SMA VIII

596 21 0
                                    

BRUKKK!!

"Sudahlah riz, nanti ada yang datang."

"Apa maksud lo? lo juga ngeremehin gue?!"

"Riz, mau lo apain si murid culun ni?" sahut Ricky.

"Menurut lo? tentu saja gue hajar!"

BUK!! satu pukulan telak mengenai pipi Taufik si murid skeptis. Kacamatanya terlempar ke sudut toilet itu.

Tak ada angin tak ada hujan. Fariz hanya tampak sedang melampiaskan kekesalannya pada hari itu. Dean dan Ricky yang sedang berjaga di pintu toilet tak kuasa berbuat apa2. Tentunya mereka tahu pasti alasan utama kemarahan Fariz. Dan pastinya bukan karena kesalahan Taufik yang tak sengaja menyenggol siku Fariz saat sedang buang air di Urinoir.

"Riz, maaf aku tak sengaja. Tolong biarkan aku pergi." melas Taufik sembari menangkupkan kedua telapak tangannya memohon.

"Apa? apa lo bilang. Gue gak dengar?" sahut Fariz meletakkan tangan di tellinga. "Maksud lo pukulan gue gak sakit gitu?"

BUK!

Bogem mentah kedua kembali bersarang di pipi yang sama. Sudut bibir Taufik mulai mengeluarkan darah segar.

"Riz, sudah cukup!" Dean menahan lengan Fariz. Ricky tetap diam hanya mengawasi di pintu toilet.

"LEPASKAN!" bentak Fariz dengan menghempaskan genggaman Dean.

"Riz! Gue serius! Cukup!" Sahut Dean keras dengan kembali menarik tangan Fariz. Sedangkan Taufik sedari tadi hanya meringis sembari memegang pipinya yang merah padam.

"YAN, LEPASIN GUE BILANG! JANGAN PIKIR GUE GAK BISA MENGHAJAR LU JUGA!!"

Dean mematung. ditatapnya kedua mata Fariz yang tampak penuh amarah. Ia tak menyangka Efek karena ditolak kemarin akan sedemikian besar dampaknya. Apakah karena penolakan dari Yui, atau karena tamparan yang ia terima terlalu keras. Dean tak tahu. Dan ia tak bisa memperbaiki hal itu. Hanya satu hal yang pasti, Fariz berubah!

"Oke, akan gue lepasin. Tapi janji ini yang terakhir. Jangan sampai lo bunuh orang. Karena gue gak sudi berteman dengan seorang pembunuh!" Dean terpaksa melepaskan tangannya.

"Persetan!" Fariz kembali menghadap Taufik. Kali ini Fariz menarik kerahnya dan mengangkatnya hingga Taufik berdiri pasrah sambil menutup mata. Ia tahu, ia tak bisa berbuat apa-apa. Di Dalam hati ia hanya berdoa semoga Tuhan menolongnya.

Saat Fariz hendak mengangkat kepalan tangannya. Tiba-tiba dari arah belakang, Rizky ditendang hingga terhempas ke lantai sambil memegang perutnya yang sakit. Fariz reflek menoleh, begitupun Dean dan Taufik.

"FARIZ!" Teriak suara itu memenuhi gema di pikiran Fariz. Belum sempat Fariz bereaksi sebuah pukulan keras mengenai hidungnya, hingga kerah Taufik terlepas dari tangannya. Fariz terjengkang jatuh menabrak tembok. Hidungnya berdarah.

"Gas- Alex?" Dean terpengarah melihat kedua orang itu melesat masuk tiba-tiba hingga tak sempat melindungi Fariz dari kepalan tangan Bagas.

"LU BENAR2 ANJING BRENGSEK!!" Bagaz menarik kerahnya dan memukulnya bertubi2 hingga Fariz nyaris pingsan. Saat pukulan terakhir Fariz berhasil menahannya dan langsung mendorong tubuh Bagaz menjauh. Lalu ia berusaha berdiri dengan susah payah. Dean bergegas membantunya namun didorong Fariz ke belakang. Dalam sepersekian detik itu juga Fariz melompat ke arah Bagas yg masih terduduk ke lantai. Melihat hal itu Bagas langsung mengelak dengan gesit. Tendangan Fariz hanya mengenai lantai. Alex sedari tadi hanya menonton sembari menahan tubuh Rizky yg masih memegang perutnya. Taufik hanya diam menyaksikan balasan untuk orang yg menyakitinya.

Bagas langsung memutar kakinya dan menendang betis Fariz hingga membuatnya bertekuk lutut. Tanpa menunggu lagi Bagaz langsung melayangkan pukulan terakhir ke pipi kanan Fariz dengan kuat hingga akhirnya Fariz sukses pingsan telungkup di atas lantai.

"Gas, cukup!" Dean langsung berdiri menahan Bagas. Selanjutnya ia memeriksa Fariz yg tak ada reaksi. Tapi syukur hidungnya masih bernafas. Ricky melepas paksa pelukan Alex yang menahannya dan segera mengangkat Fariz ke punggungnya.

"Dean bantu gue!" Selaknya keras.

Dean langsung bertindak.

"Jangan harap lo bisa lolos setelah ini bangsat! Dan lo juga muka banci!" Tunjuk mata Ricky ke arah Alex yg tak bereaksi apa2. Setelah itu ia bergegas menendang pintu toilet dan betapa terkejut Ricky melihat gerombolan murid sudah bergumul di depan toilet dengan ekpresi penuh rasa penasaran. Melihat Fariz di punggung Ricky membuat mereka tak bisa menyembunyikan rasa takut sekaligus senang karena bukan hanya Taufik seorang yang pernah menjadi korban. Beberapa diantara mereka juga pernah menjadi sasaran Fariz. Entah itu jadi babu Fariz yg selalu disurih kesana-kesini, entah itu yang pergelangan kakinya retak saat ditendang Fariz karena tidak sengaja menumpahkan minuman ke bajunya. Dan lain2 sebagainya. Serta diantara gerembolan murid2 yang menonton. Terlihat Yui dan Gank Sri menyaksikan juga sedari tadi di barisan paling paling belakang. Ketika Yui melongokkan kepalanya ke dalam Toilet. Ia terkejut melihat Bagas disana dengan ketua Osis sedang mengobrol dengan Dean.

"Gas... dan lu juga Lex. Sebaiknya kalian harus bersiap2 setelah ini." Dean memperingatkan dengan serius.

"Gue gak masalah yan, gue udah lama ingin memberi pelajaran ke dia. Coba lo lihat keluar." Tunjuk kepala Bagas ke Dean,"Mereka adalah Saksi. Dan beberapa sudah merekamnya dalam ponsel. Gue ragu kepala Yayasan akan membiarkan anak semata wayangnya menjadi aib sekolah. Dan kalopun seandainya gue salah. Gue sudah siap menghadapi konsekuensinya," terang Bagas lagi.

Dean terdiam ketika melihat para penonton masih menatap kepadanya.

"Ngomong2 bagaimana kalian tahu kejadian disini?"

"Salah seorang murid yang kebetulan lewat tak sengaja mendengar jeritan Taufik dari jauh. Dan ia langsung melapor ke gue," terang Alex selaku Ketua Osis.

Dean menatap Alex,"Apa lo perlu membawa Bagas kesini Lex? Lo bisa aja bicara dengan Fariz baik2 agar dia berhenti."

"Udah gue coba. Bahkan berkali2 sampai capek gue menasihatinya, Yan. Dan lagi Bagas satu2nya teman gue yg pernah juara 2 Sabuk hitam taekwondo waktu SMP. Jadi, gue pikir dia pasti berguna kalo seandainya Fariz nggak mendengar gue. Tapi, gue juga terkejut melihat Bagas bertindak kayak gitu tanpa sempat gue tahan." Alex melirik Bagas yang sedang memapah Taufik ke bahunya.

"Sudahlah hentikan obrolannya. Gue cuma bersikap seperti yang seharusnya, karena gue tau Fariz nggak bakal berhenti meski lo bujuk dengan cara apapun. Gue udah pernah mengalaminya. Sini bantu gue, Lex."
Sahut Bagas bergegas keluar mengacuhkan Dean yang tetap mematung di posisinya.

"Dan lo, yan," Bagas berhenti sebentar di ambang pintu menoleh ke belakang."Tolong kasih tau Fariz, mulai kini gue nggak tinggal diam kalo dia berbuat semena2 lagi. Gue udh muak melihat tingkahnya setiap hari. Lo paham kan!?"

Dean hanya mengangguk tanpa membalas sepatah pun.

Dan gerombolan murid pun terpaksa bubar saat Alex memerintahkan.

Setelah para murid lenyap, hanya tersisa Yui dan temannya tetap bertahan di posisi. Tanpa sengaja Bagas menoleh kepadanya dan memberikan tatapan yang tak bisa diartikan. Entah kenapa bulu kuduk Yui meremang tanpa ia sadari. Jantungnya berdetak keras. Ketika hendak mengatakan sesuatu, Bagas langsung berbalik mengacuhkannya. Dan tak memberi Yui kesempatan sedikitpun. Saat melihat punggung Bagas menjauh. Ia tersadar saat Sri menepuk bahunya.

"Say, kau tak apa2?"

Yui menolehnya.

"Jangan khawatirkan Fariz. Kita siap kok melindungi kamu apapun yang terjadi."

"Iya kami juga," sahut Dita dan Maya bersamaan.

"Terima kasih," jawab Yui akhirnya sembari menyeka air yang hampir keluar di sudut matanya.

"Sama-sama, say. Yang tegar ya." Ujar Sri yang langsung menarik Yui ke tubuhnya. Dita dan Maya ikutan. Merekapun berpelukan.

***

SMA 2013 [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang