" Assalamu'alaikum," seru Gus Alwi.
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarokatuh," jawab Najwa dan Ning Salwa bersamaan.
"Loh, Najwa ada apa disini?" Tanya Gus Alwi sambil menatap Najwa yang sedang duduk di bangku depan meja Ning Salwa.
"Ehm... A-nu... Naj-wa," kata Najwa sedikit terbata.
Gus Alwi tersenyum tipis,
"Afwan, Gus. Ana ada perlu sedikit dengan Najwa," jawab Ning Salwa ramah dan lembut.
"Oh, iya Ustadzah. Tolong jika sudah selesai Najwa ke aula secepatnya ya. Gus Dzaki sudah menunggu lama untuk menyimak hafalan Najwa. Hari ini abah ada keperluan di luar kota soalnya," jelas Gus Alwi.
"Iya, Gus. Insya allah nanti segera ke sana," jawab Najwa
"Ya Sudah. Assalamu'alaikum," kata Gus Alwi berpamitan kemudian beliau berjalan menuju mejanya sendiri.
"Najwa, kita bicarakan lain waktu saja. Ternyata kamu sudah ditunggu untuk hafalan. Soalnya sebentar lagi Gus Dzaki dan saya harus keluar. Ada keperluan di luar pesantren," kata Ning Salwa pada Najwa.
Najwa hanya mengangguk.
"Ya, sudah Ustadzah, saya pamit undur diri. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh," kata Najwa pamit undur diri pada Ning Salwa.
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarokatuh. Kita bicarakan lain waktu saja," kata Ning Salwa pada Najwa.
Setelah bersalaman dan pamit undur diri, Najwa keluar dari ruangan Ning Salwa dengan perasaan gamang.
"Apa maksudnya coba, bilang Gus Dzaki dan dia harus pergi ke luar pesantren?" Gumam Najwa lirih.
.
.
.
.Najwa berjalan menuju aula dengan tidak bersemangat. Bagaimana Najwa mau move on kalau setoran hafalan saja harus sama Gus Dzaki.
Ditambah lagi, urusannya dengan Ning Salwa yang tadi tertunda. Apa Najwa akan mendapat masalah baru lagi?
"Assalamu'alaikum, Gus," sapa Najwa ketika berhadapan dengan Gus Dzaki.
Jantungnya tidak mau tenang rasanya, padahal beliau hanya Gus Dzaki.
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarokatuh," jawab Gus Dzaki.
Najwa menundukkan badannya tanda hormat dan takzim pada guru. Gus Dzaki mendesah, dia menatap Najwa dengan tatapan kecewa.
Najwa terang-terangan menjauhinya. Ini bukan Najwa yang dulu.
Gus Dzaki mengangguk, lalu meminta Najwa duduk.
"Najwa, sampai kapan kamu begini?" Tanya Gus Dzaki lirih.
Najwa terdiam dan tidak menanggapainya. Meski sebenarnya sakit, tapi Najwa berusaha menjaga jarak.
"Afwan, Gus. Saya kesini untuk melanjutkan hafalan saya," kata Najwa sopan.
"Najwa, saya akan melamar kamu besok. Nanti malam saya akan berangkat ke tempat orang tua kamu," kata Gus Dzaki dengan intonasi yang terdengar sangat tenang.
Najwa terkejut, dia mendongak menatap Gus Dzaki dengan air mata menggenang.
"Apa maksud kamu, Gus?" Tanya Najwa dengan suara yang hampir tak terdengar.
Najwa, sampai nanti kita menua. Kamu akan setoran hafalan dan mengulangnya dengan saya. Saya ingin menjadi imam kamu," kata Gus Dzaki mantap.
Najwa menggeleng, tangannya gemetar. Perasaannya bercampur aduk sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
JATUH CINTA (End)
Espiritualini sequel dari "Abi untuk Najwa" Menjadi anak broken home tidak selalu buruk. Najwa menjadi salah satu si anak malang yang menjalaninya sejak usianya masih sangat kecil. Kerinduannya pada babahnya (red: ayah) selalu dipendamnya dalam-dalam. Dia tak...