(25)

13.9K 1.3K 49
                                    

"Kakak ada dimobil yang sama sewaktu kecelakaan kamu." Kak Ken menatap gue dengan mata nanarnya, apa yang salah disini?

Takut? Sangat, gue takut kalau kenyataan yang akan gue terima gak akan sesuai dengan harapan gue, gue takut kalau kenyataan akan membuat atau bahkan memaksa gue melepaskan Kak Kendra, itu yang sangat gue takutkan sekarang.

"Ketakutan Kakak cuma tentang kamu." Lanjut Kak Ken meneteskan air matanya.

Dengan tubuh bergetar, gue mendekat dan menghapus air mata Kak Ken, memeluknya erat untuk menyembunyikan ketakutan gue juga, gue harus gimana?

"Jangan tinggalin Kakak!" Lirih Kak Ken memeluk gue semakin erat, gue juga gak akan sanggup membiarkan lelaki yang berada dalam dekapan gue sekarang hancur seperti dulu lagi.

"Heummm, kemana Rian harus pergi tanpa suami Riana?"

.
.
.

"Kak, Kakak baik?" Tanya gue ke Kak Ken yang masih setia berbalut dengan selimutnya selepas subuh tadi.

Kak Ken mengangguk pelan, gue yang masih sangat khawatir mendekat dan mengusap pipinya pelan, panas, kenapa Kak Ken gak bilang kalau sakit?

"Kita ke dokter!" Ucap gue menyikap selimut Kak Ken tetiba.

"Cuma demam Ri, kamu kuliah dianter Mas Ian gak papa ya, Kakak udah minta tolong tadi."

"Apa itu penting? Gimana bisa Rian ninggalin Kakak sendirian dirumah?" Apa kuliah gue sepenting itu sekarang?

"Tapi Kuliah_

"Dari awal Riana memang gak niat kuliah bukannya Kakak tahu? Kalau Kakak gak mau ke dokter setidaknya Kakak harus makan."

"Heumm." Gumam Kak Ken tersenyum untuk gue, disaat kaya ginipun Kak Kendra masih mikirin gue, apa gue semengkhawatirkan itu?

Gak kuliah dan sarjana bukan berarti hidup gue bakalan hancur, walaupun sarjana adalah salah satu usaha menuju kesuksesan tapi gak sarjana bukan berarti hidup gue bakalan kesusahankan? Banyak orang biasa tapi bisa berhasil, ayolah dunia gak selalu tentang itu.

"Sebegitu gak niatnyakah kamu kuliah?" Tanya Kak Ken ulang seolah belum yakin dengan jawaban gue.

"Udah tahu gak usah ditanya lagi."

Memperbaiki selimut Kak Ken balik, gue turun dan nyiapin makanan untuk Kak Ken, setelah ucapannya semalam Kak Ken memang kelihatan aneh, ditambah dengan kurang tidur beberapa hari belakangan efek mau sidang makanya bisa berakhir kaya gini.

Selesai nyiapin makan, gue naik dan mendapati Kak Ken balik tertidur dengan pulasnya, mau gue bangunin gak tega, gak gue bangunin Kak Ken harus makan.

"Kak, makan dulu." Ucap gue mengusap pelan bahunya, Kak Ken membuka matanya perlahan dan mengangguk pelan.

"Kakak janjian ketemu Reza nanti siang." Satu kalimat Kak Ken yang membuat gue hampir menjatuhkan sepiring makanan yang ada ditangan gue sekarang.

"Gak salah mau ketemu Kak Reza? Ngapain?" Tanya gue gak nutupin sedikitpun keterkejutan gue.

"Kakak rasa jawaban yang kita cari cuma ada di Reza, kalau dengan nemuin Reza bisa ngasih kita jawaban, gak ada salahnya kita coba." Gue langsung menggeleng gak setuju sama ucapan Kak Ken.

"Kakak udah lupa kejadian waktu itu? Riana gak mau Kakak ada ditempat yang sama untuk kedua kalinya."

Bukannya Kak Ken sendiri yang bilang kalau Kak Reza itu cuma bersikap baik kalau didepan orang lain? Kalau kita secara langsung nemuin itu jelas udah beda ceritanya, gue memang butuh penjelasan tapi gak dengan nukar nyawa juga.

"Reza gak akan kasar sama kamu itu lebih dari cukup." Hah! Apa cuma keselamatan gue yang penting? Apa ada jaminan kalau Kak Reza gak bakalan ngapa-ngapain gue? Gak ada.

"Kak, Rian tahu Kakak mau ngebantuin Riana tapi ini juga bukan solusi, kita akan cari cara tapi gak dengan ini, kita akan cari solusi lain tapi gak dengan bertindak bodoh kaya gini bisakan?"

"Tapi_

"Lebih baik sekarang Kakak makan sama minum obat, Riana suapin."

.
.
.

Gue gak mungkin duduk diem nerima semua ucapan Mas Arya atau bahkan ngebiarin Kak Ken ikut terlibat cuma demi ngilangin beban pikiran gue, gue gak perlu melibatkan siapapun untuk nyari jawabannya.

Udah hampir setengah jam gue nunggu didepan ruang baca fakultas gue, gue nunggu seseorang yang gue rasa cukup penting juga untuk gue sekarang, entah kenapa Kak Reza terus jadi bayang-bayang gue.

"Ngapain?" Gue mendongak dan menatap kaget Kak Reza yang entah sejak kapan udah berdiri dihadapan gue.

"Nunggu Kakak." Gue menyunggingkan senyuman gue yang entah kenapa dibalas senyuman yang sama oleh Kak Reza juga, senyuman tulus yang selalu terlihat setiap kali Kak Reza natap gue.

"Mau apa lagi? Apa jawaban Kakak kemarin masih kurang jelas? Jangan bodoh Ri, berapa kali lagi harus Kakak ingetin? Apa Kendra tahu kamu nemuin Kakak kaya gini?" Kak Reza berjalan lebih dulu bahkan tanpa nunggu jawaban dari gue.

Mempercepat langkah gue mengikuti Kak Reza, gue aslian kaget begitu Kak Reza berhenti mendadak dan narik tangan gue masuk ke mobilnya tetiba, takut? Gue rasa enggak, gue cuma kaget.

"Mau kamu apa sih Ri?" Tanya Kak Reza ngelajuin mobilnya ninggalin kampus.

"Mau Rian masih sama, penjelasan, apa sebenernya hubungan kita berdua?"

"Apa sebegitu inginnya kamu mempunyai hubungan sama Kakak?" Yak bukan itu maksud gue.

"Kakak tahu maksud Rian." Gue masih menunggu jawaban dengan sesangat antusias.

"Pulang dan tanya sama Bunda, Bunda akan ngasih jawaban untuk semua pertanyaan kamu, itupun kalau Bunda mau." dan selebihnya hening, Kak Reza nganterin gue pulang kerumah, Kak Reza bahkan tahu rumah gue sama Kak Kendra.

Masih dengan pemikiran melayang kemana-mana, gue masuk ke rumah dan kosong, Kak Kendra gak ada, kemana? Gue udah bilang untuk istirahat dirumah, dia itu lagi sakit jadi gak usah kelayapan.

Gue ngambil handphone dan langsung ngehubungin Kak Ken nanya dia dimana, jawaban yang gue dapet beneran ya Masyaallah, Kak Ken di kampus buat ngejemput gue, ah kacau.

Dengan penuh rasa gak enak, gue ngasih tahu Kak Ken kalau gue udah dirumah dan Kak Ken cuma diem denger ucapan gue, apa yang salah? Marahkah? Kan gue gak tahu Kak Ken jemput.

Gue cuma bisa ngucapin kata maaf, lagian mau bilang apa? Kan gue beneran gak tahu, menutup panggilan gue, gue ngedudukin pantat gue disofa sambilan nunggu Kak Ken pulang, apa ucapan Kak Reza tadi harus gue kasih tahu sama Kak Ken juga?

Hampir satu jam berselang, Kak Ken masuk kerumah dengan raut wajah gak kebaca, marahkah? Kesalkah? Atau gimana?

"Kak, Rian minta maaf." Ucap gue bangkit ngikutin langkah Kak Ken masuk ke kamar.

"Hmmm." Gumam Kak Ken mengabaikan gue.

"Kak, Rian beneran gak tahu kalau Kakak jemput, Kalau Rian tahu_

"Kalau kamu tahu kenapa? Apa kamu akan nyari kesempatan lain untuk ketemu Reza tanpa izin suami kamu Riana?"

Married with My Senior (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang