Udah hampir satu jam gue nunggu dikamar Kak Ken tanpa berani nyentuh apapun, yang punya kamar tadi nggak ngomong anggap aja kamar sendirikan? Tapi kalau nungguin Kak Kendra ngomong kaya gitu lebih nggak mungkin lagi, kaya ngarepin bulan jatuh jadinya.
"Aiissh!" Hela gue bertepatan dengan Kak Ken yang membuka pintu kamar.
Sekilas Kak Ken natap gue datar kayanya kaget ngeliat gue prustasi kaya barusan, huh, jangan sampai tar mikirnya gue narik nafas jengah karena Kak Ken yang baru masuk? Gue nggak sejahat dia.
"Kalau mau beberes, dilemari rak kedua ada sikat gigi baru, untuk yang lain kamu bisa pakai punya Kakak."
"Delapan belas kata" batin gue.
Kak Ken masuk dan langsung merebahkan tubuhnya asal diranjang, kadang gue ngerasa aneh sendiri mikirin Kak Ken, apa kehadiran gue nhgak ngebuat dia risih sedikitpun? Gue aja risihnya setengah mati.
Lempar jauh pemikiran gue ke laki-laki yang berbaring disebelah gue sekarang, gue bangkit dan ngambil sikat gigi baru ditempat yang Kak Ken maksudkan, pakaian kalau untuk malam ini sih gue ada, kan bawa banyak karena mikir bakalan liburan dirumah nenek, lah ini malah diseret liburan ke rumah mertua.
Selesai gue beberes, gue keluar dan udah nggak mendapati Kak Ken dikamar, kemana? Entahlah, gue milih mulai membaringkan tubuh gue diranjang dan memejamkan mata gue perlahan, sepuluh menit, dua puluh menit dan udah setengah jam berlalu gue masih belum bisa tidur juga.
Kak Ken kemana coba? Udah tahu gue nggak nyaman sendirian disini, bukannya ditemenin tapi dia malah ngilang terus, kalau hujung-hujungnya gue ditinggal sendirian kaya gini ngapain gue diangkut pulang? Mending liburan sama keluarga gue kemana-mana.
Memberanikan diri keluar kamar, gue turun dan melangkahkan kali berjalan ke arah dapur buat ngambil minum, ini rencananya awalnya tapi langkah gue tercekat begitu mendapati Kak Kendra dan Kak Kenza duduk senderan menikmati tontonan mereka.
Untuk sesaat gue sama sekali nggak bisa ngalihin fokus gue dari Kak Ken, ternyata Kak Ken masih bisa tertawa lepas didepan Kakak perempuannya, ini adalah pertama kalinya gue ngeliat Kak Ken tertawa bahagia setelah tiga tahun, ini gue yang baru tahu atau memang Kak Ken akan sehangat itu bareng keluarganya? Entahlah.
Harusnya gue bahagia ngeliat Kak Ken tertawa lepas kaya gitu tapi entah kenapa gue malah menghela nafas cukup panjang disela senyuman gue sekarang yang memperhatikan mereka berdua, ternyata bukan gue alasan Kak Ken bisa tertawa bahagia kaya sekarang, bukan gue alasan bahagianya.
'Ayolah Ri, Kak Ken bisa ketawa aja harusnya lo udah bersyukur.' Gue terus ngomong kaya gini ke diri gue sendiri tapi kenyataannya tetap aja, gue sedikit kecewa.
Mengabaikan mereka berdua, gue meneruskan langkah gue jalan ke dapur dan ngambil minum, setelahnya gue juga langsung balik naik ke atas, mungkin Kak Ken memang lebih baik bareng Kak Kenza, dari pada nemenin gue ngurung diri dikamar, yang ada gue malah kaya ngerengut bahagianya.
Kembali merebahkan tubuh gue diranjang, gue juga mulai ngotak-ngatik handphone, ngabarin Mas Arya kalau kita udah dirumah dan anehnya lagi, Mas Ian sama Mas Arya sama sekali nggak kaget begitu tahu gue malah nginep dirumah Kak Ken, apa Kak Ken udah ngasih tahu keluarga gue duluan?
Kalau besok Kak Ken belum ngajak gue pulang, apa gue nginep dikost Lily aja? Dia juga sempat nawarin, tempatnya juga dekat sama kampus jadi itu bisa gue jadiin alasan untuk izin ke Ayah sama Bunda, lagian ngapain juga gue disini kaya orang bego? Udah nggak dianggep sama Kak Ken, ditelantarkan pula.
.
Paginya gue bangun masih dengan Kak Ken yang berbaring disebelah gue, kapan Kak Ken masuknya? Perasaan semalam gue tidur udah tengah malam banget, gue pikir Kak Ken malah tidur dikamar lain karena nggak mau sekamar sama gue, lah ini kapan masuknya?
"Kak!" Panggil gue nepuk lengannya Kak Kendra dan nggak butuh usaha banyak untuk bikin seorang Kendra bangun.
Yakin Kak Ken udah beneran bangun, gue bangkit lebih dulu dan beberes, selesai beberes gue juga mau ngomong langsung sama Kak Ken soal niatan gue untuk nginep ditempat Lily.
Dua puluh menit berlalu, gue keluar dari kamar mandi dan mendapati Kak Ken masih ada diposisi yang sama, Kak Ken nggak mau beberes apa nggak mau shalat subuh? Gue mau nanya tapi nggak berani, kali aja udah subuh duluan tadi.
"Kak, malam ini aku nginep dikost Lily aja ya jadi Kakak nggak perlu ikut nginep dirumah, Kakak bisa tingga disini." Ucap gue biasa, lagian menurut gue Kak Ken juga nggak bakalan peduli mau gue nginep dimana, yang penting itu gue nggak ngerepotin dia.
"Nanti selesai sarapan, Kakak tolong anterin aku ke tempatnya Lily aja, bisakan?" Sambung gue tapi belum ada respon apapun, Kak Ken budek atau gimana? Gue yakin orangnya udah bangun.
"Yaudah, aku naik taksi aja." Gue udah pasrah, diam versi seorang Kendra itu artinya penolakan, Kak Ken nolak nganterin gue.
"Apa Kakak pernah bilang boleh? Tanpa Kakak, kamu cuma boleh tinggal dirumah Ayah sama Bunda." Kak Ken bangkit dan berjalan masuk kekamar mandi gitu aja.
Gue tersenyum miris sekarang, kalau udah begini gue harus apa? Gue bisa apa? Gue berusaha sebaik mungkin untuk nahan diri didepan Kak Ken, gue mencoba paham dengan sikapnya tapi Kak Ken seakan nggak peduli dengan usaha gue, Kak Ken nggak pernah mau tahu perasaan gue karena yang terpenting untuk dia cuma bertanggungjawab, dia cuma harus ngejagain gue.
Selesai shalat, awalnya gue berniat rurun ke dapur buat ikut bantu-bantu tapi kayanya nggak usah, apa gunanya gue untuk Kak Kendra? Ada atau enggaknya gue, itu nggak akan memberikan pengaruh apapun, harusnya gue sadar itu dari dulu.
Dalam diam, gue terus mikirin sikap Kak Ken ke gue selama ini, gue mencoba paham tapi ada saatnya gue juga ngerasa kecewa, gue ngerasa nggak dianggap, gue ngerasa seakan cuma jadi beban, kalau lagi begini rasanya gue mau nangis tapi gue nggak bisa, dari awal gue udah tahu sikap Kak Ken tapi gue masih setuju menikah jadi gue nggak berhak ngeluh sekarang.
Tapi seolah pemikiran nggak sejalan sama perasaan gue, nerima sikap dingin Kak Ken beneran bikin gue kecewa, bahkan disaat gue berusaha untuk nggak nangis, tanpa sadar air mata tetap aja mengalir dipipi gue kaya sekarang, gue beneran bisa gila.
Sekarang, dikamar gue cuma duduk disofa dan terus berlarut dengan pemikiran gue sendiri, gue mengingat diri gue kalau nangis nggak akan menyelesaikan apapun, untuk apa gue capek-capek buang tenaga kalau nyatanya Kak Ken nggak terpengaruh sama sekali.
Kenapa mendadak gue jadi cengeng banget? Padahal selama ini gue bisa bertahan dengan sikap Kak Ken tapi kenapa sekarang gue terus ngerasa kecewa? Apa karena gue iri dengan tawanya Kak Ken bareng Kak Kenza semalam? Gue iri karena Kak Ken bisa bersikap lembut sama Kakaknya tapi bukan sama gue, jangankan bersikap lembut, berharap Kak Ken akan selalu membalas pertanyaan gue aja itu udah keterlaluan.
Jujur setelah ngeljat Kak Ken sama Kak Kenza semalam, gue nggak berharap banyak, Kak Ken cukup dengerin dan balas semua pertanyaan gue aja gue bahagia, bukannya malah diam seolah semua ucapan gue nggak penting sama nggak berguna.
"Sarapan." Gue menundukkan kepala gue begitu mendengar suara Kak Ken yang membuka pintu kamar, gue mengusap kasar air mata gue tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
Tapi saat suara pintu kamar yang balik ditutup gitu aja membuat gue tersenyum miris, Kak Ken bahkan nggak sadar ada yang salah sama gue, Kak Ken tetap turun lebih dulu tanpa memperdulikan gue lagi.
Apa gue harus kabur dari sini terus pulang ke rumah diam-diam? Gue sama sekali nggak berniat menyelesaikan masalah dengan cara itu, kabur jelas bukan solusi, kalau gue sampai kabur, jaminan Mas Arya sama Mas Ian yang bakalan ngomelin gue, mereka bukannya marah sama Kak Ken.
"Gue harus gimana?" Tanya gue terisak, gue kembali menghapus air mata gue walaupun semakin gue hapus semakin deras air mata yang mengalir.
"Semalam masuk ke kamar dengan isak tangis tertahan? Dan sekarang narik kesimpulan sendiri dengan airmata ngalir juga? Turun kalau kamu selesai dengan pemikiran aneh kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with My Senior (END)
RomansaDinikahin sama mahasiswa cupu aja gue ikhlas tapi kenapa kesannya malah kaya gue yang ditolak? Memang kurangnya gue apa? Kurang tinggi? Apa kurang cupu sama kaya dia?