SMA XV

554 20 0
                                    


Teror pun dimulai. Tak ada yang tahu apa yang akan terjadi. Namun, suasana hari itu tak seperti biasanya. Udara terasa dingin menusuk padahal matahari tampak terang siang itu. Tapi entah, ekpresi para murid tampak sangat ketakutan ketika menyaksikan rombongan gang Fariz saat hendak lewat menuju kantin. Kali ini bukan dengan jumlah tiga orang sebagaimana biasanya. Bahkan Dean tak tampak disana. Hanya ricky dan selebihnya adalah kawan-kawan rekrutan ricky yang bersamanya tempo hari saat menghadang Bagas. Gerombolan itu berjumlah tak kurang dari selusin. Muka-muka mereka terlihat sangar dengan sebagian besar berkulit gelap. Baju dikeluarkan. Serta rambut berantakan. Fariz memimpin paling depan dengan berjalan angkuh. Ia menyentuh ujung rambutnya sedikit yang sudah berubah cepak dan hitam kelam. Wajahnya menyeringai saat menyaksikan salah seorang musuhnya sedang duduk bersama ke-empat kawannya. Dia sudah ingat nama-nama itu; Bagas, Dean, Awan, Nick, dan Anto.

Fariz dan kawan-kawannya memutuskan duduk di jarak yang tak terlalu jauh dari posisi Bagas dan Dean. Mereka hanya terpisah 3 meja dan saling berhadapan. Anehnya beberapa murid yang tadinya sedang mangkal disana, serentak menyingkir secara perlahan-lahan. Semula seorang, kemudian disusul sejumlah lainnya. Hingga ruang kantin yang besar itu mendadak kosong melompong. Hanya mereka yang tersisa.

Bagas menatapnya. Begitupun Fariz. Senyumnya menyeringai. Mata mereka kembali beradu intens.

"Gas?" Dean memanggil.

Yang dipanggil langsung tersadar."Eh, iya?"

"Jangan diliatin." Sahutnya dengan isyarat mata. Untung posisinya sedang memunggungi Fariz, sehingga ia aman.

"Oh, oke." Bagas menyahut pelan.

"Gas, jadi apa rencana lo? Kenapa manggil kita-kita kesini?" Tanya Nick serius.

"Iya, sejak kejadian kemarin. Gue nggak bisa tidur karena khawatir bakal jadi korban selanjutnya." Potong Anto cemas. Sekali-kali ia melirik kumpulan Fariz dan kawan-kawannya.

"Gue merasa perang yang sebenarnya baru dimulai sekarang," sahut Awan tak mau ketinggalan.

"Hmm.." Bagas memegang dagunya. Lalu berpaling ke Dean."Yan, lo yang paling kenal sama Fariz, menurut lo apa yang direncanainnya?"

Dean tak lekas menjawab. Ia memijit kepalanya dengan enggan. Memejam mata sebentar lalu berujar,"Gue sebenarnya nggak sedekat itu juga dengan dia. Pertama gue kenal dia, waktu kebetulan sekelas di kelas satu. Dulu Fariz, temannya cuma Ricky doang, karena mereka pernah satu SMP." Dean diam sebentar menyeruput Jus Alpukatnya."Lalu saat nama gue mulai tenar gara-gara bokap gue artis. Faiz langsung nyamperin gue buat ngajak bergabung dengannya." Dean menyeka bibirnya sebentar."Tapi, gua menolak. Dan Fariz terus-terusan membujuk gue bahkan hampir mengancam karena bokapnya kepala yayasan. Otomatis gue nggak ada pilihan lain. Mau nggak mau gue terpaksa bergabung. Dan sejak itu Fariz langsung ikut terkenal berkat gue. Dan seluruh murid jadi mulai tahu siapa Fariz sebenarnya. Sehingga bukannya senang. Justru banyak yang takut dengannya."

"Kenapa?" Tiba-tiba Bagas menyela.

Dean langsung menghela berat sebelum melanjutkan."Ternyata ada murid bekas SMP yang sama dengan Fariz dulu, membeberkan masa lalu Fariz."

"Apa katanya? Kok gue nggak tahu?" Kata Bagas lagi sedikit bingung.

"Terang lu nggak tahu. Terakhir kali orang yang tahu ceritanya udah keluar dari sekolah ini." Jelas Dean pelan.

"Hah, kok bisa?" Kali ini Awan mulai tak sabaran.

"Itulah kekuatan Fariz. Dengan modal posisi bokapnya, nggak sulit baginya mendepak satu atau dua orang murid dari sekolah."

"Serius? Emang bokapnya segitu buruknya seperti Fariz?" Cetus Bagas lagi.

Dean menggeleng sebentar."Nggak."

SMA 2013 [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang