"Ehm... maaf saya harus segera kembali ke pesantren, Gus. Sebentar lagi jam madrasah dimulai," kata Najwa memecah keheningan.
"I-iya. Biar akang antar ya, kita ke sana bareng saja," kata Gus Dzaki.
Najwa menggeleng pelan,
"Maaf, tidak perlu. Rasanya tidak enak jika kita berjalan beriringan. Nanti terjadi fitnah. Kabar pernikahan Gus Dzaki sudah menyebar ke seluruh penjuru pesantren," tolak Najwa halus.
Gus Dzaki mengambil nafas berat, Najwa benar-benar membatasi dirinya.
"Akang harus bagaimana lagi?" Tanya Gus Dzaki putus asa.
Najwa hanya tersenyum perih, dia tidaj bersuara sama sekali.
"Assalamu'alaikum. Terimakasih traktirannya," kata Najwa pelan, lalu bergegas meninggalkan Gus Dzaki sebelum Gus Dzaki sempat berbicara lagi.
Najwa setengah berlari meninggalkan cafe, Gus Dzaki menatap kepergian Najwa dengan tatapan nanar.
.
.
.
.
.Akhirnya, pertemuan antara dua keluarga tidak dapat lagi dihindari. Gus Dzaki bertemu dengan Ning Salwa.
Setelah bincang-bincang keluarga, Gus Dzaki meminta waktu untuk berbicara berdua dengan Ning Salwa.
Gus Dzaki dan Ning Salwa berbicara di samping rumah yang masih terlihat dari ruang tengah tempat keluarga besar sedang berkumpul.
"Afwan, sebelumnya saya memohon maaf. Yang mengkhitbah ukhti bukan saya, tapi abah. Jadi, saya tidak tahu menahu soal acara ini," kata Gus Dzaki to the point.
Ning Salwa hanya menunduk, dia benar-benar terluka. Bagaimana bisa ada lelaki yang begitu tegas mengatakan hal itu?
Tidakkah itu berarti dia ingin mengatakan bahwa dia tiddak menginginkan pernikahan ini?
"Afwan, apa maksud Gus Dzaki?" Tanya Ning Salwa lirih.
"Ehm... Saya hanya merasa, ukhti perlu tahu saja. Rasanya tidak adil untuk ukhti nanti," jelas Gus Dzaki hati-hati.
"Maksud akhi apa?" Tanya Ning Salwa sedikit bingung.
"Saya telah mencintai seseorang, saya tidak pernah berpacaran atau sejenisnya. Saya hanya masih menunggu dia lulus Aliyah, sayangnya abah mengambil tindakan tanpa membicarakannya dengan saya terlebih dahulu. Maaf bukan maksud menyakiti. Saya hanya ingin ukhti tahu, agar tidak merasa tersakiti setelahnya," lanjut Gus Dzaki.
Ning Salwa kaget mendengar pengakuan Gus Dzaki, rasanya memang sakit. Tetapi ini lebih baik, seandainya saja Gus Dzaki hanya diam saja, tentu akan semakin menyakitkan.
Wanita mana yang mau menikah dengan lelaki yang mencintai wanita lain?
"Lalu, apa maksud Gus Dzaki setelah membicarakan ini dengan saya?" Tanya Ning Salwa berusaha tenang.
"Saya tidak bermaksud apapun. Semua keputusan ukhti saya terima, seandainya memang ukhti jodoh saya insya allah saya akan berusaha mencintai ukhti dan berusaha mengikhlaskan dia," jawab Gus Dzaki tegas meski matanya sedikit memerah saat membayangkan harus mengikhlaskan Najwa.
Ning Salwa terdiam, dia mulai bimbang. Namun pernikahan sebentar lagi di gelar secara besar-besaran. Bagaima a dia tega membuat malu Ummi dan abinya?
"Afwan, Gus. Bukankah persiapan syukuran pernikahan sudah dipersiapkan hingga 80% oleh pihak orang tua?" Tanya Ning Salwa dengan suara serak.
Ning Salwa memainkan ujung hijabnya untuk mengurangi rasa kecewa dan sedih di hatinya.
Gus Dzaki menatap lurus ke depan, sepertinya Ning Salwa tidak ada keinginan untuk menolak pernikahan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
JATUH CINTA (End)
Spiritualini sequel dari "Abi untuk Najwa" Menjadi anak broken home tidak selalu buruk. Najwa menjadi salah satu si anak malang yang menjalaninya sejak usianya masih sangat kecil. Kerinduannya pada babahnya (red: ayah) selalu dipendamnya dalam-dalam. Dia tak...