Selama perjalanan pulang, suasana masih sangat hening sampai kita semua tiba dirumah, Papa Kak Ken udah disana untuk mastiin keadaan kita semua baik-baik aja, sekalian jemput Kak Kenza pulang juga.
"Ken_"
"Aku oke Mas." Potong Kak Ken cepat seolah tahu maksud panggilan Mas Arya.
"Lebih baik sekarang semuanya istirahat." Lanjut Kak Ken belum melepaskan tatapannya dari gue.
Mendapat persetujuan keluarga, dalam diam Kak Ken menggenggam tangan gue dan membawa gue masuk ke kamar, mengikuti langkah Kak Ken, tanpa sadar gue mengeluarkan air mata.
Walaupun pakaian yang Kak Ken kenakan sekarang hampir semuanya didominasi warna hitam tapi gue masih bisa melihat darah yang menetes dari lengannya, kaki yang berjalan tertatih juga nhgak luput dari perhatian gue sekarang.
Mengikuti langkah suami gue dengan isak tangis tertahan beneran membuat dada gue semakin sesak, belum lagi Mas Arya sama Mas Ian yang keliatan kacau.
"Ri, ada yang luka?" Tanya Kak Ken begitu mendudukkan tubuh gue diranjang dan ikut berlutut meriksa keadaan gue.
Gue hanya tertunduk dengan kepala yang menggeleng cepat untuk pertanyaan Kak Ken barusan, sekarang itu bukan gue yang seharusnya dikhawatirin tapi Kak Ken sendiri.
"Harusnya aku yang nanya kaya gitu." Lirih gue, tanpa menatap mata Kak Ken, gue bangkit dan narik Kak Ken untuk gantian duduk di ranjang sedangkan gue yang berlutut meriksain keadaannya.
"Lepas pakaian Kakak." Gue nggak bisa ngeliat Kak Ken berlumuran darah kaya gini.
"Riana, Kakak tanya kamu!" Bukannya nurut, Kak Ken malah balik menggenggam tangan gue.
"Kakak yang nggak baik-baik aja." Bentak gue kesal, harusnya gue yang luka, harusnya gue yang ada diposisi Kak Kendra, harusnya gue.
"Kakak yang nggak baik-baik aja." Ulang gue dengan nada sangat lirih, gue nggak bisa ngeliat keadaan Kak Ken sekarang.
"Maaf karena aku ninggalin Kakak kaya tadi." Dan satu bulir air mata kembali lolos.
Entah kenapa rasa bersalah sama sekali nggak bisa gue tepis, gue ninggalin Kak Ken sendirian ngadepin semua orang gila tadi, gue cuma menyelamatkan diri gue sendiri, itu nggak adil.
"Kakak yang minta jadi itu bukan salah kamu, karena kamu pergi dan nelfon Mas Arya makanya kita semua bisa selamat sampai dirumah kaya gini." Dan air mata tetap mengalir walaupun ucapan Kak Ken gue angguki.
"Maaf, Kakak yang lalai ngejagain kamu." Gue menggeleng cepat untuk ucapan Kak Ken, gue memeluk Kak Ken erat melepaskan semua kekhawatiran gue.
"Sekarang udah nggak papa." Kak Ken membalas dekapan gue dan ikut mengusap kepala gue menenangkan.
"Jangan ngelakuin hal itu lagi." Gue sama sekali belum berniat melepaskan dekapan gue ditubuh Kak Ken, udah cukup yang gue liat untuk hari ini.
"Lepas pakaian Kakak!" Ulang gue dan langsung berlari turun kebawah ngambil kotak P3K, gue balik dan mendapati goresan yang cukup panjang di lengan Kak Ken, walaupun nggak dalam tapi beneran membuat gue meringis nggak tega.
"Kamu yakin bisa? Kakak sendiri juga gak papa." Kak Ken menatap gue nggak tega juga kayanya.
"Diem!" Gue narik nafas panjang dan mulai ngobatin lukanya, selesai dengan lengan gue beralih melipat celana panjangnya Kak Ken, memar dipergelangan kakinya juga kembali membuat gue meringis, Kak Ken mendapatkan luka ditubuhnya ini demi gue.
"Ganti baju dulu, aku turun ngambil es batu buat ngompres kaki Kakak."
"Ri!" Panggilan Kak Ken yang membuat gue memberhentikan langkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with My Senior (END)
RomanceDinikahin sama mahasiswa cupu aja gue ikhlas tapi kenapa kesannya malah kaya gue yang ditolak? Memang kurangnya gue apa? Kurang tinggi? Apa kurang cupu sama kaya dia?