SMA XIV

522 14 0
                                    

  Pagi itu udara sangat dingin menggigit, akibat hujan lebat semalam. Tanah disekitarnya becek dan banyak bekas-bekas sisa air hujan semalam yang berceceran di sepanjang jalan itu. Lalu lalang para murid juga hampir sebagian besar mengenakan jaket dan sweater. Termasuk salah satu siswi yang sedari tadi berdiri gugup di depan gerbang sekolah. Ia terlalu ragu untuk masuk. Rambutnya kini sudah dipotong pendek sebahu. Ia justru jadi ajang perhatian para murid yang  lewat  di dekatnya. Bahkan ada beberapa dari mereka sedang membicarakannya. Hingga yang mencibirnya. Tak ada satupun yang mau mengajak cewek itu bicara atau bahkan sekedar menyapa. Semua mengacuhkannya. Dan menatapnya dengan pandangan menjijik. 

Cewek itu tentu merasa risih dengan semua itu. Tapi apa yang dapat ia lakukan? Nasi sudah menjadi bubur. Segala kejadian masa lalu tak semudah itu bisa dilupakan oleh semua orang. Disaat seperti ini, hanya satu yang ia harapkan kehadirannya. 

Bagas.

Ia mengeluarkan ponselnya. Dan mencoba menghubungi yang bersangkutan. Tapi, tak ada sahutan. Hanya suara operator yang menjelaskan. Sekali lagi ia coba memencet nomor yang sama. Namun, lagi-lagi suara sang operator yang menjawab. Akhirnya dia memutuskan mengirim pesan.

"Gas, Kamu dimana? Aku takut disini sendiri? Hubungi aku setelah kamu baca pesan ini." -Send

Lalu ia kembali menyarungkan ponsel itu ke dalam saku bajunya. Ia menoleh ke sekitar. Berharap Bagas lewat disana. 

Namun, lagi-lagi yang ditunggu tak tampak batang hidungnya. Ia semakin gelisah. Mendadak sebuah pikiran konyol berkelebat di benaknya. Apa aku pulang aja ya? harusnya aku tadi minta Bagas menjemput ke rumah. Tapi, aku mau memberi kejutan ke dia. Bagaimana ini...?

"Gina?" seseorang cowok memanggilnya.

Ia merasa akrab dengan nada suara itu. Lalu menoleh kepadanya.

"Eh, hai.. lama nggak ketemu."

"Ya, sama. Nggak nyangka gue akhirnya bisa melihat lo lagi. Gimana kabar lo sekarang?"

"Aku baik. Kalau kamu?"

"Gue sehat dong. Hehe.. Eh, kenapa nggak masuk? Ayuk!"

"Maaf, duluan aja. Aku lagi nunggu seseorang."

"Bagas?" tebaknya tepat.

"Kok tau?"

"Dia yang cerita. Gue dengar kalian sudah resmi berpacaran ya?!"

Gina tersipu malu. "Apa aku nggak pantas buat Bagas?"

"Nggaklah. Kalian cocok kok."

"Makasih."

Cowok itu celingukan ke sekitar. Kemudian balik berkomentar, "Kayaknya, Bagas mungkin telat. Kenapa nggak tunggu di dalam aja?"

"Takut..."

Cowok itu menggangguk paham.

"Nggak papa, ada gue. Yuk!"

Gina ragu-ragu sejenak. Lalu diliriknya jam tangan mungilnya. Sudah jam 7 lewat 10 menit. Gerbang akan segera ditutup oleh pak rustam.

"Ya, makasih ya, yan," Ujarnya tulus ke cowok yang ternyata Dean itu.

Selanjutnya seperti yang sudah bisa diduga, mereka berdua pun masuk.

***

Di sepanjang jam pelajaran pagi itu, Yui terus-terusan menggerutu. Mulutnya menggerucut. Ia memainkan pulpen ditangannya. Mengetuknya ke atas meja bahkan memutarnya. Tak tertarik menyimak mata pelajaran Pak Akso yang mengajar PKN. Ia kembali melirik untuk yang kesekian kalinya ke bangku sebelah yang ternyata masih kosong itu.

SMA 2013 [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang