Seminggu berlalu dan sekarang gue sama Kak Ken udah pindah ke rumah kita berdua, hari pertama pindah beneran kacau menurut gue, kenapa? Ya karena awalnya gue pikir kamar gue sama Kak Ken bakalan misah tapi ternyata malah sekamar langsung.
"Kak, mau makan malam apa?" Tanya gue ke Kak Ken yang masih fokus dengan handphone-nya.
"Apapun." Hah? Liat aja gue masakin mie rebus setan, cabenya sekilo gue ulek.
Gue berjalan ke dapur dan mengeluarkan satu cup mie instan, menatap Kak Ken dari jauh, mienya langsung gue siram pakai air panas, tambah cabe sama lada bubuk tiga sendok plus cuka setengah botol, ditutup dan tunggu tiga menit, siap disajikan.
"Nah, selamat menikmati." Senyum gue merekah, gue meletakkan mie instannya didepan Kak Ken dan langsung beralih berniat ninggalin Kak Ken makan sendirian, nggak sanggup kayanya kalau harus nungguin reaksi Kak Ken nanti.
"Stop, balik!" Dengan bibir terbungkam rapat, gue terpaksa berbalik dan tersenyum aneh ke Kak Ken.
"Cobain!" Hah?
Cobain? Bukan gue yang disuruh makan mienya kan? Hallo gue nggak mau, rasanya kaya apa aja kagak kebayang, gue ngebuatin mie itu untuk Kak Ken bukan untuk gue makan sendiri.
"Kalau mau ngerjain, pakai cara rapi sedikit, mie apa yang warnanya nggak karuan begini?" Wah wah tumben panjang kalimatnya.
"Dalam lima menit udah ada diparkiran." Meletakkan mienya gitu aja, Kak Ken langsung berjalan keluar setelah nyentil kening gue sekali.
"Ketahuankah?"
."Kak! Kita mau kemana?" Gue nanya tanpa mengharapkan balasan apapun, beberan gue udah biasa.
"Pacaran!" Gue yang lagi sibuk merhatiin jalan langsung kaget dan natap punggung Kak Ken nggak percaya, Kak Ken nggak lagi sakitkan? Makin aneh aja.
"Stop!" Ucap gue nepuk pelan bahu Kak Ken, Kak Ken memberhentikan motornya dan berbalik natap gue.
"Apa yang salah? Ini jelas bukan Kakak." Gue nanya karena beneran nggak yakin sama kondisi Kak Ken, yang biasanya dingin, kaku dan pendiam, mana mungkin bisa berubah tanpa alasan apapun.
"Pacaran selagi kita punya waktu." Hah?
"Kita masih punya banyak waktu, nggak harus terburu-buru kaya gini, Kakak kenapa sebenernya?"
"Ini tahun terakhir Kakak jadi mahasiswa." Seriusan cuma itu alasannya? Kurang meyakinkan gitu.
Kak Ken menatap gue aneh sekilas sebelum kembali melajukan motornya, sekarang bukan cuma sikap Kak Ken yang aneh tapi tatapannya juga, sifat Kak Ken semakin melembut tapi tatapannya jadi semakin dingin, apa yang salah?
Hampir tiga puluh menit Kak Ken mengendarai motornya dan kita berdua sampai disebuah restoran yang udah sepi, ini restoran udah tutup apa memang nggak ada yang dateng?
"Kak, Kakak yakin mau makan disini?" Gue mulai narik lengan Kak Ken sedikit takut, tempatnya beneran sepi.
Melepaskan pegangan gue dilengannya, Kak Ken beralih menggenggam tangan gue dan berjalan masuk beriringan, benerkan sikapnya aneh.
"Mas Kendra?" Dan Kak Ken mengangguk pelan, "silakan Mas, semuanya sudah siap." Ini apaan lagi coba?
"Kita mau ngapain Kak? Jangan nakutin bisakan? Ini beneran udah nggak lucu."
"Jauhi Reza!" Kak Ken berbalik dan mendudukkan tubuh gue disalah satu kursi kosong didepan kita berdua.
"Tanpa Kakak suruh, aku juga nggak berencana dekat-dekat sama tu orang." Balas gue malas, jangan bilang Kak Ken berubah kaya gini cuma karena Kak Reza? Nggak penting banget alasannya.
"Jauhin Kakak juga selama dikampus!" Dan gue mematung untuk ucapan Kak Ken selanjutnya.
Apa yang salah dari gue? Apa kurangnya gue? Kenapa gue harus ngejahuin suami gue sendiri? Kenapa gue harus pura-pura nggak kenal sama suami gue sendiri?
"Heumm!" Gumam gue mengiakan pasrah, gue bahkan terlalu malas untuk nanya alasannya.
"Kamu nggak berencana nanya alasannya apa?"
"Apa Kakak bakalan ngasih jawaban kalau aku tanya? Enggakkan?" Gue bahkan mulai menatap langit-langit ditempat gue duduk sekarang, gue nggak mau nangis tapi semuanya juga semakin berat kalau sikap Kak Ken terus begini.
"Ri, liat Kakak." Kak Ken berlutut didepan gue dan menggenggam tangan gue erat.
"Riana." Kak Ken mengusap pipi gue sekilas dan natap gue dengan tatapan khawatirnya.
"Reza tahu tentang pernikahan kita!" Jelas Kak Ken bahkan tertunduk didepan gue sekarang.
"Yaa bagus, kalau dia udah tahu, dia nggak akan terus dateng dan nemuin aku lagi." Balas gue lega.
Yang nggak gue ngerti sekarang memang kenapa kalau Kak Reza tahu tentang pernikahan gue sama Kak Ken? Itu nggak ada sangkut pautnya sama sekali jadi kenapa Kak Ken harus bersikap sejauh ini?
"Dia tahu tentang pernikahan kita karena kelalaian Kakak dalam ngejagain kamu." Ngomongnya jangan bikin gue makin pusing.
"Apa yang Kakak sembunyiin dari aku?" Gue melepas genggaman Kak Ken di tangan gue dan bangkit berdiri.
"Dia masih mendekati kamu disaat dia tahu status kamu itu apa, kamu pikir apa ada laki-laki baik didunia ini yang melakukan hal itu?" Kak Ken ikut bangkit dan natap gue dengan tatapan memohon.
"Jauhi Reza!" Gue mengusap kasar wajah gue mikirin semuanya sekarang, seberapa keras gue coba, Kak Ken nggak akan ngasih tahu alasan sebenernya.
"Apa Kakak cemburu?" Tanya gue sendiri nggak yakin.
"Cemburu hanya untuk seseorang yang iri dengan orang lain!"
"Jadi intinya Kakak cemburu apa enggak? Nggak usah muter-muter."
"Nggak dengan Reza!" Maksud ucapannya apa coba?
.
Setelah permintaan Kak Ken yang mau gue ngejahuin Kak Reza sama dia sekaligus kemarin, gue mulai narik diri menjauh, nggak sulit untuk menjauh Kak Reza karena gue memang nggak tertarik tapi gimana bisa gue menjauh dari Kak Ken kalau pandangan gue nggak bisa lepas dari dia?
"Riana!" Gue melirik ke arah Lily yang dari tadi memang udah ngambil posisi disebelah gue.
"Heumm, kenapa?" Tanya gue malas.
"Lo berantem sama Kak Ken? Tumben nggak nemuin tu orang?"
"Kemarin-kemarin lo minta gue ngejahuin dia dan sekarang udah gue jahuin kenapa malah lo tanya-tanya? Lo maunya gue gimana?"
Lagian Lily pun satu, waktu gue deket dianya nggak suka, lah sekarang udah nggak gue deketin ni anak malah kebingungan nggak jelas, nambah emosi aja.
"Ya santai kan gue cuma nanya elah, sensian amat lo." Lily nepuk lengan gue.
"Tapi pertanyaan lo kaga enak!"
"Adanya gue suruh lo makan." Ah kampret banget memang si Lily.
"Eh ngomong-ngomong gue mau cerita sama lo, lo tahu apa Ri? Kemarin gue ketemu cowo ganteng banget, kegantengannya bahkan bisa ngalahin Kak Reza, kayanya gue jatuh cinta pandangan pertama sama tu orang deh." Ini apaan lagi ya Allah?
"Yaudah lo pacarin sekalian!" Balas gue natap Lily sekilas.
"Masalahnya gue nggak tahu tu orang siapa? Gue cuma ngeliat sekilas orangnya di parkiran belakang kampus kita kemarin, mahasiswa sini bukan sih? Tapi bukan deh kayanya, kalau ada mahasiswa seganteng itu di kampus kita, gue pasti udah tahu." Haduh.
Memang seganteng apa sih orangnya sampai bisa ngalahin Kak Reza dimata seorang Lily? Bukannya Lily sukanya sama yang bening-bening ya? Tapi bodo amat sih, nggak ada sangkut pautnya juga sama gue.
"Ri, lo dengerin gue nggak? Gue curhat ini."
"Iya gue denger ini."
"Pokoknya gue harus dapetin tu orang bagaimanapun caranya, orangnya harus jadi pacar gue." Ucap Lily pakai keyakinan penuh.
"Semangat! Jangan menyerah! Kejar terus! Gaskan!" Gue nyemangatin tapi pakai muka malas gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with My Senior (END)
RomanceDinikahin sama mahasiswa cupu aja gue ikhlas tapi kenapa kesannya malah kaya gue yang ditolak? Memang kurangnya gue apa? Kurang tinggi? Apa kurang cupu sama kaya dia?