Hari ini gue kuliah rasanya males males enggak, gue gak bisa ngebayangin gimana reaksi Lily kalau ketemu gue nanti dikelas, bakalan baik seperti biasakah atau bakalan perang dingin sama seperti di dalam kebanyakan drama?
"Udah sana masuk, mau Kakak anterin sampai kelas sekalian?" Tawar Kak Ken karena gue masih berniat beranjak dari mobil sedikitpun.
"Gak usah, tar makin gak enak malah." Gue nyelempangin tas gue dan berjalan tertunduk ngelewatin koridor kampus, karidor ke kelas tetiba serasa lebih jauh.
"Tumben gak masuk bareng?" Tanya Dodit temen sekelas gue sembari nunjuk ke arah Lily dengan dagunya.
"Berantem?" Sambungnya lagi.
"Memang gak akur dari dulu." Gue tersenyum kecut untuk Dodit dan berjalan masuk ngambil posisi berlawanan arah dengan Lily, wah beneran perang kayanya.
Aslian selama pelajaran gue sama sakali gak bisa fokus, tatapan Lily serasa mau ngebunuh gue hidup-hidup, tatapan dingin dan kecewanya beneran ngeganggu pemikiran gue, gak bakalan bisa fokus gue kalau gini terus, jaminan nilai bakalan makin anjlok kalau begini mah.
Selesai kelas, gue buru-buru beberes dan ninggalin kelas lebih dulu, gak tahu kenapa perasaan gue mendadak gak enak, gue juga udah ngehubungin Kak Ken untuk nunggu didepan kelas dan anehnya Kak Ken gak dateng, gak kaya biasanya.
Makin khawatir, gue milih ngehubungin Kak Reza ketimbang Mas Arya atau Mas Ian lebih dulu, Kak Reza jauh lebih deket soalnya dan bener aja, gak lama gue nunggu, Kak Reza dateng.
"Kenapa?" Tanya Kak Reza khawatir.
"Kak Ken gak dateng ngejemput Rian dan sekarang handphonenya malah gak bisa dihubungin." Jelas gue sedikit ketakutan.
"Okey, udah hubungin Mas Arya sama Mas Ian?"
"Udah tadi, mereka langsung ke rumah katanya."
"Yaudah Kakak anter kamu pulang dulu."
.
.
."Udah bisa Adek hubungin?" Tanya Mas Arya begitu gue sama Kak Reza masuk ke rumah, gue hanya menggeleng untuk pertanyaan Mas gue.
"Ian, coba lacak GPS Kendra." Mas Ian mengeluarkan handphonenya dan gak lama Mas Ian malah natap Mas Arya lama.
"Kenapa?" Tanya gue semakin khawatir.
"Satu jam yang lalu Kendra masih di kampus kamu Dek, itu artinya Kendra dateng begitu kamu suruh jemput."
"Untuk sekarang Adek pulang ke rumah Ayah sama Bunda, kalau ada info Mas kabarin secepatnya." ucap Mas Arya mengusap kepala gue sekilas, gue jelas langsung menggeleng gak setuju, gak mungkin gue pulang dan duduk diam tanpa tahu kabar suami gue gimana.
"Rian ikut." Potong gue tegas.
"Dek, kehadiran kamu gak dalam keadaan akan membantu, bisa Adek nurut? Mas minta tolong, Mas akan ngebawa Kendra pulang bagaimanapun caranya."
"Tapi_
"Mas sama sekali gak mau pake cara kasar, Ian, anterin Riana pulang, Mas sama Reza akan nemuin Kenza dirumahnya."
"Ian nanti langsung nyusul."
Setelah perdebatan yang sesaat tadi, walaupun keberatan, pada akhirnya gue diantar pulang sama Mas Ian kerumah orang tua gue, bukan gue mau pasrah tapi gue jelas gak akan menang kalau berdebat sama saudara-saudara gue.
"Mas, gak cuma Kak Ken, kalian semua harus pulang dalam keadaan baik." Ucap gue nahan lengan Mas Ian.
"Insyaallah, Adek berdoa dan jangan keluar dari rumah untuk sementara, Adek ngerti?" Dan gue mengangguk pelan.
Turun dari mobil Mas Ian, gue melangkah masuk kerumah masoh dengan Mas Ian yang memperhatikan dari dalam mobilnya, semoga mereka semua baik-baik aja.
Masuk kerumah, tatapan Ayah sama Bunda juga udah sesangat khawatir, gue hanya tertunduk dan memaksakan senyuman gue, bukan gue gak khawatir tapi masih ada hati dan perasaan yang harus gue jaga, orang tua, gue gak mungkin membiarkan mereka ikut terpuruk bareng gue.
"Adek udah makan?" Tanya Bunda lirih.
"Nanti kalau Rian laper Rian makan Bunda, Bunda sama Ayah jangan khawatir, Bunda harus banyak istirahat, biar Rian yang tunggu Mas Arya, Mas Ian sama Kak Kendra pulang."
Gue tersenyum sekilas dan berjalan naik masuk ke kamar, dari arah jendela, gue hanya terpaku memperhatikan kearah luar jalan, menunggu mereka yang sangat gue nantikan kepulangannya.
Hari semakin sore dan gue semakin khawatir disaat langit mulai menggelap sedangkan belum ada kabar apapun dari saudara-saudara gue, gue hanya beranjak untuk shalat dan setelahnya kembali berada didepan jendela menunggu kepulangan orang yang sama.
"Dek, makan malam dulu, Bunda sama Ayah juga gak mau Adek sakit." Suara Bunda dari arah luar kamar gue.
"Bunda sama Ayah duluan aja." Balas gue dari dalam, setelahnya suasana kembali hening.
Malam semakin larut dan gue belum beralih dari tempat gue berdiri sekarang, hanya melirik jam sekilas dan kembali fokus ke arah jalan, tolong, gue gak tahu sampai berapa lama lagi gue bisa bertahan berdiam diri cuma bisa nunggu kaya gini.
Disaat kaya gini, terkadang gue berpikir mungkin perpisahan adalah jalan terbaik untuk gue dan Kak Kendra, bareng gue, selamanya hidup seorang Kendra gak akan aman.
Bukan gue gak sayang sama Kak Ken, tapi karena gue sesangat sayanglah makanya gue mau melepaskan Kak Ken dan bisa hidup bahagia tanpa beban cuma karena gue, gue sangat mengharapkan itu.
Setiap detik jarum jam yang terus berjalan selalu sukses mengingatkan gue tentang Kak Kendra, sikap dinginnya, senyum datarnya bahkan wajah marahnya hanya akan membuat gue semakin merindu dan berakhir dengan menangisi keadaan, keadaan yang seolah gak pernah berpihak untuk kami berdua.
Tapi lagi-lagi gue gak bisa membantah takdir, kalau teryata Kak Kendra lah yang tercatat sebagai jodoh gue, gue bisa apa? Allah tahu yang terbaik dan pilihan Allah akan selalu menjadi yang terbaik.
Gue percaya takdir tapi menjalani sungguh terasa sesangat berat, memutar waktu tetap gak akan mengembalikan keadaan, karena apa? Karena andai waktu bisa terulang dan gue bisa memilih, gue akan tetap memelih Kak Kendra.
Yang gue sesali sekarang bukan masalah yang terus hadir diantara kami berdua tapi disaat gue gak bisa menghadapi setiap masalah yang ada bersama Kak Ken adalah penyesalan gue, gue seolah terus membiarkan Kak Ken berjuang seorang diri dan itu gak akan pernah adil untuk Kak Kendra ataupun keluarganya.
Disaat buliran air mata pertama gue sukses mengalir dipipi gue, pintu gerbang yang terbuka dan mobil Mas Arya yang memasuki pekarangan rumah membuat gue berlari cepat turun kebawah dengan tangis tertahan.
"Kak Kendra!" Gue berlari memeluk Kak Ken begitu wajahnya yang gue lihat ketika pintu rumah terbuka.
"Mas menepati janji Mas membawa Kendra pulang!" Ucap Mas Arya yang membuat gue melepaskan dekapan gue ditubuh Kak Kendra.
"Terimakasih." Disaat gue berbalik masuk kedalam dekapan Mas Arya, detik itu juga semuanya tetiba menggelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with My Senior (END)
RomanceDinikahin sama mahasiswa cupu aja gue ikhlas tapi kenapa kesannya malah kaya gue yang ditolak? Memang kurangnya gue apa? Kurang tinggi? Apa kurang cupu sama kaya dia?