zeline mau diajak pulang bersama.
"Assalamualaikum," salam Tamara ketika masuk kerumahnya.
Baru saja membuka pintu, Tamara langsung dilanda emosi melihat pemandangan yang sudah lama tak dilihatnya.
"Ngapain lo kesini?" Tanya Tamara tak senang.
"Nemuin bokap gue lah," jawab Diyan ketus.
"Gue kira lo udah lupa sama bokap sendiri," balas Tamara sinis."Ngapain gue lupa sama bokap gue? Lagian gue anaknya."
"Hah? Apa lo bilang? Anak? Kemana aja lo waktu Ayah sakit hah? Ngilang gitu aja, lupa? Waktu lebaran kemarin lo lebih milih ke Kalimantan, dibandingkan kerumah Ayah kandung sendiri, lo udah dewasa tapi lo gak punya otak!" Maki Tamara.
"Gue gak punya otak? Yang pilih kasih siapa woi? Ayah lebih mentingin keperluan Dera anak tirinya daripada anak kandung sendiri!" Balas Diyan.
"Jadi lo pikir selama ini yang biayain sekolah lo siapa kalo bukan bokap sama nyokap gue? Buktinya Mamah selalu beliin keperluan lo tuh, sekalipun lo bukan anak kandungnya!"
"Itu nyokap lo, dan itu urusan dia! Disini gue cuma mau bokap gue, mana Papa gue?" Tanya Diyan ketus.
"Apa hak lo? Hak asuh lo itu ada di tangan nyokap lo, bukan bokap gue. Mama lo sendiri yang mau ngurusin lo, dari kecil Ayah selalu nawarin supaya lo sama bang Andre tinggal sama kita tapi lo selalu nolak. Siapa yang salah? Mamah selalu beliin keperluan lo, tapi Mama lo? Apa ada Mama lo inget sama gue sama bang Dera? ENGGAK!" Bentak Tamara.
Yap! Tamara adalah adik dari Dera Saputra, sedangkan Diyan adalah adik dari Andre. Mereka sama-sama beda orang tua. Dimana Tamara adalah anak dari orang tua yang sekarang, sedangkan Dera adalah anak dari Mamah Tamara dan ayahnya sudah meninggal. Diyan dan Andre? Anak dari Ayah Tamara dan Mama Diyan sendiri. Rumit? Begitulah kehidupan Tamara.
Disela keributan dalam ruang tamu, tampak dari kamar depan Rama keluar dari kamar Dera.
"Kak Tamara kenapa?" Tanya Rama yang nampak baru bangun tidur.
"Apa urusan lo nanya-nanya gue?" Balas Tamara sinis.
Tatapan benci selalu ditujukan pada Rama, yang tidak lain adalah adiknya sendiri.
"Jadi gini sikap lo ke adek lo sendiri?" Diyan terkekeh sinis melihat sikap Tamara.
"Gak ada hak lo buat komen di hidup gue!" Sergah Tamara, "dan lo bocah! Perampas kayak lo gak pantes ada di rumah ini, lo itu cuma numpang!" Bentak Tamara.
Rama yang masih berusia 11 tahun itu tampak sedikit kesal dengan perkataan kakaknya.
"Gue aduin ke mamah," ucap Rama.
"Lo mau ngadu ke mamah gue? Ambil tuh mamah gue, sama ayah juga ambil tuh semuanya, semua aja lo rebut dari gue! Semua! Kasih sayang orang tua gue ambil juga, ambil! Asal jangan bang Dera yang lo ambil. Karena dia cuma punya gue, dan adik bang Dera itu cuma Kara Tamara Binar!" Emosi Tamara makin meluap menghadapi semua saudaranya yang tidak pantas disebut saudara.
"Dan buat lo!" Tunjuk Tamara pada Diyan, "terserah lo mau ngapain, asal jangan ngehancurin keluarga gue! Lo busuk kak, lo memang munafik! Semua omongan lo dulu gak ada gunanya! Gue cuma percaya bang Andre, walaupun gue tau sifat bang Andre gak jauh beda sama lo, tapi dia gak pernah semunafik lo. Gue benci," lirih Tamara diakhir kalimatnya, setelah melontarkan kata-kata yang tak seharusnya dia ucapkan, Tamara langsung pergi menuju kamarnya dan mengurung diri dikamar.
Jam dinding menunjukkan pukul 14.55 pantas saja kedua orang tuanya tidak ada dirumah, Tamara ingat Mamahnya bilang akan pulang sekitar pukul tujuh malam.
"Gimana caranya gue bisa bahagia sedangkan keadaan keluarga gue seperti ini?" Tamara memang tidak menangis, namun matanya berkaca-kaca setelah kejadian tadi, itulah mengapa dia memilih untuk masuk ke dalam kamar. Tamara tidak ingin dibilang cengeng, dia bukan orang cengeng.
Bangkit dari kasurnya Tamara menuju meja belajar mengambil foto masa kecilnya bersama Dera, dimana kehidupannya dulu sangat bahagia dari yang sekarang.
"Bang, lo kapan pulang sih?" Satu tahun sudah Tamara tidak bertemu dengan Dera, karena jadwalnya yang selalu sibuk, Tamara tidak dapat kesempatan untuk bertemu dengan Dera.
"Walaupun sikap lo sekarang dingin sama gue, tapi gue mau lo selalu ada disisi gue lagi sama kayak dulu, dimana cuma ada Tamara sama Dera, bukan Rama, Tamara gak suka sama bocah itu, dia perebut, dia yang buat pangeran Tamara jadi dingin," Tamara menghela nafas berat, andai saja Rama tidak lahir dia pasti bahagia menjadi putri satu-satunya.
Tok! Tok! Tok!!
"Paan?" Palas Tamara ketus, namun tidak membuka pintu.
"Gue mau masuk," terdengar di telinga Tamara bahwa itu adalah suara Diyan.
"Buka aja, kunci satu lagi ada diatas pintu."
Setelah mengatakan itu pintu kamar Tamara terbuka lebar dan menampakkan Diyan dengan wajah juteknya.
"Mau apa lo?" Tanya Tamara dengan nada tak senang.
"Nih, kasih ke orang tua lo! Dua minggu lagi bang Andre nikah, gue mau pulang," Diyan langsung pergi begitu saja setelah memberi undangan pernikahan kakaknya dengan calon kakak iparnya.
"Apa ini? Ngundang orang tua pake undangan? Hahah anak yang sopan," gumam Tamara menatap sinis kepergian Diyan.
Selang beberapa menit Diyan pergi, Rama berdiri di depan pintu kamar Tamara.
Tamara yang melihat Rama pun langsung menutup pintu kamarnya setelah mengucapkan kata, "Gausah masuk!" Pintu kamar langsung dikuncinya.
"Iya, gue jahat. Kalo ada yang bilang gue baik, berarti dia gatau siapa gue," batin Tamara sebelum memejamkan mata.
Entah kenapa rasa pusing di kepalanya tiba-tiba bertambah parah, membuat Tamara sulit untuk berdiri dan memilih berbaring di kasur empuknya.
###
Sistershit!
Author gasuka Dark readers:v
