(29)

13.3K 1.2K 33
                                    

Riana Point Of View

Gue menatap kepergian Kak Reza masih dengan air mata tertahan, detik ini, gue masih belum bisa ngebayangin gimana kesepiannya hidup Kakak gue selama ini, tanpa gue, bahkan tanpa kasih sayang Bunda.

Apa yang selama ini gue pikir ternyata salah, gue pikir selama ini hanya gue yang menderita, gue pikir cuma gue yang harus nanggung semua beban tanpa sepengetahuan siapapun tapi nyata Kak Reza jauh lebih kesusahan, dia nanggung semua rasa sakitnya sendirian.

"Kamu baik Ri?" Kak Ken nepuk bahu gue dan natap gue dengan tatapan khawatir.

"Rian gak baik tapi Kakak juga jangan khawatir, Rian gak akan berlarut." Gue yakin dengan ucapan gue.

Semua yang terjadi dalam hidup udah tercatat sebagai takdirnya, gue hanya perlu berusaha sebaik mungkin, sebaik yang gue bisa, berdoa dan bagaimanapun hasilnya gue yakin Allah memberikan yang terbaik.

"Kak, Rian laper." Ucap gue setelah narik nafas panjang.

"Laper? Yaudah mau keluar buat makan atau mau masak dirumah?" Tanya Kak Ken natap gue semangat.

"Rian laper Kak, laper, itu artinya mau makan sekarang, gak mau masak dulu, maunya makan, makan, sekarang." Ulang gue menekankan kata makan, gue laper kenapa malah diajak masak? Lama.

"Yaudah kita keluar makan."

"Rian laper Kak gak mau keluar, kalau keluar yang ada tar makin makan hati." Gue berbalik dan masuk ke rumah lebih dulu, keluar dan ngeliat Kak Ken ditatap orang-orang lama, ogah, males gue, kurang kerjaan.

"Terus kamu maunya gimana? Keluar gak mau, masak apalagi."

"Pesen kan bisa, gak inisiatif banget jadi suami." Gue kesel tapi Kak Kendra malah berganti natap gue aneh, gak usah natap-natap gue.

"Tunggu sebentar." Kak Ken ngusap kepala gue sekilas dan berjalan balik ke luar rumah, kemana? Entah.

Memperhatikan Kak Ken mengendarai motornya, gue naik keatas dan masuk ke kamar, merebahkan tubuh gue diranjang dan nangis mendadak, gue gak mau Kak Ken makin kepikiran ngeliat gue kaya sekarang, terkadang gue juga butuh waktu sendiri.

.
.
.

"Ri, bangun dulu kita makan." Gue mulai mengerjapkan mata gue dan mendapati Kak Ken duduk disamping ranjang gue berbaring sekarang.

"Makan dulu." Ulang Kak ken yang gue angguki pelan, gue bangkit masuk ke kamar mandi lebih dulu, cuci muka sama cuci tangan.

"Muka sembab kamu gak akan bisa nipu Kakak." Gue aslian kaget begitu tetiba Kak Ken ikut masuk ke kamar mandi dan berdiri tepat dibelakang gue, memperhatikan gue dari pantulan cermin dengan tatapan dinginnya.

"Rian cuma butuh waktu sendiri, gak ada maksud apapun." Jawab gue seandanya, gue berbalik dan keluar dari kamar mandi lebih dulu.

Terkadang ada saatnya gue merasa menangis adalah satu-satunya solusi yang gue punya, menangis supaya gue lega dan bisa bangkit untuk hari yang lebih baik, terkadang gue butuh itu.

"Apa sekarang perasaan kamu jauh lebih baik?" Tanya Kak Ken lagi-lagi nahan lengan gue.

Gue manatap Kak Ken cukup lama dalam diam, memperhatikan Kak Ken dengan tatapan berkaca-kaca, gue juga sangat membutuhkan lelaki yang berdiri dihadapan gue sekarang sebagai salah satu sumber kekuatan gue.

"Terimakasih untuk semua." Gue maju dan memeluk Kak Ken tetiba, meski hening, Kak Ken tetap membalas dekapan gue dalam diamnya juga.

"Asalkan kamu baik itu lebih dari cukup."

.
.
.

"Mau berangkat sama siapa? Apa mau Kakak anterin?" Tawar Kak Ken yang langsung gue balas dengan gelengan.

"Jangan coba-coba!" Balas gue bergidik ngeri sendirian.

"Kenapa?" Kak Ken nanya dengan tatapan datarnya, kenapa? Masih nanya kenapa? Kelaut aja Mas.

"Kenapa? Kak, dengerin Rian baik-baik, Rian mau jujur aja ni, Kakak tahukan kalau Rian males narik perhatian orang?" Tanya gue yang diangguki Kak Ken.

"Kalau Kakak tahu kenapa selalu nganter bahkan jemput Rian sampai di pintu kelas? Yang ada kepala Rian makin mumet tahu gak?" Ceplos gue, mau sikap gue dinilai apapun sama Kak Ken bodo amat lah, gue mau jujur dengan perasaan gue sendiri.

"Kamu cemburu?"

"Udah tahu gak usah nanya, Hah!" Balas gue natap Kak Ken sengit, bukannya ngejawab Kak Ken malah tersenyum sekilas natap gue.

"Bisa tolong pengertiannya sedikit suami?" Cengir gue sambil ngangguk-ngangguk sendiri.

"Rian berangkat naik taksi." Gue ngecup pipi Kak Ken dengan mulut gue yang masih penuh makanan, keluar dari rumah dan ternyata taksinya udah didepan.

"Pak, anterin istri saya sampai didepan kelasnya kalau perlu sama jemput istri saya balik dua jam setelahnya dikampus yang sama, ini kartu nama saya, tolong hubungi saya kalau istri saya minta kelayapan kemana-mana." Kak Ken menjulurkan kartu namanya dan memberikan beberapa lembar uang seratus ribu ke supir taksinya.

"Bisa kita jalan Pak?" Tanya gue karena Pak Sopirnya gak kunjung jalan, cuma diem gak karuan merhatiin gue sama Kak Ken bergantian.

"Hati-hati sayang." Kak Ken membuka pintu disebelah gue duduk dan ngecup kening gue tetiba.

"Jalan Pak!" Ucap Kak Ken dan nutup balik pintu mobilnya, yakkk, beneran Kak Kendra manggil gue sayang? Aaaa geli sendiri gue.

"Pengantin baru Neng?" Tanya Pak Sopir yang masih fokus dengan kemudinya.

"Heummm baru Pak, Baru hampir setahunan." Cengir gue gak jelas, nikah udah lama Pak cuma hidup berdua baru hitungan bulan.

"Kenapa gak dianter suami aja Neng?"

"Biar Bapak ada rezekinya, he."

"Jodoh gak kemana ya Neng?" Tanya terus Pak, terus.

"Iya Pak, rezeki Bapak juga gak kemana." Dan sebelum semakin banyak pertanyaan, gue mengeluarkan senjata pamungkas gue kalau lagi males ngeladenin Kak Kendra, headset.

"Makasih ya Pak." Ucap gue begitu sampai digerbang kampus.

"Gak perlu dianterin sampai depan kelas Pak, suami saya cuma becanda, rada gak waras memang orangnya." Ucap gue begitu si Bapaknya berniat ikut turun.

Gue berjalan cepat ngelewatin koridor kampus dan masuk ke kelas, adem banget pemandangan gue sepanjang jalan, tanpa bisik-bisik nyamuk yang selalu menghantui.

"Woi, dianter siapa?" Kaget Lily nepuk bahu gue.

"Taksi!"

"Seriusan pake taksi, terus Kak Ken ngapain tadi berdiri diseberang jalan sambil merhatiin lo? Gue kirain lo bareng Kak Ken?" Ucap Lily yang ngebuat gue makin kaget lagi, Kak Ken ngikutin gue?

"Lo yakin itu Kak Ken? Salah orang kali." Siapa tahu Lily salah liatkan? Gak mungkin Kak Ken.

"Beneran Ri, gue malah sempet ngambil foto Kak Ken sangking gantengnya, nah liat." Lily menjulurkan handphonenya memperlihatkan foto yang dia ambil.

Dan itu beneran Kak Ken, masih dengan pakaian yang sama, Kak Ken ngikutin gue?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dan itu beneran Kak Ken, masih dengan pakaian yang sama, Kak Ken ngikutin gue?

"Gue gak mungkin gak ngenalin lelaki yang gue suka Riana."

Married with My Senior (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang