Ternyata, cara baikan itu gak sesulit yang dibayangkan.
Sudah banyak cara yang Tamara lakukan untuk menjauhi Davin. Namun tetap saja, sejauh apa pun Tamara ingin berlari, Davin selalu berusaha menyelaraskan langkahnya.
"Tam lo-"
"Aish! Lo bisa gak sih jauhin gue?" Tanya Tamara kasar.
"Kenapa? Lo yakin nyuruh gue buat jauhin lo?"
Tamara terdiam, dan berfikir kembali. Apa dia benar yakin ingin Davin menjauhinya sedangkan Farrel pun sampai saat ini tidak tahu bagaimana kabarnya.
"Iya," jawab Tamara singkat dengan ekspresi datarnya.
"Muka lo, muka-muka orang gak yakin," Davin menyahut cepat.
"Gue bilang pergi, gue mau lo jauhin gue kalo perlu pergi dari kehidupan gue!" Setelah mengucapkan itu Tamara langsung pergi dari hadapan Davin.
Antara rasa cemas dan takut bercampur, yang Tamara pikirkan adalah bagaimana jika perkataannya benar-benar terwujud? Bagaimana jika Davin benar-benar pergi?
"Gak!" Batinnya menolak keras, namun Tamara tetaplah Tamara, dia hanya tidak mau banyak didekati orang.
Sepanjang koridor Tamara tidak sengaja berpapasan dengan Galuh, tatapan mereka saling bertemu namun segera mungkin Tamara langsung buang muka dan memandang Galuh sinis.
Galuh yang merasa ditidak sukai itu mengernyit heran 'Tamara kenapa dah?'
"Hei!" Sapa Zeline setelah membaca novel, "Sejak kapan lo disini?" Tanya nya karena tidak sadar ada Tamara.
"Sepuluh menit yang lalu," jawab Tamara dingin.
"Are you okay, Tamara?" Tanya Zeline memperhatikan Tamara baik-baik.
"Apa penting bagi lo untuk tau keadaan gue?" Ketus Tamara. Nampak agak kasar, namun Zeline tetap berusaha menahan emosi.
"Iya gue tau, gue emang bocah dan tidak sepantasnya nanyain lo yang lebih dewasa dari gue."
Setelah kalimat itu terucap dari bibir Zeline. Sejak itulah keadaan mereka semakin mencengkeram, dingin.
Siapa saja yang melihat bagaimana cara mereka berteman akan heran dan takut untuk mendekat, lebih lagi jika tatapan Tamara benar-benar menunjukkan sifat aslinya.
Bukan masalah semua orang akan takut dengan mereka, hanya saja dalam pertemanan mereka tidak ada satu pun yang pernah mengucap kata maaf yang benar-benar tulus dari hati.
Dua Minggu sudah mereka menjalani kehidupan yang bukan sekali mereka inginkan sebenarnya.
Selama mereka tidak bertegur sapa, selama itulah kelas tidak ada kebisingan. Bukan karena mereka pembuat ulah, hanya saja pengganggu mereka tidak berani untuk berbuat jahil, sekali pun itu Dika dan Gema.
"Woe nyet!" Panggil Dika tertawa-tawa ketika Zeline baru memasuki kelas.
Tatapan tidak senang plus benci benar-benar Zeline tunjukkan kali ini, bukan hanya Dika yang tidak berani menatapnya, teman sekelasnya yang seberandal Ari pun juga tidak berani walau hanya untuk sekadar memanggil nama.
Itulah yang terjadi diantara mereka. Tidak ada kehangatan, keharmonisan dikelas ini sejak mereka tidak bertegur sapa.
Untuk Galuh dan Davin pun mereka juga tidak teguran, main berdua pun tidak ada lagi. Hanya karena Zeline sempat menolak Galuh dan ingin bersama Davin, hal itu membuat Galuh menjauh dari Zeline dan Davin sekalian.
"Galuh kamu bisa tolong ibu nak?" Bu Leny memberhentikan Galuh di depan kelas IPA.
Disana Galuh tersenyum ramah kepada bu Leny "iya bu."
"Tolong panggilkan Davin."
Bingung, disatu sisi dia tidak ingin sekali bicara dengan Davin namun di sisi lain ini harus dia lakukan.
"Saya gak ke kelas bu," alibi Galuh.
"Oh yaudah deh, makasih ya nak," ucap bu Leny berterimakasih. Galuh akhirnya pergi dari hadapan bu Leny.
***
"Tamara," lirih Zeline.
Tamara menoleh masih dengan wajah datar, malas rasanya berurusan dengan Zeline atau siapa pun.
"Gue salah apa?" Tanya Zeline.
"Gak ada."
Zeline menghela nafas lega, takutnya tidak ada teman setidak berkecukupan nanti jika Tamara tidak ingin berteman dengannya.
"Berapa lama lagi kita terus gak teguran kayak gini?" Tanya Zeline "bukannya lo pernah bilang kalo lo bakal pergi dalam waktu dekat ini?" lanjutnya.
"Sebenernya gue gak mau jaga jarak, tapi gue terpaksa biar lo terbiasa," Zeline bingung.
"Tapi Tam, emang lo mau pergi kemana?"
"Dua kemungkinan, pertama tempat yang gak pernah lo datangin sama sekali, kedua tempat yang selalu gue inginkan untuk menetap," jawab Tamara.
Zeline ingat sekali, Tamara pernah bilang dia ingin cepat-cepat pergi ke Berlin agar bisa sekolah disana dan tujuan utamanya adalah ingin jauh dari Rama.
Namun hanya satu yang membuatnya masih berfikir panjang, tempat yang tidak pernah dia datangi.
"Jangan dipikirin, gue gak mau lo cepet tua gegara banyak pikiran," Tamara memegang pundak Zeline.
"Gue mau cepet dewasa," ucap Zeline.
"Gak usah, lo lebih cocok jadi bocah yang gue kenal!" Tamara terkekeh diujung kalimatnya sendiri.
Tanpa sadar mereka berdua tertawa, jauh dari tempat mereka seorang pria memperhatikan mereka juga tersenyum.
'Kalian berhasil, gue tinggal nunggu gimana Davin dan Galuh ke kalian,'
###
Udah dong udahhh:'
Why kok author cepetin alurnya, karenaaa author mau cepet-cepet ini cerita tamat and mencapai happy endinggggg.
Masih penasaran Farrel kemana? Udah punya gebetan dong:v maybe.
Author unch
@aindh_
![](https://img.wattpad.com/cover/184295010-288-k515089.jpg)