SMA XIII

566 17 0
                                    


Pak Ian sedang berdiri di depan halte bis. Ia memeriksa ke ujung jalan dimana biasanya Yui datang dari arah sana. Setelah dirasa nihil. Ia kembali duduk di bangku yg sudah tersedia di halte itu. Ia membuang nafas. Dibukanya kacamatanya sejenak, dan memijit pangkal hidungnya sembari menunduk. Kemudian memenjamkan mata sesaat. Perasaannya begitu sedih menyadari Yui mulai menjauhinya. Padahal ia hanya ingin menghibur serta melindunginya karena kasus yang terjadi pada Fariz. Bukan berita bohong lagi, semua orang mengetahui cerita Fariz yang sudah ditolak serta mendapat hadiah tamparan keras dari Yui. Ia menyadari bahaya yang akan dihadapi oleh murid yang disukainya itu. Ia tak ingin melihatnya terluka.

Ketika memikirkan itu semua, tiba2 ponselnya berdering. Cepat2 ia angkat, berharap itu dari Yui. Namun, alangkah kecewanya saat mengetahui siapa yg menelepon.

"Ya ma?"

"Kenapa suaramu lesu gitu nak? Apa ada masalah di sekolah?"

Pak Ian menarik nafas."Bukan, nggak papa ma. Cuma lelah aja." Jawabnya bohong.

"Kalo gitu coba mandi air panas setelah pulang nanti, Insya Allah biar langsung segar lagi, nak," ujar suara seberang lagi.

"Ya, ma. Makasih."

Pak Ian segera hendak meletakkan ponselnya sebelum suara itu memanggil lagi.

"Dian? Jangan tutup dulu. Papamu mau ngomong." Sahut suara itu lagi dengan menyebut nama kecil Pak Ian yang hanya diketahui keluarganya saja.

Pak Ian dapat mendengar suara ponsel yang berpindah tangan.

"Dian? Ini papa nak? Kapan kamu pulang?"

Pak Ian tak lekas menjawab. Ia tercenung sejenak.

"Belum tau pa, emang ada apa?" Tanyanya malas.

"Kalau sabtu depan kamu nggak sibuk, Coba usahakan pulang ya nak. Papa mau mengenalkanmu dengan calon istri baru kamu, anak dari Om Budi."

Pak Ian tersentak. Ia tahu nama anak gadis itu. Tepatnya cewek yang pernah ia tolak sewaktu masa SMA. Sebab mereka sudah berteman sejak kecil karena keluarga mereka cukup dekat. Dan baru pas SMA cewek itu berani menembaknya. Sayang Pak Ian hanya menganggap cewek itu sebatas adik angkat saja. Tak ada perasaan apapun. Padahal cewek itu sangat cantik menurut teman2 sekolahnya dulu. Cewek itu keturunan Indo-Tianghoa. Wajahnya hampir mirip dengan artis Agnes Monica.

"Ngga tau pa, nanti Dian kabarin lagi," tukasnya setelah berpikir sebentar.

Lalu telepon itupun di tutup. Pak Ian lagi2 melengos lemah. Perasaannya campur aduk. Ia tak berani memikirkan apa yang akan dikatakan keluarganya bila mengetahui ia menyukai muridnya sendiri. Menyadari hal itu, membuat ia frustasi. Saat sedang sibuk demikian, terdengar langkah kaki yang mendekat. Ia mendongak.

"Eh, Yui?"

Yang disebut pun sama2 terkejut saat mengangkat wajahnya. Sedari tadi ia pun sibuk dengan memikirkan masalah Bagas. Tak menyangka ia bertemu Pak Ian. Situasi mendadak canggung.

"Eh...? Kak ian...?" Jeda sebentar."Belum pulang kak?" Tanyanya gelagapan.

Pak Ian juga bingung harus berkata apa sebelum akhirnya menjawab."Belum."
Pak Ian lalu teringat dengan teleponnya yang tak pernah dijawab Yui. Namun ia ragu untuk bertanya. Ia tak ingin membuat Yui semakin tertekan karena hal itu, Ia memutuskan melupakannya saja.

"Jadi, bagaimana kabar Yui hari ini? Tak ada masalahkan?" Tanya Pak Ian khawatir setelah melihat raut wajah Yui yang tampak muram.

Hening beberapa saat.

"Nggak papa kak, Yui baik-baik saja kok." Ujarnya sedikit bohong.

Pak Ian yang menyadari hal itu, hanya memaksakan diri untuk tersenyum.

SMA 2013 [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang