Pria dengan ponsel di genggamannya sibuk tanpa memperhatikan sekitar.
Brukk
"Aduh, pantat gue tepos," ringis Farrel ketika pantatnya mendarat dengan tidak mulus di lantai.
"Jalan yang bener geblek," sergah Jihan, kakaknya.
"Lo sih jalan gak liat-liat," tuding Farrel.
"Yang main hp sambil jalan siapa? Salah gue juga? Iya?" Sinis Jihan melihat adiknya. Kesal, entah mengapa dia bisa punya adik seperti itu.
"Farrel," panggil Endah, mamanya.
"Iya ma?"
"Kapan mau ngurus surat pindah kamu?" Tanya Endah pada anaknya yang sudah lama pindah namun surat pindahnya belum diurus.
"Selasa deh Ma, nanti Farrel sendiri yang ngurus," balas Farrel tanpa melepaskan pandangannya dari HP.
Endah geleng kepala melihat tingkah satu anaknya seperti itu.
"Bilang aja lo gak mau ketemu Tamara kan, ngaku lo!" Tuding Jihan.
"Sok tau!" Balas Farrel ketus lalu pergi dari hadapan Maya begitu saja.
***
"Kapan sih mau baikan?" Tanya Tamara pada Zeline.
"Terserah deh, gue juga hidup bukan untuk dia kenapa harus gue pikirin?!" Ketus Zeline.
Tamara tampak kesal dengan temannya ini, namun jika dia lawan apa yang akan terjadi? Permusuhan lagi.
"Susah ya, punya temen childish semua," Tamara menghela nafas berat. Seperti banyak sekali masalah-masalah dalam hidupnya yang perlu dia selesaikan.
"Tam!" Panggil Galuh Tamara menoleh malas, "Tolong dong."
"Tolong apa?" Tanya Tamara.
"Tolong bilangin ke Zeline, kenapa dia gak balas chat gue, gak angkat telpon gue, pokoknya tolong bilangin ke dia apa alasannya kayak gitu ke gue," jelas Galuh.
"Kenapa gak nanya langsung?" Tanya Tamara.
"Udah pernah tapi dia cuma diem," balas Galuh.
"Galuh please deh," Tamara menghela nafas, "masalah yang satu belum kelar dan gue harus selesaikan masalah lo juga gitu? Gak banget deh."
"Gue bantu Tam," ucap Galuh.
"Yakin bakal berhasil kalo lo bantu?" Tanya Tamara tak meyakinkan.
"Gue jamin 100% berhasil, tapi gak sama Zeline."
"Yaudah terserah," ucap Tamara lalu pergi dari hadapan Galuh.
Saat Tamara ingin keluar tidak sengaja menabrak seseorang untungnya tidak sampai jatuh.
"Aduhh,, pala gue," ringis Tamara yang tertabrak dada bidang seseorang.
Davin. Davin melihat Tamara dengan tatapan tajam yang tidak bisa diartikan.
Glek.
"Davin, tegur kek," batin Tamara berharap Davin kini menegurnya paling tidak meminta maaf.
Namun, harapan Tamara pupus begitu saja saat Davin melewatinya.
Dengan ekspresi datarnya Davin masuk ke kelas, tanpa ada sapaan untuk Tamara sedikit pun.
"Salah gue apa sih sebenernya?" Gumam Tamara bertanya pada dirinya sendiri.
***
"Zeline," panggil Tamara yang duduk disebelah Zeline.
Zeline tidak membalas namun hanya menoleh.
"Kantin kuy!" Ajak Tamara riang.
"Lo gak liat gue lagi ngerjain tugas!?" Ketus Zeline yang membuat Tamara tiba-tiba bingung.
"Kenapa Zeline tiba-tiba berubah? Salah gue apa?" batin Tamara bertanya-tanya.
Dengan langkah gontai Tamara pergi ke kantin sendirian tanpa Zeline di sampingnya.
Tamara memilih jalan melewati koridor kelas 11, daripada lewat taman. Entah mengapa dia memilih jalan yang lebih panjang.
"Gak nyangka gue," Tamara tertawa miris sendiri.
"Mau lo apasih?"
Langkah Tamara terhenti ketika melewati UKS, dia mendengar sayup-sayup suara orang.
"Kayak suaranya Davin?" Gumam Tamara. Untuk memastikan Tamara bersembunyi dibalik tembok UKS, dan sedikit mengintip ternyata benar dugaannya. Ada Davin disana yang sedang telponan entah dengan siapa.
"Tuh kan bener, eh tapi Davin telponan sama siapa ya, kok kayak sembunyi-sembunyi gitu?" Tanyanya sendiri.
"Sampai kapan gue harus jauhin mereka?"
"..."
"Lo gak ngerti posisi gue!"
"..."
"Gue mohon banget bang, gue gak pernah ada diposisi kayak gini sebelumnya."
"..."
"Mau lo apasih sebenernya!?"
"..."
"Gue.udah.jauhin.mereka. PUAS!?"
"..."
"Tapi mereka temen gue!"
"..."
"Iya, gue memang suka sama Tamara tapi gak gini juga caranya buat lo ngejauhin gue dari Tamara bang. Ini perasaan gue dan ini hak gue!"
Nampak dari jauh Davin langsung mematikan telepon.
Deg.
'Apa Davin beneran suka sama gue?'
###
Sekian lama kita tak bertemu uWu~
Bagi vote dong ( ̄へ ̄).
