(35)

13.4K 1.2K 27
                                    

"Reza bersedia menggantikan Papanya masuk penjara sebagai imbalan Papanya mau melepaskan kamu." Gue menggenggam tangan Kak Ken erat hanya sekedar menguatkan hati gue.

Jujur, dalam hidup gue sesangat bersyukur karena dikelilingi oleh keluarga yang selalu menyayangi gue tapi disisi yang lain gue juga sangat merasa terbebani untuk semua pengorbanan mereka.

Didunia ini siapa yang gak bahagia mempunyai saudara yang sangat baik bahkan rela melakukan apapun hanya sekedar melihat gue bahagia tapi kalau mereka selalu mengorbankan kebahagian mereka cuma untuk gue juga gak adil.

Apa belum cukup bahagia mereka yang hilang? Gimana bisa gue ngebiarin mereka semua nanggung rasa sakit gue? Gue gak bisa nahan beban itu lagi? Gue gak akan  sanggup.

"Kita temuin Kak Reza sekarang!" Ucap gue panik, gue sendiri gak tahu harus gimana sekarang, yang gue tahu Kak Reza harus bebas, apa dan bagaimanapun caranya.

.
.
.

"Kenapa Kakak ngelakuin itu?" Tanya gue tertunduk bahkan gak sanggup natap keadaan Kakak gue sekarang, wajah babak belur ditambah dengan penampilan lusuhnya sukses menyakiti hati gue.

"Bawa Riana pulang, gue udah peringatin lo untuk gak ngasih tahu apapun, apa susahnya lo nurutin ucapan gue?" Bukannya ngejawab pertanyaan gue, Kak Reza malah marah ke Kak Kendra.

"Riana juga udah peringatan Kakak untuk gak terluka hanya untuk Riana tapi sekarang apa? Kakak sendiri gak bisa nepatin janji Kakak, apa Kakak lupa?" Gue menggenggam tangan Kak Reza yang memang ada diatas meja, gue menggenggam tangan Kak Reza erat lengkap dengan rasa bersalah gue.

"Kakak akan bebas." Ucap gue yakin, pasti ada caranya, gue harus yakin.

"Reza akan bebas, kamu gak perlu khawatir, Kakak udah minta Kenza narik laporannya." Balas Kak Ken mengusap kepala gue.

"Lo akan bebas, gue gak akan ngebiarin lo lebih lama disini." Lanjut Kak Ken melirik Kak Reza dengan wajah yang entah kenapa juga terlihat penuh rasa bersalah.

"Kakak disini, Reza bisa keluar sekarang, Kakak udah selesai ngurus semua berkasnya." Gue sama Kak Ken sepakat berbalik dan mendapati Kak Kenza berdiri tepat di belakang kita berdua.

"Kamu bebas sekarang!" Ulang Kak Kenza natap Kak Reza dengan sedikit senyuman.

"Kalau gitu kita pulang bareng, gue sama Rian bakalan nunggu." Gue langsung memeluk Kak Kendra erat, tengkyu tengkyu tengkyu, gue gak bisa berhenti mengucap syukur.

"Tapi Reza gak mungkin pulang kerumah orang tuanya!" Ingat Kak Kenza yang membuat gue kembali melepaskan dekapan gue ditubuh Kak Ken.

Kak Kenza bener, Kak Reza gak mungkin pulang ke rumah Papanya, kalau sampai Kak Reza pulang kesana gue gak bisa ngebayangin apa yang bakalan dilakuin Om Erlangga nanti.

"Kalau gitu Reza ikut kita pulang, Reza bisa tinggal dirumah kita."

"Ahhh, tengkyu." Dan gue kembali memeluk suami gue erat.

.
.
.

"Lo bisa tidur dikamar tamu dan seperti yang lo tahu, dirumah ini gue cuma tinggal berdua sama Riana jadi gak pake pembantu."

"Kalau lo butuh apapun, bisa minta tolong gue atau Riana, ya mentok-mentok kalau lo gak mau ngerecokin Adik sama Adik ipar lo, lo bisa cari sendiri apa yang lo butuhin." Kak Kendra tersenyum jail dan nepuk pelan bahu Kak Reza.

"Jangan dengerin, kalau Kakak butuh sesuatu tinggal panggil Rian, anggap rumah sendiri, karena Rian juga di bilangin gitu waktu hari pertama pindah, iyakan Kak?"

"Lebih baik kalian berdua naik, makin pusing bawaannya." Kak Ken hanya tersenyum cukup manis dengan ucapan Kak Reza barusan, gue aja ikutan happy ngeliat mereka berdua.

"Kalau gitu kita naik dulu, lo juga istirahat." Setelah Kak Reza mengiyakan, kita berdua pada pamit masuk ke kamar, ahhh hari yang berat banget.

"Kak, Lily gimana?" Tanya gue masih berdiri dihadapan Kak Kendra.

"Jangan terlalu dipikirin Ri, kondisi kamu sekarang juga belum begitu baik, masalah Lily, biar Kakak bicarain sama Mas Arya, Mas Ian dulu, apapun hasilnya nanti Kakak kabarin." Gue menggangguk pelan.

"Kak!" Tanya gue kembali menangkup kedua pipi Kak Ken untuk natap gue.

"Apa lagi Riana?" Seperti biasa Kak Ken menatap gue dengan tatapan datarnya lagi.

"Gak jadi, mukanya gak enak gitu." Gue melepas tangkupan gue dipipi Kak Ken dan berniat berbalik sebelum beberapa detik kemudian Kak Kendra kembali mendekap pinggang gue untuk berdiri lebih dekat ke dia.

"Kenapa?" Ulang Kak Ken yang entah kenapa terdengar sangat manis menurut gue.

"Cuma mau mastiin, Kakak serius besok udah mulai kerja?"

"Heummm!" Kak Kendra mengangguk, udah segitu doang jawabannya? Irit amat.

"Itu artinya Rian bakalan lebih sering sendirian dirumah?" Tanya gue lagi.

Pertanyaan gue bodoh banget, kemarin Kak Ken belum kerja gue tanyain terus, lah sekarang udah kerja gue kaya lagi protes karena bakalan sering ditinggal sendiri, plimplan banget memang.

"Kakak akan selalu ada untuk kamu jadi jangan kebanyakan mikir, hidup gak sedrama pemikiran kamu." Hah! Gue lagi-lagi kehabisan kata.

Suami gue itu gak ada manis-manisnya apalagi romatis kalau ngomong, yang keluar dari mulutnya itu selalu aja sesuai sama isi otaknya dan sayangnya lagi otaknya itu gak pake saringan jadi kalau ngomong bebas aja gitu.

"Ini bukan masalah drama gak drama tapi_

"Tapi kamu takut ditinggal sendirian kalau Kakak mulai kerja?" Tebak Kak Ken yang gue angguki pelan.

Kenyataannya memang begitu, setelah semua kejadian ini, wajar kalau gue rada parno sendiri, gue gak bisa percaya siapapun semudah dulu, perempuan yang gue anggap baik aja bisa berbalik nikam gue dari belakang.

"Kalau udah tahu kenapa Kakak malah nanya?"

"Tapi itu berlebihan Riana, Kakak bekerja juga untuk menghidupi kamu, menghidupi keluarga kita, Kakak juga tahu kamu khawatir tapi kita gak mungkin selamanya menghindar, jangan menjadikan semua masalah itu penghalang kita."

"Apapun keadaannya, kita punya kehidupan kita, Kakak punya mimpi, kamu juga, yang bisa kita lakukan sekarang adalah berusaha menjalani hidup kita sebaik mungkin, jangan menyia-nyiakan masa depan kita hanya untuk menghindari masalah."

"Masalah bisa berlalu tapi masa depan akan terus maju, kalau hari ini kita memilih menghindar dan berdiri ditempat, sampai kapanpun masa depan gak akan pernah ada digenggaman kamu."

"Riana ngerti?"

"Heummm!" Gumam gue mulai gak karuan, ini ni modelannya kalau Kak Ken udah siraman rohani.

"Semuanya, manja atau bahkan kekanak-kanakan sekalipun, Kakak bisa menerima semua sifat kamu itu tapi ingat, letakkan semuanya sesuai tempat, apapun kondisinya, berapa mudapun umur kamu, Kakak mau kamu belajar untuk memposisikan sesuatu pada tempatnya."

"Heum mumpung lagi kita bahas, Kakak juga pernah bilang, Kakak gak terlalu peduli dengan penampilan kamu dan Kakak tahu kamu kecewa dengan ucapan Kakak."

"Tapi Kakak mau kamu tahu alasannya, kenapa Kakak bicara seperti itu? Bukan karena Kakak tidak perhatian tapi suatu saat, kamu akan mengajari dan mendidik anak-anak kita dengan ilmu bukan dengan penampilan kamu."

"Masih ada yang mau kamu tanya lagi?"

"Gak!"

Married with My Senior (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang