Satu bulan yang lalu.
"Bunda sama Ayah udah sepakat untuk menikahkan kamu sama Kendra dan Bunda nggak nerima penolakan." Gue langsung menatap Bunda datar setelah ucapannya barusan.
"Okey!" Gue tersenyum sekilas, nikah? Sama Kak Ken kan? Ya nggak masalah.
Kalau yang namanya perjodohan selalu identik dengan kata pemaksaan, nggak ikhlas atau semacamnya, gue malah menganggap perjodohan gue bukan masalah besar, kenapa? Karena Kendra Adipati Darma orangnya, sesederhana itu.
Seminggu dari sekarang gue akan genap berusia 19 tahun dan Kak Ken akan memasuki usia ke 22 tahunnya, entah takdir atau memang cuma kebetulan, nyatanya gue sama Kak Ken memiliki tanggal lahir yang sama dan keluarga kita berdua sepakat kalau tanggal 1 Juli akan jadi tanggal pernikahan kami berdua.
Berbeda dengan gue, awalnya Kak Ken sedikit keberatan dengan perjodohan yang dirancang orangtuanya tapi entahlah, sampai sekarang gue nggak pernah tahu alasan awal Kak Ken menolak menikahi gue itu apa?
Apa Kak Ken menyukai perempuan lain? Jawabannya jelas enggak, kutu buku nan cupu kaya Kak Ken mana punya waktu buat suka sama orang, waktu luangnya selalu gue isi dengan pertanyaan seputar tugas sekolah gue.
Atau ada perempuan lain yang suka sama Kak Ken? Itu lebih nggak mungkin lagi, bagi orang lain seorang Kendra akan sangat tidak menarik, laki-laki yang menjadikan buku seolah kekasihnya, perempuan zaman sekarang maunya selalu jadi yang pertama jadi mana mau dinomer duakan apalagi kalah saing sama buku.
Terlepas dari penampilannya yang sangat biasa, gue malah ngeliat hal yang beda setiap kali natap matanya Kak Ken, tatapan teduh plus terlukanya selalu sukses bikin gue mikirin Kak Ken setiap hari, gue bahkan mulai terbiasa untuk itu.
Kak Ken yang gue kenal adalah seorang laki-laki biasa, sejauh gue kenal, Kak Ken adalah lelaki yang paling hangat setelah Ayah sama Mas Arya dan Mas Ian, Kak Ken selalu cuek bahkan cenderung mengabaikan gue tapi dibalik itu semua, gue bisa memastikan satu hal, Kak Ken peduli sama gue.
Kadang gue mikir, apa yang gue rasain sekarang bisa dibilang cinta? Entahlah, yang gue tahu, gue yakin kalau Kak Kendra itu orang yang tepat untuk gue.
Flashback Off
"Eh Ri, ngapain lo ngasih mawarnya ke tu orang? Siapa namanya tadi? Cupu kaya gitu Ri, buang-buang uang tahu nggak." Dan gue langsung natap Lily dengan tatapan membunuh gue.
'Lo ngatain suami gue, gila!' Teriak gue membatin.
"Lo kalau ngeliat orang jangan dari fisiknya doang, kalau lo cuma ngeliat fisik, tar pas lo nikah terus punya suami, kalau orangnya udah tua lo mau ngeliat apa? Keriputnya?" Balas gue nggak suka.
Ya memang gue pribadi nggak berencana nyembunyiin pernikahan gue tapi Kak Ken bilang dia keberatan, kalau gue tanya alasannya apa? Kak Ken akan selalu bilang kita berdua masih terlalu muda, kalau orang lain tahu kita berdua udah nikah, mereka mau mikir apa untuk kita? Menikah karena kecelakaan? Kak Ken jelas nggak mau jadi biang gosip.
"Ya santai kan gue cuma nanya? Sebegitu sukanya lo sama tu orang? Siapa tadi namanya? Kendri? Kendru?"
"Kendra Adipati Darma, catat kalau perlu, biar lo inget."
"Ogah gue nyatet nama itu orang, lo aja yang punya selera aneh, suka kok sama yang modelan culun cupu gitu, mendingan Kak Reza kemana-mana."
"Terserah gue dong, selera gue jadi ya ikut kata gue, gue pulang duluan, lo dijemput jugakan?"
"Heumm, hati-hati, lusa masuk pagi, jangan lupa."
"Oke." Ninggalin Lily yang masih natap gue aneh, gue berjalan lemas ngelewatin koridor kampus, sekarang udah mau magrib tapi Mas Arya belum keliatan juga hilalnya, ini yang tadi katanya mau jemput, giliran ditungguin orangnya selalu telat, udah gitu Mas Ian juga nggak bisa dateng.
Masih gue ngotak ngatik handphone nunggu jemputan, tiba-tiba ada motor berhenti tepat dihadapan gue masih dengan helm yang nutupin muka pengendaranya.
"Naik!" Dan gue langsung tahu itu siapa.
"Tumben mau nebengin? Empat hari kebelakang kemana aja?" Tanya gue yang diabaikan Kak Ken seperti biasa, alhasil sepanjang perjalanan cuma hening bahkan sampai kita berdua udah didepan rumah.
"Nggak mau mampir?" Tanya gue ngembaliin helm Kak Ken.
"Istirahat, salam untuk orang rumah." Dan Kak Ken balik arah gitu aja, udah langsung pulang.
Gue sama Kak Ken memang udah nikah tapi kita berdua masih tinggal dirumah orang tua masing-masing, selama sebulan menikah, Kak Ken belum pernah nginep dirumah gue sekalipun, begitupun sebaliknya, gue nggak pernah nginep di rumah keluarga Kak Ken sama sekali.
Terkadang gue mikir, apa yang salah dengan gue sampai Kak Ken bisa bersikap sedingin itu? Bukannya sombong tapi kalau untuk penampilan, orang malah akan mikir gue yang terlalu bagus untuk seorang Kendra, jadi apa masalahnya?
Hati? Sikap Kak Ken memang dingin tapi nggak sampai benci sama gue juga, kalau benci, Kak Ken nggak akan peduli, dihari kedua masa orientasi, gue sempat tumbang dan Kak Ken keliatan khawatir banget waktu itu, keadaan guelah yang membuat Kak Ken dateng kerumah ngejengukin gue kemarin malam, apa pemikiran gue salah?
Dihari gue tumbang, gue sadar dengan tangan Kak Ken yang menggenggam erat tangan gue tapi ya balik lagi, seberapa keraspun gue mikir, gue nggak akan pernah tahu alasan dari sikap dinginnya selama ini apa?
"Assalamualaikum." Gue melangkahkan kaki masuk ke rumah.
"Waalaikumsalam, sama siapa Dek?" Tanya Bunda begitu gue nyalim.
"Sama Kak Ken, Mas Arya lama soalnya." Jelas gue seandanya, padahal ini, gue udah kesel banget sama Mas Arya.
"Memang Mas kamu yang minta Ken untuk nganterin kamu pulang, Mas Arya ada rapat mendadak dikantor katanya, Mas Ian kan memang masih diluar kota." Sambung Bunda yang membuat gue menghela nafas dalam.
"Kebiasaan banget, yaudah aku naik ya Bun, mau shalat magrib dulu." Mengecup pipi Bunda sekilas, gue masuk ke kamar dan menjatuhkan tubuh gue asal diranjang, badan gue rasanya remuk semua.
Menatap langit-langit kamar gue sekarang, entah kenapa gue jadi balik kepikiran sama Kak ken, sebenernya Kak Ken nganggep gue apa? Istri? Temen? Adik atau bahkan cuma sekedar kenalannya doang?
Apa gue yang terlalu maksa Kak Ken untuk nerima gue? Atau memang kenyataannya ada perempuan lain yang Kak Ken suka, perempuan yang memiliki hati Kak Ken tanpa sepengetahuan gue?
Tapi ayolah Ri, bukannya lo udah terbiasa sama sikap dingin Kak Ken? Dicuekin? Nggak dianggep? Bukannya itu udah biasa? Kenapa sekarang lo malah semberaut sendiri?
Dari awal harusnya gue sadar, mungkin bagi gue perjodohan ini bukan masalah besar tapi gimana untuk Kak Ken? Kak Ken nolak diawal pasti karena keberatan bukan? Dia menolak.
Ah kenapa gue jadi kaya gini? Galau mikirin suami sendiri, kalian tahu apa yang paling gue benci dalam hidup? Rindu, gue benci merindukan seseorang yang bahkan masih bisa gue liat mukanya setiap hari.
"Pletuk." Dengan malas gue meraih handphone gue sekarang, siapa coba magrib-magrib begini?
"Rezadian Erlangga, save ya Dek." Dan ini pesan chat yang gue dapat, lagian ini siapa coba? Sembarangan manggil gue Adek, kapan Bunda ngasih gue saudara laki-laki tambahan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with My Senior (END)
RomanceDinikahin sama mahasiswa cupu aja gue ikhlas tapi kenapa kesannya malah kaya gue yang ditolak? Memang kurangnya gue apa? Kurang tinggi? Apa kurang cupu sama kaya dia?